Jakarta (Antara Babel) - Istana Negara Jakarta, Rabu sore menjelang maghrib sedang kedatangan tamu para pelawak. Tak heran jika gelak tawa memenuhi seantero ruang, bahkan tawa Sang Presiden Joko Widodo (Jokowi) tak kalah lepasnya.
Tak lama berselang, berita Setya Novanto yang mundur sebagai Ketua DPR RI pun terkonfirmasi sebagai kabar yang shahih.
Entah kebetulan yang disengaja atau tidak, Istana memang sedang dipenuhi tawa ketika Pimpinan DPR dalam proses meletakkan jabatannya.
Masyarakat pun mendapat tontonan ironi sekaligus kelegaan pihak-pihak yang merasa berada di atas angin ketika dua penggal fragmen yang terpisah itu disatukan dalam sebuah bingkai.
Jokowi sedang duduk di sisi Andre Taulany, Dorce, Nunung, dan Cak Lontong. Sementara di hadapannya tak bosan berbicara si Jarwo Kwat, Sule, Parto, dan Aziz. Wajar jika Presiden pun akhirnya bisa "ngakak".
Presiden memang memanggil sederet komedian ternama hari itu untuk sekadar bincang santai dan makan bersama.
"Sepertinya Bapak capek dan ingin tertawa bareng para pelawak," kata sumber orang dalam Istana yang tak mau disebut namanya.
Meskipun sempat beredar spekulasi lain bahwa Presiden sengaja menghadirkan 14 pelawak papan atas ke Istana untuk mengalihkan perhatian media terkait sikapnya terhadap keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Konstelasi Berubah
Boleh jadi pada detik dan waktu yang tak terpaut lama, rupa dan perasaan Jokowi versus Setya Novanto berlawanan 180 derajat.
Jokowi tengah tertawa lepas serasa tanpa beban, tepat ketika Novanto sedang diliputi kegalauan menjelang kemundurannya sebagai Ketua DPR RI, terkait masalah "papa minta saham" PT. Freeport Indonesia.
Sikap Setya Novanto jelas akan menuai polemik, sekaligus menjadi bahan yang paling banyak diperbincangkan.
Sementara Jokowi justru sedang melepaskan kepenatannya dan bersenda gurau, termasuk membicarakan usulan Cak Lontong untuk mendirikan Museum Komedi Indonesia di Kota Solo, kota asal Sang Presiden.
Keduanya berada di dua tempat yang berbeda, baik suasana maupun peruntungannya.
Namun, keduanya jelas sedang saling melihat reaksi satu sama lain.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung pun telah berkali-kali menegaskan bahwa Presiden memberikan perhatian secara khusus terhadap proses di MKD, terkait sidang kasus etik yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dalam polemik "papa minta saham" kepada PT. Freeport.
Menurut Pramono, Presiden dari waktu ke waktu menugaskan jajarannya untuk melaporkan perkembangan proses di MKD (Makamah Kehormatan Dewan).
"Artinya apa yang menjadi harapan publik, keinginan masyarakat itu bisa diterjemahkan dan ditangkap secara baik oleh teman-teman di MKD," tutur Mas Pram, sapaan karib Pramono Anung.
Memang Jokowi tak mungkin menutup mata, sebab konstelasi politik di DPR juga jelas harus menjadi bagian dari pengamatan utamanya.
Terlebih bahwa polemik yang sedang bergulir menyangkut dugaan pencatutan nama dirinya sebagai Presiden.
Pelajaran Novanto
Kemunduran Novanto tersebar secara viral melalui sosial media dan pesan atau messenger, termasuk whatsapp grup yang terus terganda secara berantai, yang juga disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun TV nasional.
Dalam surat tertanggal 16 Desember 2015 itu, Novanto menyebutkan ingin menyampaikan sikapnya yang dilandasi penghormatannya kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Selama saya mengemban tugas sebagai pimpinan dewan, tentu ada banyak dinamika yang terjadi, dinamika yang perlu disikapi dengan bijaksana. Sikap yang selalu harus dilandasi kecintaan kepada kepentingan bangsa. Amanah yang saya emban selama ini, adalah sebuah tanggung jawab yang harus selalu bertolak dari hal tersebut. Atas dasar itulah, izinkan saya menyampaikan pengunduran diri dari posisi pimpinan dewan. Seraya memohon maaf atas kekhilafan yang terjadi, serta teriring doa yang tulus untuk bangsa, semoga bangsa kita dapat menatap masa depan yang lebih baik. Salam hormat saya kepada seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai," tulis Novanto.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Nurul Arifin dalam pesannya membenarkan kemunduran Novanto.
"Benar Bapak mundur. Demi untuk kepentingan bangsa dan negara, agar tidak ada lagi kegaduhan lagi. Bapak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah memberikan kesempatan dan kepercayaan menjalankan amanah ini. Beliau berharap MKD dapat terus menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Saya bangga dapat mendampingi beliau. Terima kasih," tulis Nurul.
Polemik Novanto dalam tanda pagar #papamintasaham itu memang menyedot perhatian publik di Tanah Air yang demikian besar.
Aspirasi dan kehendak rakyat luar biasa besar tercermin dalam banyak "meme" di media sosial bahkan menjadi bahasan yang viral dalam berbagai kesempatan.
Polemik itu memberikan pelajaran tentang betapa etika harus ditegakkan dan aspirasi rakyat harus ditangkap.
Konsep negara adalah rakyat semestinya ditegakkan tinggi-tinggi di sebuah negara demokrasi.
Di sisi lain bahwa bagaimana pun juga etika bergaul dan berpolitik tetaplah sesuatu yang mesti diagungkan demi tetap tegaknya sistem tata negara yang baik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015
Tak lama berselang, berita Setya Novanto yang mundur sebagai Ketua DPR RI pun terkonfirmasi sebagai kabar yang shahih.
Entah kebetulan yang disengaja atau tidak, Istana memang sedang dipenuhi tawa ketika Pimpinan DPR dalam proses meletakkan jabatannya.
Masyarakat pun mendapat tontonan ironi sekaligus kelegaan pihak-pihak yang merasa berada di atas angin ketika dua penggal fragmen yang terpisah itu disatukan dalam sebuah bingkai.
Jokowi sedang duduk di sisi Andre Taulany, Dorce, Nunung, dan Cak Lontong. Sementara di hadapannya tak bosan berbicara si Jarwo Kwat, Sule, Parto, dan Aziz. Wajar jika Presiden pun akhirnya bisa "ngakak".
Presiden memang memanggil sederet komedian ternama hari itu untuk sekadar bincang santai dan makan bersama.
"Sepertinya Bapak capek dan ingin tertawa bareng para pelawak," kata sumber orang dalam Istana yang tak mau disebut namanya.
Meskipun sempat beredar spekulasi lain bahwa Presiden sengaja menghadirkan 14 pelawak papan atas ke Istana untuk mengalihkan perhatian media terkait sikapnya terhadap keputusan Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD).
Konstelasi Berubah
Boleh jadi pada detik dan waktu yang tak terpaut lama, rupa dan perasaan Jokowi versus Setya Novanto berlawanan 180 derajat.
Jokowi tengah tertawa lepas serasa tanpa beban, tepat ketika Novanto sedang diliputi kegalauan menjelang kemundurannya sebagai Ketua DPR RI, terkait masalah "papa minta saham" PT. Freeport Indonesia.
Sikap Setya Novanto jelas akan menuai polemik, sekaligus menjadi bahan yang paling banyak diperbincangkan.
Sementara Jokowi justru sedang melepaskan kepenatannya dan bersenda gurau, termasuk membicarakan usulan Cak Lontong untuk mendirikan Museum Komedi Indonesia di Kota Solo, kota asal Sang Presiden.
Keduanya berada di dua tempat yang berbeda, baik suasana maupun peruntungannya.
Namun, keduanya jelas sedang saling melihat reaksi satu sama lain.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung pun telah berkali-kali menegaskan bahwa Presiden memberikan perhatian secara khusus terhadap proses di MKD, terkait sidang kasus etik yang melibatkan Ketua DPR Setya Novanto dalam polemik "papa minta saham" kepada PT. Freeport.
Menurut Pramono, Presiden dari waktu ke waktu menugaskan jajarannya untuk melaporkan perkembangan proses di MKD (Makamah Kehormatan Dewan).
"Artinya apa yang menjadi harapan publik, keinginan masyarakat itu bisa diterjemahkan dan ditangkap secara baik oleh teman-teman di MKD," tutur Mas Pram, sapaan karib Pramono Anung.
Memang Jokowi tak mungkin menutup mata, sebab konstelasi politik di DPR juga jelas harus menjadi bagian dari pengamatan utamanya.
Terlebih bahwa polemik yang sedang bergulir menyangkut dugaan pencatutan nama dirinya sebagai Presiden.
Pelajaran Novanto
Kemunduran Novanto tersebar secara viral melalui sosial media dan pesan atau messenger, termasuk whatsapp grup yang terus terganda secara berantai, yang juga disiarkan secara langsung oleh beberapa stasiun TV nasional.
Dalam surat tertanggal 16 Desember 2015 itu, Novanto menyebutkan ingin menyampaikan sikapnya yang dilandasi penghormatannya kepada seluruh rakyat Indonesia.
"Selama saya mengemban tugas sebagai pimpinan dewan, tentu ada banyak dinamika yang terjadi, dinamika yang perlu disikapi dengan bijaksana. Sikap yang selalu harus dilandasi kecintaan kepada kepentingan bangsa. Amanah yang saya emban selama ini, adalah sebuah tanggung jawab yang harus selalu bertolak dari hal tersebut. Atas dasar itulah, izinkan saya menyampaikan pengunduran diri dari posisi pimpinan dewan. Seraya memohon maaf atas kekhilafan yang terjadi, serta teriring doa yang tulus untuk bangsa, semoga bangsa kita dapat menatap masa depan yang lebih baik. Salam hormat saya kepada seluruh rakyat Indonesia yang saya cintai," tulis Novanto.
Anggota DPR dari Fraksi Golkar Nurul Arifin dalam pesannya membenarkan kemunduran Novanto.
"Benar Bapak mundur. Demi untuk kepentingan bangsa dan negara, agar tidak ada lagi kegaduhan lagi. Bapak mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang sudah memberikan kesempatan dan kepercayaan menjalankan amanah ini. Beliau berharap MKD dapat terus menjalankan tugas dan fungsinya sebagaimana mestinya. Saya bangga dapat mendampingi beliau. Terima kasih," tulis Nurul.
Polemik Novanto dalam tanda pagar #papamintasaham itu memang menyedot perhatian publik di Tanah Air yang demikian besar.
Aspirasi dan kehendak rakyat luar biasa besar tercermin dalam banyak "meme" di media sosial bahkan menjadi bahasan yang viral dalam berbagai kesempatan.
Polemik itu memberikan pelajaran tentang betapa etika harus ditegakkan dan aspirasi rakyat harus ditangkap.
Konsep negara adalah rakyat semestinya ditegakkan tinggi-tinggi di sebuah negara demokrasi.
Di sisi lain bahwa bagaimana pun juga etika bergaul dan berpolitik tetaplah sesuatu yang mesti diagungkan demi tetap tegaknya sistem tata negara yang baik.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2015