Jakarta (Antara Babel) - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta memutuskan bahwa pengusaha Basuki Hariman tidak terbukti memberikan  Rp2 miliar kepada Hakim Konstitusi Patrialis Akbar untuk mempengaruhi uji materi UU Peternakan dan Kesehatan Hewan.

"Mengenai uang sejumlah Rp2 miliar yang telah ditukarkan dalam bentuk 200 ribu dolar AS dan masih di tangan Basuki Hariman, Ng Fenny mempersiapkan uang tersebut atas perintah Basuki Hariman," kata anggota Majelis Hakim Hastono dalam sidang pembacaan vonis di pengadilan Tipikor Jakarta, Senin.

Basuki Hariman pernah menjanjikan berobat ke Singapura dan setahu Ng Fenny putusan 'judicial review' tersebut tidak dikabulkan, maka menurut majelis terhadap uang Rp2 miliar yang sudah ditukarkan 200 ribu dolar Singapura belum terjadi penyerahan kepada Kamaludin maupun Patrialis Akbar.

Dalam putusannya, majelis hakim menilai bahwa "beneficial owner" (pemilik sebenarnya) PT Impexindo Pratama Basuki Hariman bersama dengan General Manager PT Impexindo Pratama Ng Fenny memberikan uang 50 ribu dolar AS melalui seorang perantara bernama Kamaludin.

Dihubungkan dengan  Patrialis Akbar sebagai hakim konstitusi untuk mempengaruhi putusan Perkara Nomor 129/ PUU-XIII/ 2015 terkait uji materi atas UU No 41 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU No 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan.

Basuki Hariman divonis tujuh tahun ditambah denda Rp400 juta subsider selama 3 bulan kurungan sedangkan Ng Fenny divonis 5 tahun ditambah denda Rp200 juta subisder 2 bulan kurungan.

Vonis keduanya lebih rendah dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK yang meminta agar Basuki Hariman divonis 11 tahun penjara ditambah denda Rp1 miliar subsider 6 bulan kurungan sementara Ng Fenny dituntut agar dijatuhi hukuman 10 tahun dan 6 bulan ditambah denda sebesar Rp250 juta subsider 3 bulan kurungan.

Vonis yang diambil oleh majelis hakim Nawawi Pamolango, Hariono, Hastono, Ugo dan Titi Sansiwi menyatakan Basuki dan Fenny terbukti bersalah sesuai pasal 6 ayat (1) huruf a UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 dan Pasal 64 ayat (1) KUHP tentang penyuapan kepada hakim.

Suap yang terbukti diberikan hanya berjumlah 50 ribu dolar AS yang diserahkan secara bertahap yaitu pada 22 September 2016 di restoran Paul Pacific Place sejumlah 20 ribu dolar AS; kedua pada 13 Oktober 2016 di retoran di Hotel Mandarin Oriental Jakarta sebesar 10 ribu dolar AS; ketiga adalah pada 23 Desember 2016 di area parkir Plaza Buaran sejumlah 20 ribu dolar AS.

"Selanjutnya uang 10 ribu dolar AS oleh Kamaludin diberikan kepada Patrialis Akbar untuk umroh," kata hakim anggota Ugo.

Menurut hakim, pemberian uang tersebut adalah agar Kamaludin membantu mengenalkan Patrialis Akbar kepada Basuki Hariman agar membantu penyelesaian uji materi meski Basuki bukan pihak yang berhubungan dengan perkara tersebut tapi berhubungan karena usahanya di bidang perdagangan sapi.

"Basuki secara aktif menanyakan perkembangan judicial review tersebut kepada Patrialis.

"Setiap pertemuan terdakwa selalu menanyakan perkembangan 'judicial review' tersebut walau Patrialis Akbar melarang untuk membawa tas atau menyinggung soal uang tapi terungkap dalam sidang Kamaludin mendapatkan 'draft' putusan yang amarnya berbeda yaitu dikabulkan dan dikabulkan sebagian.

Terdakwa pun memberikan uang secara bertahap totalnya 50 ribu dolar untuk umroh dan selebihnya untuk kepetingan pribadi dan bermain golf Patrialis Akbar, jelas hakim anggota Titi Sansiwi.

Terhadap putusan itu, Basuki, Fenny dan JPU KPK menyatakan pikir-pikir. JPU bahkan mengatakan bahwa uang Rp2 miliar itu masih ada di tangan Basuki.

"Seperti fakta yang terungkap di persidangan bahwa uang Rp2 miliar masih ada di tangan Basuki Hariman. Sampai saat ini Basuki tidak bersedia menyampaikan di mana barangnya itu dan juga tidak bersedia menyerahkan kembali," kata JPU KPK Lie Putra Setiawan.

Namun Lie mengakui bahwa KPK masih meyakini adanya pemberian janji sebesar Rp2 miliar itu kepada Patrialis Akbar.

"Di sini suap ada dua yaitu pertama menyerahkan sesuatu atau kedua memberikan janji. Kami menilai Rp2 miliar tersebut sebagai memberikan janji. Kami tidak meminta Rp2 miliar untuk disita karena uang itu diyakini masih berada di tangan Basuki Hariman dan yang bersangkutan tidak bersedia untuk menyerahkan," tambah jaksa Lie.

Lie pun mengaku KPK menghormati putusan teresbut.

"Kami sangat menghormati materi yang disampaikan majelis hakim, majelis hakim punya pertimbangan semua, bila tidak sama dengan yang kami pertimbangkan itu hal yang wajar, kami menghormati, kita lihat apakah upaya hukum kami perlukan atau tidak," kata Jaksa Lie.

Pewarta: Desca Lidya Natalia

Editor : Rustam Effendi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017