Jakarta (Antara Babel) - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK)
mengklarifikasi terkait dengan pengadaan printer yang digunakan dalam
proyek pengadaan KTP-elektronik (KTP-e) kepada ahli pengadaan barang
atau jasa.
KPK pada Kamis (27/7) memerika ahli pengadaan barang atau jasa
Harmawan Kaeni sebagai saksi dalam penyidikan tindak pidana korupsi
pengadaan paket penerapan Kartu Tanda Penduduk berbasis Nomor Induk
Kependudukan secara nasional (KTP-e) untuk tersangka Setya Novanto (SN).
"Terhadap saksi kami juga mengkonfirmasi lebih lanjut dan tentu
saja mematangkan bukti terkait dengan proses pengadaan yang terjadi yang
diduga merugikan keuangan negara Rp2,3 triliun tersebut," kata Febri.
Lebih lanjut, Febri juga menyatakan bahwa KPK saat ini sedang
mendalami bagaimana proses pembahasan yang terjadi sebelum penganggaran
proyek KTP-e dalam penyidikan untuk tersangka Setya Novanto.
"Termasuk juga indikasi aliran dana untuk mengurus proses
penganggaran tersebut. Di fakta persidangan sudah muncul dan kita bisa
simak bersama-sama bahwa ada beberapa pemberian yang terjadi dan ada
beberapa aliran dana yang terjadi dari berbagai sumber itu, tentu kami
klarifikasi satu persatu," tuturnya.
Dalam persidangan perkara KTP-e, Febri juga menyatakan dua terdakwa
yaitu mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil
Kementerian Dalam Negeri Irman dan mantan Direktur Pengelolaan Informasi
Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri Sugiharto juga
mengakui sejumlah penerimaan dan pemberian terkait aliran dana proyek
KTP-e tersebut.
KPK telah menetapkan Ketua DPR Setya Novanto (Setnov) sebagai
tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi pengadaan paket penerapan
KTP berbasis nomor induk kependudukan secara nasional (KTP-E) tahun
2011-2012 pada Kemendagri.
"KPK menemukan bukti permulaan yang cukup untuk menetapkan seorang
lagi sebagai tersangka. KPK menetapkan saudara SN (Setya Novanto)
anggota DPR RI periode 2009-2014 sebagai tersangka karena diduga dengan
tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
karena kedudukannya atau jabatannya sehingga diduga mengakibatkan
kerugian negara sekurang-kurangnya Rp2,3 triliun dari nilai paket
pengadaan sekitar Rp5,9 triliun dalam paket pengadaan KTP-e pada
Kemendagri," kata Ketua KPK Agus Rahardjo di gedung KPK Jakarta, Senin
(17/7).
Setnov disangka melanggar pasal 2 ayat (1) atas pasal 3 UU No 31
Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum,
menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya
jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan
perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau
korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda
paling banyak Rp1 miliar.
Sebelumnya, Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi di Jakarta pada
Kamis (20/7) juga telah menjatuhkan hukuman penjara tujuh tahun kepada
mantan Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil Kementerian
Dalam Negeri Irman dan lima tahun penjara kepada mantan Direktur
Pengelolaan Informasi Administrasi Kependudukan Kementerian Dalam Negeri
Sugiharto dalam perkara korupsi proyek pengadaan KTP elektronik.
KPK Klarifikasi Pengadaan Printer Proyek KTP-E
Kamis, 27 Juli 2017 22:32 WIB