Jakarta (Antaranews Babel) - Pakar Hukum Tata Negara dari Universitas Narotama Surabaya, Mochammad Saleh. mengatakan, negara demokrasi membatasi masa jabatan presiden dan wakil presiden untuk menghindari penyalahgunaan dan tindakan sewenang-wenang.
`Dalam konteks negara demokrasi, semua jabatan-jabatan publik perlu ada batasan. Berbeda dengan negara monarki atau kerajaan, di mana raja mempunyai kekuasaan tanpa batas," kata Saleh dalam keterangan tertulis diterima di Jakarta, Senin.
Menurut dia, tidak adanya pembatasan masa jabatan presiden dan wakil presiden hanya akan melahirkan dominasi di kemudian hari. Hal ini sangat tidak baik bagi sistem demokrasi.
"Pembatasan ini juga membuat ada kepastian tentang seberapa lama seseorang untuk menduduki suatu jabatan dan seberapa lama warga lain harus menunggu untuk berpeluang menduduki jabatan yang dilepas oleh pejabat yang sebelumnya," katanya.
Walaupun dalam konstitusi disebut membantu presiden, lanjut Saleh, wakil presiden tetap mempunyai kekuasaan dalam penyelenggaraan pemerintahan karena presiden dan wakil presiden merupakan satu kesatuan yang dipilih langsung oleh rakyat.
"Oleh karena itu, jabatan wakil presiden juga harus dibatasi. Pembatasan ini akan memberikan akses kepada semua warga negara untuk bisa menduduki jabatan yang sama," katanya.
Pembatasan masa jabatan ini tidak hanya berlaku untuk presiden dan wakil presiden saja, tetapi juga untuk jabatan yang dipilih lainnya, seperti jabatan gubernur dan bupati beserta para wakilnya.
Dengan dasar pemikiran itu, Saleh yakin Mahkamah Konstitusi akan menolak gugatan tentang masa jabatan wapres yang diajukan oleh Perindo dengan Wapres Jusuf Kalla sebagai pihak terkait, apalagi gugatan yang sama sebelumnya juga ditolak.