Jakarta (Antara Babel) - Badan Amil Zakat Nasional (Baznaz) kini terus
gencar melakukan sosialisasi tentang sinergi antara zakat dan pajak.
Maklum, meski Undang-undang Zakat telah menetapkan bahwa zakat yang
dibayarkan pembayar zakat atau muzaki ke Baznas atau lembaga amil zakat
(LAZ) dapat dikurangkan dari penghasilan kena pajak (PKP), namun
pelaksanaannya dinilai belum optimal.
Dalam muzakarah zakat pada 1-3 Desember 2016 di Jakarta, dihasilkan
rekomendasi yang bertujuaan agar sinergi antara zakat dan pajak itu
dapat dilaksanakan secara optimal.
Pajak merupakan kewajiban bagi setiap warga negara yang memenuhi
kriteria wajib pajak (WP). Bagi umat Islam, ada kewajiban lain terkait
pemotongan harta, yaitu zakat.
Zakat dan pajak, meski sama-sama kewajiban, tetapi mempunyai dasar
berpijak berlainan. Zakat mengacu pada ketentuan syariat, baik dalam
pemungutan dan penggunaannya, sedang pajak berpijak pada peraturan
perundang-undangan yang ditentukan oleh pemerintah.
Berkaitan dengan zakat, banyak ketentuan yang sudah dikeluarkan
tentang itu, seperti Keppres Nomor 8 Tahun 2001 tentang Pembentukan
Baznas, UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat, dan PP Nomor
14 Tahun 2014 tentang Pelaksanaan UU Nomor 23 Tahun 2011 tentang
Pengelolaan Zakat.
Selain itu, Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2014 tentang
Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga, Sekretariat
Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Jenderal Komisi Negara, Pemerintah
Daerah, BUMN, dan BUMD melalui Baznas.
Mengenai sinergi antara zakat dengan pajak, Ketua Baznas Bambang
Sudibyo menjelaskan, pasal 22 UU Zakat mengatur bahwa zakat yang
dibayarkan muzaki ke BAZNAS atau LAZ dapat dikurangkan dari PKP.
"Pasal 23 ayat 1 mengatur bahwa Baznas atau LAZ wajib memberikan
bukti setoran zakat kepada setiap muzaki. Pada ayat 2 diatur tentang
bukti setoran zakat sebagaimana dimaksud pada ayat 1 digunakan sebagai
pengurang penghasilan kena pajak," kata mantan Menteri Keuangan itu.
Menurut Bambang, Peraturan Menteri Keuangan Nomor 254/PMK.03/2010
telah mengatur tata cara pembebanan zakat atau sumbangan keagamaan yang
bersifat wajib yang dapat dikurangkan dari penghasilan bruto.
Rekomendasi Muzakarah
Dalam
muzakarah zakat pada 1-3 Desember 2016 yang diselenggarakan Ditjen
Bimas Islam Kementerian Agama di Jakarta, menurut laman Baznas,
dihasilkan enam rekomendasi.
Pertama, mengusulkan kepada Menkeu dan Pimpinan DPR yang pada 2017
akan membahas revisi UU Nomor 36 Tahun 2008 tentang Perubahan Keempat
atas UU Nomor 7 Tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan (PPh), agar
memasukkan klausul zakat sebagai pengurang pajak dalam Daftar Isian
Masalah (DIM) RUU Perubahan atas UU PPh.
Kedua, dalam implementasi ketentuan UU PPh yang berlaku pada saat
ini, perlu diprogramkan sosialisasi bersama antara Kemenkeu, Kemenag,
Baznas dan Forum Organisasi Zakat (FOZ) mengenai teknis pembayaran zakat
sebagai pengurang penghasilan bruto atas PKP.
Ketiga, meminta Menkeu dalam hal ini Direktur Jenderal Pajak agar
segera memperbarui penerbitan daftar lembaga penerima zakat terkait
dengan pengurang penghasilan bruto atas PKP, yaitu 1 Baznas, 34 Baznas
provinsi, 514 Baznas kabupaten/kota seluruh Indonesia dan lembaga amil
zakat (LAZ) yang telah mendapat izin/legalitas dari Kemenag.
Keempat, meminta Mendagri mendorong kepala daerah memproses
pengangkatan pimpinan Baznas provinsi dan kabupaten/kota dan
mengalokasikan anggaran operasional dari APBD sesuai amanat
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan PP Nomor
14 Tahun 2014, serta mendukung aspirasi yang berkembang di berbagai
daerah dalam pembentukan perda pengelolaan zakat.
Kelima, mengusulkan kepada Menag, Ketua Baznas dan Menkeu untuk
membangun sistem aplikasi pembayaran zakat berbasis teknologi informasi
yang terhubung dengan sistem aplikasi perpajakan pada Ditjen Pajak,
untuk memudahkan pemberlakuan zakat sebagai pengurang PKP.
Dengan sistem yang terintegrasi, setiap pembayaran zakat dan Bukti
Setor Zakat (BSZ) dapat dicek validasinya secara langsung oleh Kantor
Pelayanan Pajak (KPP) di seluruh Indonesia.
Keenam, dalam rangka melaksanakan Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun
2014 tentang Optimalisasi Pengumpulan Zakat di Kementerian/Lembaga,
Sekretariat Jenderal Lembaga Negara, Sekretariat Komisi Negara, Pemda,
BUMN, dan BUMD melalui Baznas, agar dimasukkan kolom zakat dalam daftar
gaji/penghasilan lainnya.
Salah seorang peserta muzakarah yang juga pegiat zakat M Fuad Nasar
seperti dikutip Baznas dalam lamannya mengatakan, lebih dari satu
dekade pemberlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan bruto atas PKP,
insentif pajak yang diberikan negara kepada pembayar zakat belum
berpengaruh signifikan.
Termasuk terhadap pencapaian target penerimaan pajak maupun
peningkatan kesadaran umat Islam dalam menunaikan kewajiban zakat
melalui lembaga resmi, katanya.
Meringankan WP
Anggota Baznas Emmy Hamidiyah dalam
tulisannya mengatakan negara telah mensikronkan kewajiban pajak dan
zakat, dengan melakukan pengaturan melalui UU tentang pajak maupun UU
tentang zakat, sehingga umat Islam yang menjadi WP mendapatkan
keringanan untuk pembayaran pajaknya.
Ketentuan ini, menurut dia, menguntungkan bagi umat Islam, karena
zakat yang dibayarkan dapat menjadi faktor pengurang PKP, sehingga
mengurangi kewajiban pajak yang harus dibayarnya.
Namun ada syaratnya, yakni pembayaran zakat harus dilakukan melalui
Baznas, Baznas Provinsi dan Baznas Kabupaten/Kota) dan Lembaga Amil
Zakat (LAZ) yang teregistrasi.
Pembayaran zakat atas gaji karyawan melalui Unit Pengumpul Zakat
(UPZ) Kementerian/Lembaga dan BUMN juga termasuk dalam insentif
tersebut.
Ketentuan zakat yang menjadi pengurang PKP, tidak hanya untuk WP
orang pribadi pemeluk agama Islam, tetapi juga berlaku untuk zakat
penghasilan yang dibayarkan oleh WP badan dalam negeri yang dimiliki
oleh pemeluk agama Islam kepada badan atau lembaga zakat yang dibentuk
atau disahkan oleh pemerintah.
Dengan demikian, perusahaan yang membayarkan zakatnya melalui
Baznas, juga dapat memanfaatkan insentif ini untuk mengurangi jumlah
pajak yang harus dibayarkan oleh WP Badan yang pemiliknya beragama
Islam.
Mekanisme zakat sebagai pengurang pajak adalah dengan mencantumkan
jumlah zakat dalam kolom di bawah penghasilan bruto, dan selanjutnya
melampirkan Bukti Setor Zakat dari Baznas tingkat Pusat, Provinsi maupun
Kabupaten/Kota atau LAZ yang teregristrasi dalam laporan SPT Muzaki.
Menurut Emmy, meski ketentuan pembayaran zakat sebagai pengurang
PKP (penghasilan bruto) telah berlaku sejak 2001, namun sampai saat ini
masih banyak WP orang pribadi pemeluk agama Islam atau muzaki yang belum
memanfaatkan pengurangan penghasilan bruto atas PPh tersebut.
Emmy mengajak amil zakat dan pegawai pajak di semua kantor
pelayanan diharapkan dapat memberi informasi dan penjelasan kepada para
muzaki dan WP yang dilayaninya.
Bagi muzaki yang selama ini sudah menunaikan zakatnya melalui
Baznas dan UPZ, ia juga mengajak untuk manfaatkan ketentuan zakat
pengurang PKP ini untuk membayar kewajiban pajak secara tepat dan
efektif.
Bahkan, menurut dia, bagi karyawan yang zakatnya dipotong dari gaji
dan pajaknya dibayarkan oleh perusahaan, tetap perhitungkan zakat
karyawan itu sebagai pengurang penghasilan bruto.
Apabila akibat perhitungan tersebut ada kelebihan pembayaran pajak,
maka ada kebijakan Ditjen Pajak yang menyatakan bahwa apabila ada
kelebihan bayar (termasuk lebih bayar karena pemotongan zakat), akan
dilakukan pengembalian kelebihan pembayaran pajaknya tanpa melalui
pemeriksaan, tetapi cukup dengan penelitian oleh pegawai pajak.
"Dengan menunaikan zakat dan pajak secara benar, kita telah
melaksanakan kewajiban beragama dan bernegara, sehingga insya Allah
secara individu akan menambah rezeki, mensucikan harta, menenteramkan
jiwa dan secara umum meningkatkan kemakmuran dan keberkahan bangsa,"
kata Emmy Hamidiyah.