Bogor (Antaranews Babel) - Menteri Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Menristekdikti) Prof Mohamad Nasir mengatakan akan mengumpulkan seluruh rektor di Indonesia untuk membahas bagaimana menanggulangi radikalisme dan intoleransi dalam kampus.
"Kami akan kumpulkan rektor seluruhnya nanti setelah Lebaran. Agendanya hanya satu, membahas bagaimana menanggulangi radikalisme dan intoleransi di dalam kampus," kata Nasir, usai menjadi pembicara kunci dalam kegiatan Lokakarya Pertama Re-orientasi Kurikulum Menuju IPB 4.0 di Kampus IPB Dermaga, Bogor, Jawa Barat, Senin.
Ia menjelaskan, dalam pertemuan yang diagendakan tanggal 25 Juni itu nantinya akan dibahas bagaimana cara implementasinya, bagaiaman cara rektor mengendalikan, bagaimana mendelegasikan kepada dekan, dan bagaimana para pembantu rektor bidang kemahasiswaan harus bisa mengontrol semuanya.
"Ini semua yang akan kami bicarakan di pertemuan nanti," kata Nasir.
Dalam pertemuan tersebut, lanjutnya, akan dibahas dan disampaikan sistem penanngulangannya, beserta sistem pengawasannya, nanti akan dipelajari dengan BNPT.
Terkait kasus di Universitas Riau, Nasir mengatakan, dalam hal ini dirinya telah menyerahkan persoalan tersebut kepada pihak yang berwajib, kaitannya dengan para keamanan.
"Yang terjadi adalah radikalisme, dan orang-orang itu memang melanggar ketentuan undang-undang yang sudah berlaku. Ya.., sudah, dari Densus ambil silahkan," kata Nasir.
Terkait pemanggilan Rektor Universitas Riau, Prof Aras Mulyadi, menurut Nasir, sudah meminta rektor untuk klarifikasi, tetapi masih ada beberapa data yang belum lengkap.
Baca juga: Menristekdikti : Kampus pintu utama tangkal masuknya radikalisme
"Kami minta untuk melengkapi datanyang saya minta," katanya.
Nasir menambahkan, pemanggilan seluruh rektor perguruan tinggi ke Jakarta usai Idul Fitri nanti adalah sebagai langkah selanjutnya untuk mengantisipasi hal serupa terjadi.
"Kenapa habis lebaran saya panggil, karena kalau saya panggil sekarang bisa datang, ngak bisa pulang ke daerahnya. Harga tiket mahal, nanti menterinya kena masalah lagi," kata Nasir sambil tertawa.
Ketika ditanyakan, apakah pendidikan wawasan kebangsaan yang pernah digaungkan belum optimal menangkal radikalisme di kalangan kampus.
Nasir menjawab, bawah wawasan kebangsaan sudah selesai. Kegiatan tersebut dilakukan karena belum adanya aturan pelarangan HTI. Setelah aturan tersebut disahkan, pihaknya melakukan upaya lebih spesifik lagi untuk melindungi kampus.
"Berikutnya adalah larangan setelah dikeluarkannya undang-undang anti terorisme. Jadi harus ditingkatkan lagi," kata Nasir.
Baca juga: Menristekdikti paparkan pola penangkalan radikalisme di kampus