Balai Karantina Pertanian Pangkalpinang, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung menggagalkan upaya penyelundupan satwa dilindungi, burung Sarindit Melayu, melalui Pelabuhan Pangkalbalam dengan tujuan Pelabuhan Tanjungpriok, Jakarta.
"Sebanyak lima ekor burung tersebut kami temukan dalam sangkar besi, pada saat petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pelabuhan Pangkalbalam," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Pangkalpinang Saifuddin Zuhri di Pangkalpinang, Kamis.
Dalam kasus itu, Balai Karantina Pangkalpinang masih melakukan penyelidikan untuk menemukan pemilik dan sedang melakukan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Resort Bangka.
"Untuk saat ini media pembawa beserta lima burung di dalamnya kami tahan di instalasi Karantina Hewan dan Pertanian Pangkalpinang karena pengiriman satwa tersebut tidak dilengkapi dokumen sesuai aturan yang berlaku," katanya.
Ia menjelaskan, burung Serindit Melayu atau "Loriculus Galgulus" merupakan salah satu satwa yang dilindungi dengan ciri bulu warna dominan hijau dan merah pada bagian ekor, berparuh bengkok dan ukuran tubuh kecil, sedangkan pada pejantan mempunyai ciri khas bulu mahkota yang berwarna biru pada bagian kepala.
Menurut dia, satwa tersebut dilindungi tersebut sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis tanaman dan satwa yang dilindungi.
Ia menambahkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, setiap media pembawa termasuk satwa liar yang akan dikirim wajib dilengkapi dokumen karantina sertifikat kesehatan hewan (KH-11) dari tempat pengeluaran serta melaporkan dan menyerahkan pada pejabat karantina untuk keperluan tindakan karantina, pengawasan atau pengendalian.
"Burung tersebut kami tahan karena tidak dilengkapi dokumen apapun, kami berharap kejadian serupa tidak terulang dan masyarakat taat terhadap aturan tersebut guna kelestarian berbagai satwa dilindungi," katanya.
Ia mengatakan, pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan pemilik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000, sedangkan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.
"Kami mengimbau kepada semua pihak yang ingin melalulintaskan hewan dan produknya serta tumbuhan dan produknya melaporkan kepada Balai Karantina Pertanian untuk dilakukan tindakan karantina sekaligus menjaga kelestarian alam Indonesia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020
"Sebanyak lima ekor burung tersebut kami temukan dalam sangkar besi, pada saat petugas melakukan pemeriksaan rutin di Pelabuhan Pangkalbalam," kata Kepala Balai Karantina Pertanian Kelas II Pangkalpinang Saifuddin Zuhri di Pangkalpinang, Kamis.
Dalam kasus itu, Balai Karantina Pangkalpinang masih melakukan penyelidikan untuk menemukan pemilik dan sedang melakukan koordinasi dengan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumatera Selatan Resort Bangka.
"Untuk saat ini media pembawa beserta lima burung di dalamnya kami tahan di instalasi Karantina Hewan dan Pertanian Pangkalpinang karena pengiriman satwa tersebut tidak dilengkapi dokumen sesuai aturan yang berlaku," katanya.
Ia menjelaskan, burung Serindit Melayu atau "Loriculus Galgulus" merupakan salah satu satwa yang dilindungi dengan ciri bulu warna dominan hijau dan merah pada bagian ekor, berparuh bengkok dan ukuran tubuh kecil, sedangkan pada pejantan mempunyai ciri khas bulu mahkota yang berwarna biru pada bagian kepala.
Menurut dia, satwa tersebut dilindungi tersebut sesuai Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor P.106/MENLHK/SETJEN/KUM.1/12/2018 tentang Jenis tanaman dan satwa yang dilindungi.
Ia menambahkan, berdasarkan Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan, setiap media pembawa termasuk satwa liar yang akan dikirim wajib dilengkapi dokumen karantina sertifikat kesehatan hewan (KH-11) dari tempat pengeluaran serta melaporkan dan menyerahkan pada pejabat karantina untuk keperluan tindakan karantina, pengawasan atau pengendalian.
"Burung tersebut kami tahan karena tidak dilengkapi dokumen apapun, kami berharap kejadian serupa tidak terulang dan masyarakat taat terhadap aturan tersebut guna kelestarian berbagai satwa dilindungi," katanya.
Ia mengatakan, pelanggaran terhadap Undang-undang Nomor 21 Tahun 2019 tentang Karantina Hewan, Ikan dan Tumbuhan pemilik dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan denda paling banyak Rp2.000.000.000, sedangkan menurut Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dapat dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.
"Kami mengimbau kepada semua pihak yang ingin melalulintaskan hewan dan produknya serta tumbuhan dan produknya melaporkan kepada Balai Karantina Pertanian untuk dilakukan tindakan karantina sekaligus menjaga kelestarian alam Indonesia," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2020