Jakarta (Antara Babel) - Mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum RI (KPU)
Hadar Nafis Gumay menilai ketentuan Pasal 222 UU Pemilu dapat dikatakan
inkonstitusional karena bertentangan dengan UUD 1945.
"Kami berpandangan bahwa pengaturan seperti ini adalah pengaturan
yang bertentangan dengan konstitusi," ujar Hadar di Gedung Mahkamah
Konstitusi Jakarta, Selasa.
Adapun Pasal 222 UU Pemilu mengatakan bahwa yang dapat mengusulkan
pencalonan atau calon presiden dan wakil presiden, itu adalah partai
politik peserta pemilu, baik sendiri maupun bersama-sama,
sekurang-kurangnya memenuhi 20 persen kursi atau 25 persen suara dari
pemilu sebelumnya
Hadar Nafis Gumay bersama dengan dua lembaga sosial masyarakat
(LSM), Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Konstitusi
dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) mengajukan permohonan uji
materi Pasal 222 UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Hadar bersama dengan dua LSM tersebut berpendapat bahwa Pasal 222
UU Pemilu bertentangan dengan konstitusi, terutama terhadap Pasal 6A
ayat (2), juga terhadap Pasal 22E ayat (1), Pasal 22E ayat (2), Pasal 27
ayat (1), Pasal 28D ayat (1), dan Pasal 28D ayat (3) dari Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.
"Dalam UUD 1945 sudah jelas diatur bahwa yang berhak mencalonkan
adalah baik secara sendiri-sendiri atau bersama partai politik peserta
pemilu dan diajukan sebelum pemilu," kata Hadar.
Namun kemudian pengaturan dalam Pasal 222 UU Pemilu dinilai Hadar
justru menimbulkan batasan tambahan yang tidak memungkinkan bagi partai
yang tidak atau belum ikut pemilu sebelumnya karena tidak memiliki kursi
ataupun suara.
Pengaturan ini kemudian dikatakan Hadar juga bertentangan dengan
Pasal 22E ayat (1) UUD 1945 yang menyebutkan bahwa asas penting dalam
pemilu yang demokratis adalah langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan
adil yang dilaksanakan lima tahun sekali.
"Adil ini adalah asas yang penting, jadi kalau tidak dipenuhi asas
keadilan ini maka pemilunya itu tidak berlangsung seperti yang
dimaksudkan dalam konstitusi kita," tambah Hadar.
Penerapan ambang batas 20 persen kursi atau 25 persen suara menurut
Hadar sangat tidak adil terhadap partai-partai yang baru menjadi
peserta di dalam Pemilu Tahun 2019.
Sementara itu menurut Hadar, konstitusi Indonesia menjamin setiap
warga negara untuk berhak memperoleh kesempatan yang sama di dalam
pemerintahan.
"Para pasangan calon presiden yang kemudian berangkat dari parpol
yang mengalami ketidakadilan tadi, tentu tidak mendapat kesempatan yang
sama untuk bisa ikut dalam pemilu mendatang," pungkas Hadar.
Ketentuan "Presidential Threshold" Dinilai Bertentangan Dengan Konstitusi
Selasa, 3 Oktober 2017 22:55 WIB