Jakarta
(Antara Babel) - Wakil Ketua Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI)
Susanto menilai kebijakan lima hari delapan jam belajar di sekolah yang
digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendy berpeluang
melanggar sejumlah undang-undang.
"Kebijakan baru itu berpeluang
bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru
dan Dosen," kata Susanto melalui pesan tertulis di Jakarta, Senin.
Susanto
mengatakan kebijakan baru tersebut berpeluang bertentangan dengan Pasal
51 Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) yang selama ini
cukup demokratis dan memandirikan satuan-satuan pendidikan.
Pasal
tersebut berbunyi "Pengelolaan satuan pendidikan anak usia dini,
pendidikan dasar, dan pendidikan menengah dilaksanakan berdasarkan
standar pelayanan minimal dengan prinsip manajemen berbasis
sekolah/madrasah".
"Dengan Pasal tersebut, maka satuan pendidikan
memiliki kemandirian untuk mengembangkan pilihan model sesuai dengan
kebutuhan masyarakat dan kesiapan masing-masing sekolah atau madrasah,"
tuturnya.
Kebijakan lima hari delapan jam belajar di sekolah juga
berpotensi bertentangan dengan Pasal 35 Undang-Undang Guru dan Dosen.
Ayat (1) Pasal tersebut berbunyi "Beban kerja guru mencakup kegiatan
pokok yaitu merencanakan pembelajaran, melaksanakan pembelajaran,
menilai hasil pembelajaran, membimbing dan melatih peserta didik, serta
melaksanakan tugas tambahan".
Sedangkan Ayat (2) berbunyi "Beban
kerja guru sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah sekurang-kurangnya
24 (dua puluh empat) jam tatap muka dan sebanyak-banyaknya 40 (empat
puluh) jam tatap muka dalam 1 (satu) minggu".
"Dengan kebijakan
baru lima hari delapan jam belajar di sekolah, guru berpeluang besar
mengajar melampaui jumlah jam mengajar di sekolah sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang tersebut," katanya.
Karena itu, KPAI meminta
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan agar mengkaji kembali rencana
kebijakan tersebut. Menurut Susanto, membangun sistem pendidikan harus
menyeluruh.
Pendidikan harus memperkuat sistem layanan pendidikan
di sekolah dan peran keluarga dalam pengasuhan atau pendidikan sebagai
sekolah pertama bagi anak serta keterlibatan masyarakat.
"Anak
yang menjadi pelaku tindakan menyimpang bukan karena kekurangan jam
belajar di sekolah. Yang perlu dilakukan adalah mengevaluasi layanan
pendidikan di sekolah, memperkuat peran keluarga dan memastikan
keterlibatan lingkungan sosial," katanya.
KPAI: Kebijakan Lima Hari Sekolah Langgar Undang-Undang
Senin, 12 Juni 2017 10:20 WIB
Dengan Pasal tersebut, maka satuan pendidikan memiliki kemandirian untuk mengembangkan pilihan model sesuai dengan kebutuhan masyarakat dan kesiapan masing-masing sekolah atau madrasah,