Kupang (Antara Babel) - Pengamat hukum dan politik Universitas Nusa Cendana Kupang Nicolaus Pira Bunga menyatakan keputusan DPR RI tentang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) tak langsung atau dipilih oleh DPRD belum final.
"Belum finalnya keputusan itu karena masih ada langkah uji materi oleh pihak berkepentingan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan 'political will' atau kemauan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengundangkan UU itu dalam lembaran negara," katanya di Kupang, Sabtu.
Bukan cuma itu, menurut Dosen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu, keputusan DPR RI periode 2009-2014 pada Jumat (26/9) itu masih bisa dimentahkan kembali oleh DPR RI hasil Pemilu April 2014, jika mereka merasa belum puas dengan keputusan DPR RI saat ini tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) tak langsung itu.
Jadi, menurut mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum UNdana Kupang itu, partai politik yang kalah dalam voting terhadap pengesahan RUU Pilkada, tidak perlu berkecil hati karena masih ada ruang politik pada kesempatan lain.
Ia mengatakan adanya pro dan kontra tentang pemilihan kepala daerah secara langsung dan tidak langsung tersebut, adalah pilihan-pilihan politik masing-masing pihak saat pembahasan hingga akhirnya diputuskan dalam sidang paripurna melalui pemungutan suara tertutup (voting).
Menurut dia, pro dan kontra itu adalah hal wajar dan lumrah dalam dunia politik karena pilihan-pilihan politik oleh anggota dewan, dan pemerintah saat pembahasan.
"Sekarang semuanya sudah selesai, karena telah diputuskan. Jika nanti keputusan MK telah dikeluarkan, apapun hasilnya juga harus diikuti dan dijalankan. Sesuai dengan yang diharapkan oleh undang-undang," katanya.
Untuk saat ini, katanya, keputusan itu harus diterima karena sudah diputuskan. Tapi untuk yang tidak puas, ada jalur untuk melakukan pengujian materi ke MK.
"Karena MK adalah jalan yang dibenarkan oleh undang-undang, untuk melakukan gugatan bagi yang belum puas dengan pengesahan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah oleh DPR RI," katanya.
Pilihan itu (ke MK) merupakan langkah yang tepat ketimbang melakukan tudingan-tudingan kepada beberapa pihak diantaranya sikap Partai Demokrat yang tidak konsisten apakah menolak pilkada tidak langsung atau tetap mendukung pilkada langsung.
"Partai Demokrat sepertinya memainkan drama politik mendukung pilihan pilkada langsung dengan 10 catatan yang harus dimasukan dalam UU itu atau memilih netral dengan meninggalkan ruangan sidang, sehingga membuat DPR pendukung pilkada langsung harus kalah saat itu," katanya.
Dalam voting itu, terdapat dua opsi yang ditetapkan pimpinan DPR. Pertama adalah pilkada langsung oleh rakyat dan kedua pilkada melalui DPRD.
Hasil dari voting itu, sebanyak 361 total anggota DPR yang masih bertahan dalam ruang sidang, sebanyak 135 orang memilih pilkada langsung dan 226 orang memilih pilkada melalui DPRD.
Rincian pendukung yang memilih secara langsung adalah PDIP sebanyak 88 anggota, PKB (20), Hanura (10) dan Demokrat 6 anggota.
Sedangkan yang memilih pilkada dipilih oleh DPRD dari Gerindra 22 anggota, Golkar (73), PAN (44), PKS (55) dan PPP 32 anggota.
"Hasil voting tersebut dimenangkan oleh fraksi-fraksi dalam Koalisi Merah Putih dengan jumlah suara sebanyak 226, sedangkan fraksi-fraksi dalam Koalisi Hebat dengan tambahan 17 suara dari Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat akhirnya memperoleh 135 suara," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
"Belum finalnya keputusan itu karena masih ada langkah uji materi oleh pihak berkepentingan ke Mahkamah Konstitusi (MK) dan 'political will' atau kemauan politik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono untuk mengundangkan UU itu dalam lembaran negara," katanya di Kupang, Sabtu.
Bukan cuma itu, menurut Dosen Hukum Administrasi Negara pada Fakultas Hukum Undana Kupang itu, keputusan DPR RI periode 2009-2014 pada Jumat (26/9) itu masih bisa dimentahkan kembali oleh DPR RI hasil Pemilu April 2014, jika mereka merasa belum puas dengan keputusan DPR RI saat ini tentang pemilihan kepala daerah (pilkada) tak langsung itu.
Jadi, menurut mantan Pembantu Dekan I Fakultas Hukum UNdana Kupang itu, partai politik yang kalah dalam voting terhadap pengesahan RUU Pilkada, tidak perlu berkecil hati karena masih ada ruang politik pada kesempatan lain.
Ia mengatakan adanya pro dan kontra tentang pemilihan kepala daerah secara langsung dan tidak langsung tersebut, adalah pilihan-pilihan politik masing-masing pihak saat pembahasan hingga akhirnya diputuskan dalam sidang paripurna melalui pemungutan suara tertutup (voting).
Menurut dia, pro dan kontra itu adalah hal wajar dan lumrah dalam dunia politik karena pilihan-pilihan politik oleh anggota dewan, dan pemerintah saat pembahasan.
"Sekarang semuanya sudah selesai, karena telah diputuskan. Jika nanti keputusan MK telah dikeluarkan, apapun hasilnya juga harus diikuti dan dijalankan. Sesuai dengan yang diharapkan oleh undang-undang," katanya.
Untuk saat ini, katanya, keputusan itu harus diterima karena sudah diputuskan. Tapi untuk yang tidak puas, ada jalur untuk melakukan pengujian materi ke MK.
"Karena MK adalah jalan yang dibenarkan oleh undang-undang, untuk melakukan gugatan bagi yang belum puas dengan pengesahan Undang-Undang (RUU) Pemilihan Kepala Daerah oleh DPR RI," katanya.
Pilihan itu (ke MK) merupakan langkah yang tepat ketimbang melakukan tudingan-tudingan kepada beberapa pihak diantaranya sikap Partai Demokrat yang tidak konsisten apakah menolak pilkada tidak langsung atau tetap mendukung pilkada langsung.
"Partai Demokrat sepertinya memainkan drama politik mendukung pilihan pilkada langsung dengan 10 catatan yang harus dimasukan dalam UU itu atau memilih netral dengan meninggalkan ruangan sidang, sehingga membuat DPR pendukung pilkada langsung harus kalah saat itu," katanya.
Dalam voting itu, terdapat dua opsi yang ditetapkan pimpinan DPR. Pertama adalah pilkada langsung oleh rakyat dan kedua pilkada melalui DPRD.
Hasil dari voting itu, sebanyak 361 total anggota DPR yang masih bertahan dalam ruang sidang, sebanyak 135 orang memilih pilkada langsung dan 226 orang memilih pilkada melalui DPRD.
Rincian pendukung yang memilih secara langsung adalah PDIP sebanyak 88 anggota, PKB (20), Hanura (10) dan Demokrat 6 anggota.
Sedangkan yang memilih pilkada dipilih oleh DPRD dari Gerindra 22 anggota, Golkar (73), PAN (44), PKS (55) dan PPP 32 anggota.
"Hasil voting tersebut dimenangkan oleh fraksi-fraksi dalam Koalisi Merah Putih dengan jumlah suara sebanyak 226, sedangkan fraksi-fraksi dalam Koalisi Hebat dengan tambahan 17 suara dari Fraksi Partai Golkar dan Fraksi Demokrat akhirnya memperoleh 135 suara," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014