Jakarta (Antara Babel) - Simpang siur soal pengenaan Pajak Pertambahan
Nilai (PPN) gula petani berakhir setelah para pengurus Asosiasi Petani
Tebu Rakyat Indonesia (APTRI) mendatangi kantor pusat Direktorat
Jenderal Pajak (DJP) di Jakarta pada Kamis (13/7).
Dalam siaran persnya yang diterima di Jakarta, Kamis, Ketua Umum
Dewan Pembina Dewan Pimpinan Pusat (DPP) APTRI, HM Arum Sabil
mengapresiasi Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi yang telah menyetujui
tidak adanya pengenaan PPN Gula Petani.
Arum Sabil menyatakan bersyukur terkait sudah terlaksananya
pertemuan dengan Dirjen Pajak serta telah ada titik temu yang bagus dan
sejalan dengan pemikiran APTRI.
Ia lebih lanjut menjelaskan, pernyataan Dirjen Pajak bersama dengan
petani telah secara tertulis dituangkan dalam "pointers" bersama yang
akan ditindaklanjuti dalam produk formal Kementerian Keuangan.
Tokoh petani nasional asal Jember Jawa Timur itu sebelumnya berulang
kali menyampaikan bahwa gula petani dijual tanpa pengenaan PPN
mempunyai landasan hukum yang kuat, sehingga jual beli gula petani tetap
bisa jalan seperti biasa, yaitu tanpa beban adanya PPN.
Ketua Bidang Pemberdayaan Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI)
Pusat itu juga mengemukakan adanya sejumlah dasar bagi petani guna
menyatakan keberatan terkait adanya pengenaan PPN gula petani.
Di antaranya putusan MK No: 39/PUU-X1V/2016 yang menyatakan,
kebutuhan pokok yang tidak dikenakan PPN tidak terbatas pada 11 Jenis
barang yang tercantum pada pasal 4A ayat (2) huruf b Undang-undang No.
42 Tahun 2009 tentang PPN Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas
Barang Mewah (UU PPN).
Arum Sabil juga mengemukakan, pertemuan yang dilakukan antara APTRI
dengan Dirjen Pajak selama tiga jam sejak pukul 09.00 WIB itu telah
menyepakati isi putusan MK tersebut.
Usai pertemuan, Dirjen Pajak memaparkan penjelasan lebih lanjut
bahwa PPN 10 persen tidak akan berlaku untuk gula petani tebu.
"Telah jelas. Semua dasar tidak adanya PPN 10 persen untuk gula
petani telah kami bicarakan panjang lebar dengan petani, dan kami
cantumkan dalam notulensi tertulis," katanya.
Dalam tangggapannya, Ketua Umum Dewan Pembina DPP APTRI
mengemukakan, pelaksanaan jual beli gula milik petani, dengan demikian
harus tetap berjalan normal serta tidak lagi dibebani dengan ketakutan
dari pedagang gula dan kerisauan para petani tebu.
Ia juga menjelaskan hasil selengkapnya dari poin pertemuan yang
ditandatangani wakil APTRI dan Dirjen Pajak. Pertama, atas penyerahan
gula oleh petani tebu beromzet di bawah Rp 4,8 miliar per tahun tidak
terutang PPN, karena petani tersebut tidak dikategorikan atau dikukuhkan
sebagai pengusaha kena pajak.
Selanjutnya, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
perpajakan, pedagang tidak dapat membebankan PPN yang terutang kepada
petani.
Kedua, Direktorat Jenderal Pajak akan mengusulkan kebijakan
penetapan gula petani sebagai barang kebutuhan pokok yang ditetapkan
sebagai barang bukan kena pajak.
Penyerahan tidak dikenakan PPN itu sejalan dengan Perpres nomor 71
tahun 2015 tentang penetapan dan penyimpanan barang kebutuhan pokok dan
barang-barang penting dan menetapkan gula termasuk kelompok barang
kebutuhan pokok dan industri.
Poin tersebut mempertegas Keputusan Mahkamah Konstitusi nomor 39
tahun 2016 tentang pengujian UU PPN No 42 tahun 2009 di Jakarta pada 13
Juli 2017 bahwa gula petani bebas pungutan gula PPN, baik terkait
petaninya ataupun pedagangnya,