Batam (Antaranews Babel) - Pemerintahan Presiden Joko Widodo terus menggenjot penerimaan negara dari segala lini, satu di antaranya melalui bea dan cukai.
Sayangnya, potensi penerimaan negara yang besar kerap bocor akibat penyelundupan berbagai barang kena bea dan cukai yang masuk wilayah Indonesia tanpa izin.
Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyatakan, terdapat dua macam penyelundupan yang menyebabkan kerugian negara, yaitu penyelundupan administrasi dan penyelundupan fisik. Penyelundupan administrasi dilakukan dengan memasukan barang tanpa izin di pelabuhan resmi. Sedangkan penyelundupan fisik dilakukan dengan memasukan barang tanpa surat di pelabuhan ilegal.
"Sejak 2017, Polri dan TNI diajak Kementerian Keuangan untuk bersinergi menertibkan importir berisiko. Dan itu lebih banyak penyelundupan administrasi," kata Kapolri.
Program itu pun berhasil, terbukti dari penerimaan negara bea dan cukai pada 2018 mencapai lebih dari 100 persen. "Menggembirakan," kata Kapolri.
Namun, sinergi untuk memberantas penyelundupan administrasi saja dinilai tidak cukup. Karena importir berisiko kemudian menyelundupkan barang-barang kena bea dan cukai melalui pelabuhan tidak resmi.
Menurut dia, daerah paling rawan penyelundupan adalah wilayah perairan sebelah timur Pulau Sumatera, hingga ke perairan Kepulauan Riau, karena lokasinya yang strategis.
"Titiknya banyak sekali. Ini membutuhkan penindakan dan pencegahan," kata Kapolri.
Polri, kata dia, melakukan tiga hal untuk menekan perbuatan melanggar hukum itu. Pertama, membantu melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di sekitar pelabuhan resmi dan tidak resmi. Menurut Kapolri, hal itu harus dilakukan, karena sebagian masyarakat masih tergantung pada pasokan berbagai kebutuhan dari luar negeri.
Upaya kedua, Polri bekerja sama dengan bea cukai, dan melakukan patroli di pelabuhan-pelabuhan ilegal.
Kemudian, Polri melakukan deteksi intelijen, serta memberikan asistensi pada bea cukai untuk pendidikan."Serta penindakan sendiri," kata dia.
Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto mengatakan pihaknya juga terus mendukung upaya pemerintah untuk meningkatkan penerimaan negara melalui pengamanan wilayah dari ancaman penyelundupan.
"TNI mendukung kegiatan yang dilakukan Ditjen Bea Cukai bersama kepolisian untuk melakukan pengamanan di wilayah timur Sumatera," kata dia.
TNI melibatkan beberapa unsur satuan kewilayahan dalam operasi dengan mengikutsertakan KRI untuk berpatroli.
Hanya saja, kata dia, berdasarkan informasi yang diterima TNI AL, tindak penyelundupan terjadi karena kapal mematikan sistem sehingga tidak terdeteksi.
Karenanya, setiap kapal di Indonesia diminta mengoperasikan Automatic Identification System (AIS), guna mempermudah pengawasan kapal yang membawa barang impor/ekspor atau barang yang akan masuk/keluar dari Kawasan Bebas Batam.
Penegakan hukum
Sementara itu, pemerintah meluncurkan Program Nasional Penertiban Kawasan Bebas Batam dan Pesisir Timur Sumatera, demi memastikan penegakan hukum di daerah yang rawan penyelundupan.
Dalam program itu, Kementerian Keuangan, dalam hal ini Dijen Bea dan Cukai, menjalin sinergi dengan Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, Kementerian Perhubungan, Tentara Nasional Indonesia, Kepolisian Republik Indonesia, Kejaksaan Agung dan Komisi Pemberantasan Korupsi.
Menteri Keuangan Sri Mulyani meyakini, sinergi antarlembaga mampu memberikan dampak positif dalam mengamankan NKRI, termasuk perekonomian nasional, terbukti dari berbagai hasil penegahan yang sudah berhasil dilaksanakan.
Operasi gabungan aparat Bea Cukai, TNI, dan Polri yang dilakukan sepanjang 2018 berhasil menyelamatkan potensi kerugian negara sekitar Rp30 miliar dari 53 kasus yang berhasil diungkap.
"Total nilai barang yang diamankan sekitar Rp4 triliun dan perkiraan kerugian negara yang berhasil diselamatkan kurang lebih mencapai Rp30 Miliar di samping kerugian immaterial lainnya," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani.
Dalam melaksanakan program Penertiban Kawasan Bebas Batam dan Pesisir Timur Sumatera, pemerintah menyusun 11 langkah strategis yang terbagi ke dalam 3 tema besar yaitu Program Sinergi, Dukungan Sarana dan Prasarana Pengawasan, serta Operasi Bersama (Joint Operation).
Dalam langkah strategis itu, terdapat beberapa kegiatan, di antaranya penertiban pelabuhan tidak resmi guna mencegah pemasukan atau pengeluaran barang ilegal ke/dari Kawasan Bebas Batam dan pengelolaan ship to ship area guna mencegah modus penyelundupan barang dengan cara pembongkaran di tengah laut dari kapal ke kapal tanpa mengindahkan ketentuan kepabeanan yang berlaku.
Kemudian pertukaran data terkait kapal-kapal yang berangkat dari pelabuhan, baik tujuan ke luar daerah pabean maupun antar pulau guna mempermudah pengawasan kapal yang membawa barang impor/ekspor atau barang yang akan masuk/keluar dari Kawasan Bebas Batam.
Pemerintah juga akan membentuk Maritime Domain Awareness (MDA) guna menciptakan pola monitoring yang sinergis antar instansi dalam rangka pengawasan kemaritiman.
Masih dalam program yang sama, pemerintah akan mewajibkan penggunaan Automatic Identification System (AIS) bagi seluruh kapal di Indonesia guna mempermudah pengawasan kapal yang membawa barang impor/ekspor atau barang yang akan masuk/keluar dari Kawasan Bebas Batam.
Lalu membatasi kecepatan bagi kapal nonpemerintah/nonmiliter guna menanggulangi penyelundupan dengan kapal kecil berkecepatan tinggi, menerbitkan kuota impor di Kawasan Batam dan penertiban kuota barang kena cukai yang masuk ke Kawasan Bebas Batam sehingga tidak terjadi kelebihan dan penyalahgunaan kuota;.
Serta memanfaatkan analisis komunikasi berbasis IT untuk mendeteksi/mencari pelanggaran/terduga pelaku pelanggaran/tindak pidana, melakukan patroli laut bersama DJBC, TNI, dan POLRI di daerah perairan sekitar Batam dan Pesisir Timur Sumatera, dan memberlakukan pengawasan berlapis terhadap barang eks-impor ilegal yang diangkut antar pulau dengan tujuan wilayah pelabuhan Tanjung Priok (dari Batam dan Pontianak).