Jakarta (Antara Babel) - Segera setelah ledakan di Kampung Melayu, foto-foto yang diduga korban beredar di pesan elektronik maupun dunia maya.
Ketua Pusat Krisis Fakultas Psikologi Universitas Indonesia, Dicky Pelupessy menilai membagikan foto korban kecelakaan atau teror tidak tepat karena menimbulkan rasa tidak nyaman bagi yang melihatnya.
“Kalau maksudnya supaya orang bersimpati melihat korban, belum tentu. Reaksi pertama adalah ‘ngeri’, ada perasaan tidak nyaman,” kata Dicky saat dihubungi ANTARA News, Kamis dini hari.
Gambar tubuh korban juga bisa memicu trauma pada orang yang pernah mengalami kejadian yang mirip atau serupa karena membangkitkan luka.
“Belum lagi kalau korban dilihat oleh keluarga, teman atau siapa saja yang mengenali,” kata dia.
Selain itu, bila foto yang dibagikan adalah korban aksi terorisme, berpotensi meningkatkan rasa takut atas aksi tersebut.
Gambar-gambar korban kecelakaan atau teror, juga berisiko dilihat oleh anak-anak.
Orang tua sebaiknya tidak menunjukkan gambar-gambar tersebut ke anak apalagi jika tidak ada diskusi atau penjelasan.
“Tidak ada pentingnya, manfaatnya, selain hanya memunculkan rasa takut atau ngeri,” kata pengajar di Fakultas Psikologi UI ini.
“Mari berempati dan menjaga perasaan mereka (keluarga korban) dengan menjadi bagian dari orang yang lebih bertanggung jawab terhadap penggunaan media sosial kita,” kata dia.