Jakarta (ANTARA Babel) - Rumah Penyimpanan Barang Sitaan Negara (Rubasan) Kanwil Kementerian Hukum dan HAM Bengkulu mengeluhkan tidak adanya biaya pemeliharaan barang-barang sitaan.
"Pihak Rubasan mengeluhkan tiadanya pembiayaan atas pemeliharaan barang-barang tersebut padahal penyimpanan barang tersebut hingga 7 tahun. Penyimpanan berkepanjangan tersebut dikarenakan kasus sidang banding di Mahkamah Agung atau kasus sudah incraht tapi putusan hakim tidak termasuk barang sitaan tersebut," kata anggota Komisi III DPR RI Eva Kusuma Sundari saat melakukan kunjungan kerja Komisi III DPR RI ke Bengkulu, Kamis.
Ia menyebutkan, hal tersebut menunjukkan problem kewenangan yang over lap antara Kemenkumham, Kejaksaan dan Pengadilan. "Barang-barang sitaan yang tersimpan di Rubasan meliputi kawat baja (yang bernilai tingggi), truk, rotan hingga logam mulia seharga Rp100 juta," kata politisi PDI Perjuangan itu.
Sementara itu Kepala Kejaksaan Tinggi Bengkulu, Pudji menjelaskan Kejaksaan sering gagal membawa barang bukti ke pengadilan akibat hambatan birokratis dari Rubasan. "Parahnya, ada juga kasus barang bukti (2 drum besar oli) yang hilang isinya ketika hendak dihadirkan di persidangan," jelas Eva.
Manajemen yang tak tertata hanya akan bisa diakhiri apabila penanggung jawab keseluruhan manajemen barang sitaan berada di satu tangan.
"Dari draft RUU Tindak Pidana Pendanaan Terorisme (TPPT), ada pemikiran bahwa Kejaksaan akan menjadi penanggung jawab tunggal atas barang sitaan sebagaimana pembekuan/pemblokiran rekening yang selama ini sudah di bawah Kejaksaan. Alternatifnya, perlu didirikan lembaga khusus sebagaimana yang ada di Australia," Eva.
(Zul)
Berita Terkait
12 juta lebih Masyarakat Adat menjadi swing voter di Pilpres 2019
21 Desember 2018 19:30