Jakarta (Antaranews Babel) - Ketua Dewan Pers, Yosep Adi Prasetyo, mengimbau sebaiknya media menerapkan jurnalisme berperspektif gender dalam menyajikan pemberitaaan.
Hal itu diutarakannya dalam acara diskusi bertajuk Pers dan Pemajuan Perempuan Indonesia, di Jakarta, Selasa.
Jurnalisme berperspektif gender ini bukan berarti menyajikan pemberitaan soal perempuan saja, melainkan memuat pemberitaan yang menekankan nilai keadilan dan kesetaraan.
Jurnalisme berperspektif gender, menurut dia, tidak hanya menyajikan data dan angka, melainkan menguak persoalan yang lebih mendalam dari suatu peristiwa.
"Lebih menyangkut pada bagaimana cara pandang kita melihat persoalan. Mencari apa dasar persoalan, lebih berpihak pada korban, perempuan, pada anak, lansia, kaum minoritas," kata pria yang akrab disapa Stanley ini.
Namun dewasa ini, media kerap menyajikan pemberitaan pendapat narasumber yang saling memiliki pandangan yang berseberangan. Padahal bila media mau kembali pada pemberitaan berperspektif gender, maka masyarakat akan lebih memahami hal-hal yang melatarbelakangi suatu peristiwa.
"Berita sekarang lebih ke opini. Bagaimana pendapat Bapak A mengenai kasus ini. Kemudian bagaimana pendapat Bapak B mengenai hal yang disampaikan Bapak A soal kasus itu. Cenderung mengadu domba akhirnya," katanya.
Sementara wartawati senior harian Kompas, Maria Hartiningsih mengatakan jurnalisme berperspektif gender bisa diterapkan di media dalam bentuk apapun baik televisi, cetak maupun daring.
Namun demikian pihaknya mengakui bahwa usaha untuk menyajikan berita berperspektif gender akan lebih rumit daripada menyajikan berita pendapat narasumber maupun berita berdasarkan data sehingga tidak banyak media yang memuat pemberitaan jenis ini.
"Jurnalistik seharusnya berperspektif beyond, tapi itu tidak populer karena akan lebih rumit," kata Maria.
Padahal dengan pemberitaan berperspektif gender, masyarakat bisa lebih paham apa yang menyebabkan terjadinya peristiwa tersebut karena informasi yang disajikan lebih komprehensif.
Maria mencontohkan berita tentang adanya aktivitas prostitusi di suatu tempat. Jika hanya menyajikan fakta, pembaca hanya akan mendapatkan informasi tentang jumlah pekerja seks komersil yang terkena HIV AIDS dan dapat menimbulkan pandangan bahwa perempuan yang melacurkan diri adalah berpenyakit atau kotor.
Namun dengan berita berperspektif gender, pembaca akan lebih memahami latar belakang adanya prostitusi tersebut sehingga cara pandangnya lebih manusiawi.