Jakarta (Antaranews Babel) - Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Darmin Nasution menyoroti dampak depresiasi atau pelemahan rupiah, yang kini mencapai angka psikologis baru yakni di atas Rp15 ribu per dolar AS, terhadap peningkatan laju inflasi.
"Ada kenaikan tetapi belum banyak. Saya belum bisa bilang berapa karena harus dihitung dulu dalam inflasi inti itu sebenarnya berapa persen yang impor," katanya saat ditemui di Kementerian Keuangan, Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan bahwa pelemahan rupiah yang mencapai 10 persen pasti akan memberikan pengaruh dari sisi imported inflation atau inflasi yang berasal dari luar negeri.
Inflasi yang berasal dari luar negeri disebabkan oleh peningkatan harga di luar negeri atau depresiasi nilai tukar.
Ketika harga impor meningkat, harga barang domestik yang menggunakan impor sebagai bahan mentah juga turut meningkat, sehingga menyebabkan kenaikan harga barang dan jasa secara umum.
"Rupiah melemah 10 persen, dihitung ke porsi impor di dalam ekonomi kita. Impor kita itu kira kira 30 persen dari ekonomi. Itu memang bisa agak tinggi pengaruhnya ke inflasi, bisa 2,5 persen atau tiga persen," kata Darmin.
Menurut catatan Badan Pusat Statistik (BPS), komponen inti pada September 2018 mengalami inflasi sebesar 0,28 persen.
Tingkat inflasi komponen inti tahun kalender (Januari–September) 2018 sebesar 2,38 persen dan tahun ke tahun (September 2018 terhadap September 2017) sebesar 2,82 persen.
"Jadi, ini sebenarnya gemuruhnya yang hebat, dampak riilnya itu tidak terlalu besar. Ekonomi dunia saja diperkirakan turunnya tidak banyak," kata Darmin.