Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mempermasalahkan bukti terkait Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan
Pemeriksa Keuangan (BPK) RI Nomor 115/HP/XIV/2013 yang diajukan oleh
pihak Setya Novanto dalam sidang praperadilan.
"Ada dua ya
substansinya, pertama kami tanyakan bagaimana cara dapatnya. Kalau tadi
disampaikan pemohon sudah datang sendiri ke BPK ya kita hormati saja
cara mereka mendatangi instansi pemerintah untuk mendapatkan informasi
itu," kata Kepala Biro Hukum KPK Setiadi di Pengadilan Negeri Jakarta
Selatan, Senin.
Pengadilan Negeri Jakarta Selatan melalui Hakum Tunggal Cepi
Iskandar menggelar sidang lanjutan praperadilan Setya Novanto dengan
agenda pemberian bukti dari pihak pemohon dan termohon.
Menurut Setiadi, pihaknya mempermasalahkan bukti itu karena
didapatkan setelah dimulainya sidang praperadilan pada Selasa (12/9)
lalu.
"Cuma permasalahannya adalah dalam hal mendapatkannya. Itu kan
didapatkan tanggal 19 September sementara sidang dimulai seminggu
sebelumnya yang waktu itu kami minta ditunda. Tanggal 20 kan mulai
pembacaan pemohonan jadi rekan-rekan bisa simpulkan sendiri," tuturnya.
Sebelumnya, LHP BKP dengan Nomor 115/HP/XIV/2013 juga dipergunakan
dalam perkara sidang praperadilan Nomor 36/Pid.Prap/2015/PN.JKT.Sel.
yang diajukan mantan Direktur Jenderal Pajak Hadi Poernomo
"Substansi LHP itu, itu sebenarnya menurut informasi rekan-rekan
kami yang hadiri sidang Hadi Poernomo itu tidak menjadi suatu bukti,"
kata Setiadi.
Namun, kata Setiadi, pihaknya akan mengecek kembali apakah LHP
tersebut masuk dalam daftar bukti pada sidang praperadilan Hadi Poernomo
itu.
"Dan substansinya adalah bukan mempermasalahkan hasil pemeriksaan
kinerja tetapi ingin mengetahui perbandingan SOP KPK dari pelaksanaan
kegiatannya," kata Setiadi.
Sementara itu, Ketut Mulya Arsana, anggota tim kuasa hukum Setya
Novanto menyatakan bahwa pihaknya mendapatkan LHP BKP dengan Nomor
115/HP/XIV/2013 itu karena sudah menjadi domain publik dan juga
dipergunakan dalam perkara praperadilan Hadi Poernomo.
"Kami diberikan secara resmi sesuai dengan alur informasi publik di
BPK RI, Karena ada dua pilihan apakah dalam bentuk "hard copy" atau
"soft copy", kami minta "soft copy" dan pihak BPK memberikan "flash
disk" resmi BPK sehingga menurut kami itu tidak perlu dipermasalahkan
lagi karena memang semuanya merupakan informasi publik yang bisa diakses
semua masyarakat Indonesia," tuturnya.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto sebagai tersangka
kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan KTP
berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun
2011-2012 pada Kemendagri pada 17 Juli 2017.
Setya Novanto diduga dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau
orang lain atau suatu korporasi menyalahgunakan kewenangan, kesempatan
atau sarana yang ada padanya karena kedudukannya atau jabatannya
sehingga diduga mengakibatkan kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3
triliun dari nilai paket pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket
pengadaan KTP-e pada Kemendagri.
Setya Novanto disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU
No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001
tentang Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
KPK Permasalahkan Bukti Dari BPK Yang Diajukan Setya Novanto
Senin, 25 September 2017 14:46 WIB
Ada dua ya substansinya, pertama kami tanyakan bagaimana cara dapatnya. Kalau tadi disampaikan pemohon sudah datang sendiri ke BPK ya kita hormati saja cara mereka mendatangi instansi pemerintah untuk mendapatkan informasi itu,