Tempilang, 30/6 (Antarababel) - Pemerintah Provinsi Bangka Belitung (Babel) memberikan apresiasi positif digelarnya tradisi perang ketupat yang terus dilestarikan di Kecamatan Tempilang, Kabupaten Bangka Barat.
"Kami berharap budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi perang ketupat ini terus dilestarikan sekaligus untuk menambah khasanah pariwisata daerah," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Babel Yan Megawandi di Tempilang, minggu.
Ia mengatakan, tradisi yang melambangkan semangat kegotongroyongan dan mampu dijadikan sebagai sarana mempererat silaturahim ini wajib dijaga dan dilestarikan.
"Pelaksanaan kegiatan tahun ini lebih meriah dibanding tahun lalu, itu merupakan suatu bukti masyarakat semakin banyak yang berpartisipasi," ujarnya.
Ia mengharapkan, ke depan pelaksanaan rangkaian kegiatan semuanya dapat di buka untuk publik, bukan hanya pada pelaksanaan perang ketupatnya saja.
"Tradisi ini memiliki lima bagian, yaitu penimbongan, ngancak, perang ketupat, nganyot perae dan taber kampong,kami harapkan lima tahapan itu bisa digelar terbuka untuk penonton agar lebih meriah," kata dia.
Dengan pelaksanaan yang lebih besar, kata dia, rangkaian kegiatan itu bisa dikembangkan sebagai kalender budaya dan pariwisata provinsi.
Menurut dia, dalam kemasan penampilan gelaran perang ketupat perlu terus ditingkatkan agar lebih menarik minat wisatawan dari daerah luar.
"Kami berharap gelaran kegiatan yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Syaban tahun Hijriah ini terus berkembang dan bisa mampu memperkaya khasanah kebudayaan lokal untuk mendukung wisata sejarah dan budaya yang dikembangkan Bangka Barat," ujarnya.
Sementara itu, dalam pelaksanaan perang ketupat yang digelar di tepi Pantai Pasir Kuning, Tempilang dihadiri puluhan ribu penonton, baik dari Bangka Barat maupun warga kabupaten lain.
Kegiatan tradisi warisan leluhur itu merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan untuk memerangi mahluk-mahluk halus jahat agar tidak menggangu masyarakat setempat dalam melakukan aktivitas baik di darat maupun di laut.
Ratusan ketupat yang telah disediakan panitia digunakan sebagai peluru untuk saling melempar dua regu yang menjadi peserta perang dan dilaksanakan sekitar dua menit.
Setelah saling lempar ketupat, para peserta yang diambil acak dari penonton yang hadir saling memaafkan, ini merupakan bentuk silaturahim, saling memaafkan dan rasa persaudaraan yang dikembangkan masyarakat Tempilang mulai ratusan tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013
"Kami berharap budaya dan kearifan lokal yang terkandung dalam tradisi perang ketupat ini terus dilestarikan sekaligus untuk menambah khasanah pariwisata daerah," ujar Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Babel Yan Megawandi di Tempilang, minggu.
Ia mengatakan, tradisi yang melambangkan semangat kegotongroyongan dan mampu dijadikan sebagai sarana mempererat silaturahim ini wajib dijaga dan dilestarikan.
"Pelaksanaan kegiatan tahun ini lebih meriah dibanding tahun lalu, itu merupakan suatu bukti masyarakat semakin banyak yang berpartisipasi," ujarnya.
Ia mengharapkan, ke depan pelaksanaan rangkaian kegiatan semuanya dapat di buka untuk publik, bukan hanya pada pelaksanaan perang ketupatnya saja.
"Tradisi ini memiliki lima bagian, yaitu penimbongan, ngancak, perang ketupat, nganyot perae dan taber kampong,kami harapkan lima tahapan itu bisa digelar terbuka untuk penonton agar lebih meriah," kata dia.
Dengan pelaksanaan yang lebih besar, kata dia, rangkaian kegiatan itu bisa dikembangkan sebagai kalender budaya dan pariwisata provinsi.
Menurut dia, dalam kemasan penampilan gelaran perang ketupat perlu terus ditingkatkan agar lebih menarik minat wisatawan dari daerah luar.
"Kami berharap gelaran kegiatan yang dilaksanakan pada pertengahan bulan Syaban tahun Hijriah ini terus berkembang dan bisa mampu memperkaya khasanah kebudayaan lokal untuk mendukung wisata sejarah dan budaya yang dikembangkan Bangka Barat," ujarnya.
Sementara itu, dalam pelaksanaan perang ketupat yang digelar di tepi Pantai Pasir Kuning, Tempilang dihadiri puluhan ribu penonton, baik dari Bangka Barat maupun warga kabupaten lain.
Kegiatan tradisi warisan leluhur itu merupakan kegiatan tahunan yang dilaksanakan untuk memerangi mahluk-mahluk halus jahat agar tidak menggangu masyarakat setempat dalam melakukan aktivitas baik di darat maupun di laut.
Ratusan ketupat yang telah disediakan panitia digunakan sebagai peluru untuk saling melempar dua regu yang menjadi peserta perang dan dilaksanakan sekitar dua menit.
Setelah saling lempar ketupat, para peserta yang diambil acak dari penonton yang hadir saling memaafkan, ini merupakan bentuk silaturahim, saling memaafkan dan rasa persaudaraan yang dikembangkan masyarakat Tempilang mulai ratusan tahun.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2013