Jakarta (Antara Babel) - Majelis hakim di Pengadilan Tindak Pidana
Korupsi hari ini menjatuhkan vonis tujuh tahun penjara kepada pengusaha
Basuki Hariman dan lima tahun penjara kepada anak buahnya Ng Fenny
karena terbukti menyuap hakim konstitusi Patrialis Akbar sebesar 50 ribu
dolar AS untuk mempengaruhi putusan uji materi Undang-Undang No.41/2014
tentang Perubahan atas Undang-Undang No.18/2009 tentang Peternakan dan
Kesehatan Hewan.
Selain hukuman penjara selama tujuh tahun, kepada Basuki hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp400 juta.
"Dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango.
Vonis hukuman Basuki lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara ditambah denda Rpsatu miliar subsider enam bulan kurungan kepada Basuki.
Sedangkan anak buah Basuki, Ng Fenny, selain divonis lima tahun penjara juga dikenai denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Vonis majelis yang meliputi hakim Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi tersebut juga lebih rendah dibanding tuntutan jaksa KPK, yang meminta Ng Fenny divonis 10 tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hakim menilai Basuki sebagai pemilik sebenarnya PT Impexindo Pratama bersama dengan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny memberikan uang 20 ribu dolar AS, 10 ribu dolar AS, uang sejumlah 20 ribu dolar AS melalui seorang perantara bernama Kamaludin kepada Patrialis Akbar untuk mempengaruhi putusan perkara tentang uji materi Undang-Undang No.41/2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penyerahan uang pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS.
Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS dan selanjutnya pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS.
"Selanjutnya uang 10 ribu dolar AS oleh Kamaludin diberikan kepada Patrialis Akbar untuk umrah," kata hakim anggota Ugo.
Menurut hakim, Patrialis menerangkan uang 10 ribu dolar AS itu adalah pengembalian utang Kamaludin namun Kamaludin menjelaskan utangnya sudah dibayar kepada Patrialis.
"Dan faktanya uang itu merupakan bagian uang yang berasal dari terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny," kata hakim Ugo.
Apabila keterangan yang satu dengan yang lain dihubungkan, menurut hakim, pemberian uang tersebut dilakukan agar Kamaludin membantu mengenalkan Patrialis Akbar kepada Basuki Hariman guna membantu penyelesaian uji materi.
"Dan Patrialis sebagai majelis hakim perkara itu diharapkan membantu dalam putusan judicial review meski terdakwa bukan pihak yang berhubungan dengan perkara tersebut tapi berhubungan karena usahanya di bidang perdagangan sapi," kata hakim Ugo.
"Sehingga dapat disimpulkan terdakwa Basuki dan Ng Fenny memberikan uang 50 ribu AS kepada Kamaludin untuk Patrialis memenuhi unsur memberi," katanya.
Meski dalam setiap pertemuan Patrialis melarang Basuki dan Ng Fenny maupun Kamaludin membawa tas atau membicarakan uang, namun Basuki secara aktif menanyakan perkembangan judicial review tersebut kepada Patrialis.
"Terdakwa pun memberikan uang secara bertahap totalnya 50 ribu dolar untuk umrah dan selebihnya untuk kepentingan pribadi dan bermain golf Patrialis Akbar," jelas hakim anggota Titi Sansiwi.
Namun majelis hakim tidak setuju dengan jaksa KPK mengenai janji Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200 ribu dolar Singapura sebagaimana tertuang dalam tuntutan jaksa KPK untuk Patrialis.
"Uang Rp2 miliar yang telah ditukar dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura yang masih di tangan terdakwa yang digunakan untuk berobat Ng Fenny ke Singapura dan diakui tidak berniat untuk diberikan ke Kamaludin karena faktanya putusan judicial review itu tidak dikabulkan maka menurut majelis hakim Rp2 miliar yang sudah ditukarkan dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura itu belum terjadi penyerahan kepada Kamaludin maupun Patrialis Akbar," jelas anggota majelis hakim Hastono.
Terhadap putusan itu baik Basuki, Fenny maupun jaksa KPK menyatkan pikir-pikir.
"Saya pikir-pikir untuk dipertimbangkan dulu," kata Basuki.
"Kami pun sama majelis pikir-pikir," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
Selain hukuman penjara selama tujuh tahun, kepada Basuki hakim juga menjatuhkan hukuman denda Rp400 juta.
"Dengan ketentuan bila tidak dibayar diganti pidana kurungan selama tiga bulan kurungan," kata ketua majelis hakim Nawawi Pamolango.
Vonis hukuman Basuki lebih ringan dibanding dengan tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), yang meminta hakim menjatuhkan hukuman 11 tahun penjara ditambah denda Rpsatu miliar subsider enam bulan kurungan kepada Basuki.
Sedangkan anak buah Basuki, Ng Fenny, selain divonis lima tahun penjara juga dikenai denda Rp200 juta subsider dua bulan kurungan karena terbukti melakukan korupsi secara bersama-sama dan berlanjut.
Vonis majelis yang meliputi hakim Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi tersebut juga lebih rendah dibanding tuntutan jaksa KPK, yang meminta Ng Fenny divonis 10 tahun dan enam bulan penjara serta denda Rp250 juta subsider tiga bulan kurungan.
Hakim menilai Basuki sebagai pemilik sebenarnya PT Impexindo Pratama bersama dengan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny memberikan uang 20 ribu dolar AS, 10 ribu dolar AS, uang sejumlah 20 ribu dolar AS melalui seorang perantara bernama Kamaludin kepada Patrialis Akbar untuk mempengaruhi putusan perkara tentang uji materi Undang-Undang No.41/2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.
Penyerahan uang pertama dilakukan Basuki kepada Kamaludin pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS.
Pemberian kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS dan selanjutnya pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS.
"Selanjutnya uang 10 ribu dolar AS oleh Kamaludin diberikan kepada Patrialis Akbar untuk umrah," kata hakim anggota Ugo.
Menurut hakim, Patrialis menerangkan uang 10 ribu dolar AS itu adalah pengembalian utang Kamaludin namun Kamaludin menjelaskan utangnya sudah dibayar kepada Patrialis.
"Dan faktanya uang itu merupakan bagian uang yang berasal dari terdakwa Basuki Hariman dan Ng Fenny," kata hakim Ugo.
Apabila keterangan yang satu dengan yang lain dihubungkan, menurut hakim, pemberian uang tersebut dilakukan agar Kamaludin membantu mengenalkan Patrialis Akbar kepada Basuki Hariman guna membantu penyelesaian uji materi.
"Dan Patrialis sebagai majelis hakim perkara itu diharapkan membantu dalam putusan judicial review meski terdakwa bukan pihak yang berhubungan dengan perkara tersebut tapi berhubungan karena usahanya di bidang perdagangan sapi," kata hakim Ugo.
"Sehingga dapat disimpulkan terdakwa Basuki dan Ng Fenny memberikan uang 50 ribu AS kepada Kamaludin untuk Patrialis memenuhi unsur memberi," katanya.
Meski dalam setiap pertemuan Patrialis melarang Basuki dan Ng Fenny maupun Kamaludin membawa tas atau membicarakan uang, namun Basuki secara aktif menanyakan perkembangan judicial review tersebut kepada Patrialis.
"Terdakwa pun memberikan uang secara bertahap totalnya 50 ribu dolar untuk umrah dan selebihnya untuk kepentingan pribadi dan bermain golf Patrialis Akbar," jelas hakim anggota Titi Sansiwi.
Namun majelis hakim tidak setuju dengan jaksa KPK mengenai janji Rp2 miliar yang sudah ditukar menjadi 200 ribu dolar Singapura sebagaimana tertuang dalam tuntutan jaksa KPK untuk Patrialis.
"Uang Rp2 miliar yang telah ditukar dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura yang masih di tangan terdakwa yang digunakan untuk berobat Ng Fenny ke Singapura dan diakui tidak berniat untuk diberikan ke Kamaludin karena faktanya putusan judicial review itu tidak dikabulkan maka menurut majelis hakim Rp2 miliar yang sudah ditukarkan dalam bentuk 200 ribu dolar Singapura itu belum terjadi penyerahan kepada Kamaludin maupun Patrialis Akbar," jelas anggota majelis hakim Hastono.
Terhadap putusan itu baik Basuki, Fenny maupun jaksa KPK menyatkan pikir-pikir.
"Saya pikir-pikir untuk dipertimbangkan dulu," kata Basuki.
"Kami pun sama majelis pikir-pikir," kata jaksa KPK Lie Putra Setiawan.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017