Denpasar (Antara Babel) - Tiga saksi kasus penelantaran anak yang dihadirkan Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak Kota Denpasar di Polda Bali memberikan keterangan yang memberatkan tersangka Margriet, ibu angkat Engeline (8).
Petugas dari P2TP2A Denpasar, Siti Sapurah, ditemui di Markas Polda Bali, Kamis, yang mendampingi ketiga saksi itu menyatakan bahwa dari keterangan saksi, tersangka kerap melakukan penyiksaan kepada Engeline salah satunya memukul korban menggunakan bambu.
"Kalau paling parah itu pakai bambu yang sudah dibelah, sampai bambu itu pecah," katanya.
Dia menjelaskan bahwa tersangka kerap kali melakukan kekerasan dengan memukul hingga menyeret bocah yang ditemukan tewas di kubur di halaman belakang rumahnya pada Rabu (10/6).
"Kalau sedikit saja salah, ada kata-kata kasar seperti 'aku yang kasih hidup, aku kasih makan, kau tak boleh santai, harus kerja'," ucap Siti menuturkan keterangan saksi.
Akibatnya, hampir seluruh tubuh bocah cantik itu menderita luka dan lebam dan tak jarang tiga saksi itu memberikan bantuan untuk mengobati lebam anak tersebut.
Franky, salah satu saksi yang sempat bekerja sebagai pengurus ayam dan rumah di kediaman tersangka menjelaskan bahwa dirinya kerap mengingatkan wanita berusia 60 tahun itu untuk tidak melakukan kekerasan kepada Engeline.
"Saya sudah sering bicara untuk tidak perlu memukul kan anak-anak, sudah ada saya yang kerja," ucapnya.
Ia mengaku bahwa selama tiga bulan bekerja dengan Margriet, memutuskan untuk berhenti karena tidak tahan dan tidak cukup dengam biaya hidupnya.
"Saya tidak cukup biaya hidup dan tidak tahan," ucapnya.
Selain Franky, dua saksi yang dihadirkan yakni Yudith dan Laura yang juga sempat tinggal di rumah itu pada periode Desember 2014 hingga Maret 2015.
Mereka diterbangkan dari Balikpapan, Kalimantan Timur, khusus untuk memberikan kesaksian.
Sebelumny pengacara Margriet, Hotma Sitompul mempertanyakan latar belakang dan motivasi ketiga tersangka memberikan kesaksian.
"Tanya dulu ini orang (saksi) siapa dulu. Ada rasa sakit hati tidak?. Jangan-jangan dulu melakukan kesalahan di rumah itu (rumah Margriet) terus diusir," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Petugas dari P2TP2A Denpasar, Siti Sapurah, ditemui di Markas Polda Bali, Kamis, yang mendampingi ketiga saksi itu menyatakan bahwa dari keterangan saksi, tersangka kerap melakukan penyiksaan kepada Engeline salah satunya memukul korban menggunakan bambu.
"Kalau paling parah itu pakai bambu yang sudah dibelah, sampai bambu itu pecah," katanya.
Dia menjelaskan bahwa tersangka kerap kali melakukan kekerasan dengan memukul hingga menyeret bocah yang ditemukan tewas di kubur di halaman belakang rumahnya pada Rabu (10/6).
"Kalau sedikit saja salah, ada kata-kata kasar seperti 'aku yang kasih hidup, aku kasih makan, kau tak boleh santai, harus kerja'," ucap Siti menuturkan keterangan saksi.
Akibatnya, hampir seluruh tubuh bocah cantik itu menderita luka dan lebam dan tak jarang tiga saksi itu memberikan bantuan untuk mengobati lebam anak tersebut.
Franky, salah satu saksi yang sempat bekerja sebagai pengurus ayam dan rumah di kediaman tersangka menjelaskan bahwa dirinya kerap mengingatkan wanita berusia 60 tahun itu untuk tidak melakukan kekerasan kepada Engeline.
"Saya sudah sering bicara untuk tidak perlu memukul kan anak-anak, sudah ada saya yang kerja," ucapnya.
Ia mengaku bahwa selama tiga bulan bekerja dengan Margriet, memutuskan untuk berhenti karena tidak tahan dan tidak cukup dengam biaya hidupnya.
"Saya tidak cukup biaya hidup dan tidak tahan," ucapnya.
Selain Franky, dua saksi yang dihadirkan yakni Yudith dan Laura yang juga sempat tinggal di rumah itu pada periode Desember 2014 hingga Maret 2015.
Mereka diterbangkan dari Balikpapan, Kalimantan Timur, khusus untuk memberikan kesaksian.
Sebelumny pengacara Margriet, Hotma Sitompul mempertanyakan latar belakang dan motivasi ketiga tersangka memberikan kesaksian.
"Tanya dulu ini orang (saksi) siapa dulu. Ada rasa sakit hati tidak?. Jangan-jangan dulu melakukan kesalahan di rumah itu (rumah Margriet) terus diusir," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015