Muntok (Antara Babel) - Pengurus "Muntok Heritage Community" (MHC) atau komunitas pemerhati sejarah Kota Muntok meminta Pemerintah Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung membongkar Taman Diponegoro karena tidak sesuai dengan rancangan pembangunan kota pusaka.
"Tulisan berukuran besar atau 'letter mark' Taman Diponegoro yang dibangun di depan Kantor PT PLN Muntok tidak tepat. Kami khawatir jika tidak segera dibongkar akan memberikan informasi salah kepada masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Muntok," kata Ketua MHC, Chairul Amri Rani di Muntok, Kamis.
Ia mengatakan, lokasi dibangunnya "letter mark" Taman Diponegoro tersebut pada masa pendudukan Belanda di Muntok merupakan Taman Wihelmina yang bersebelahan langsung dengan Taman Juliana dan Taman Elisabeth.
"Kawasan tersebut merupakan kawasan atau klaster Eropa, tidak ada sejarah Diponegoro di lokasi itu. Kami khawatir jika tidak dibongkar akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang sejarah Muntok," katanya.
Menurut dia, pembangunan "letter mark" Taman Diponegoro merupakan salah satu bukti kurangnya koordinasi antardinas di Pemkab Bangka Barat.
Dalam setiap pembangunan, terutama yang berlokasi di kawasan Kota Pusaka Muntok, menurut dia, sebaiknya antardinas atau instansi melakukan koordinasi dan dibahas dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) agar anggaran yang sudah dikucurkan tidak sia-sia.
"Sebagai langkah awal, 'letter mark' Taman Diponegoro bisa ditutup dahulu dengan kain agar tidak terlihat. Nanti setelah diperiksa untuk proses pertanggungjawaban keuangan dan tidak bermasalah, baru dibongkar dan diganti dengan 'latter mark' Taman Wihelmina," kata dia.
Menurut dia, penggantian "letter mark" tersebut perlu dilakukan karena ada kaitannya dengan sejarah yang akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Ia mengatakan, kombinasi kawasan tiga taman pada zaman pendudukan Belanda yang ada di lokasi itu merupakan miniatur Kebun Raya Bogor yang sudah dipertimbangkan dengan matang, baik dari segi arsitektur maupun penyediaan ruang terbuka hijau di tengah kota.
Selain "letter mark" Taman Diponegoro, kata dia, "letter mark" Taman Lokomotif juga tidak sesuai dengan sejarah yang ada.
"Dilihat dari bentuk loko dan sejarahnya, seharusnya ikon taman tersebut ditulis lokomobil, bukan lokomotif. Tulisan itu juga perlu segera diganti," kata dia.
Ia berharap dengan adanya beberapa perbaikan tersebut masyarakat bisa mendapatkan informasi yang tepat karena penamaan lokasi akan berpengaruh terhadap pengetahuan sejarah dan animo wisatawan yang berkunjung.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016
"Tulisan berukuran besar atau 'letter mark' Taman Diponegoro yang dibangun di depan Kantor PT PLN Muntok tidak tepat. Kami khawatir jika tidak segera dibongkar akan memberikan informasi salah kepada masyarakat dan wisatawan yang berkunjung ke Muntok," kata Ketua MHC, Chairul Amri Rani di Muntok, Kamis.
Ia mengatakan, lokasi dibangunnya "letter mark" Taman Diponegoro tersebut pada masa pendudukan Belanda di Muntok merupakan Taman Wihelmina yang bersebelahan langsung dengan Taman Juliana dan Taman Elisabeth.
"Kawasan tersebut merupakan kawasan atau klaster Eropa, tidak ada sejarah Diponegoro di lokasi itu. Kami khawatir jika tidak dibongkar akan mempengaruhi pengetahuan masyarakat tentang sejarah Muntok," katanya.
Menurut dia, pembangunan "letter mark" Taman Diponegoro merupakan salah satu bukti kurangnya koordinasi antardinas di Pemkab Bangka Barat.
Dalam setiap pembangunan, terutama yang berlokasi di kawasan Kota Pusaka Muntok, menurut dia, sebaiknya antardinas atau instansi melakukan koordinasi dan dibahas dalam Badan Koordinasi Penataan Ruang Daerah (BKPRD) agar anggaran yang sudah dikucurkan tidak sia-sia.
"Sebagai langkah awal, 'letter mark' Taman Diponegoro bisa ditutup dahulu dengan kain agar tidak terlihat. Nanti setelah diperiksa untuk proses pertanggungjawaban keuangan dan tidak bermasalah, baru dibongkar dan diganti dengan 'latter mark' Taman Wihelmina," kata dia.
Menurut dia, penggantian "letter mark" tersebut perlu dilakukan karena ada kaitannya dengan sejarah yang akan diwariskan kepada generasi selanjutnya.
Ia mengatakan, kombinasi kawasan tiga taman pada zaman pendudukan Belanda yang ada di lokasi itu merupakan miniatur Kebun Raya Bogor yang sudah dipertimbangkan dengan matang, baik dari segi arsitektur maupun penyediaan ruang terbuka hijau di tengah kota.
Selain "letter mark" Taman Diponegoro, kata dia, "letter mark" Taman Lokomotif juga tidak sesuai dengan sejarah yang ada.
"Dilihat dari bentuk loko dan sejarahnya, seharusnya ikon taman tersebut ditulis lokomobil, bukan lokomotif. Tulisan itu juga perlu segera diganti," kata dia.
Ia berharap dengan adanya beberapa perbaikan tersebut masyarakat bisa mendapatkan informasi yang tepat karena penamaan lokasi akan berpengaruh terhadap pengetahuan sejarah dan animo wisatawan yang berkunjung.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2016