Jakarta (Antara Babel) - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mendesak penghapusan iklan rokok terutama di dunia penyiaran seperti di televisi seiring dengan pembahasan Rancangan Undang-undang tentang Penyiaran.
"Iklan, promosi dan sponsor rokok adalah strategi marketing industri rokok untuk menjadikan anak dan remaja sebagai target pasar dan perokok pengganti generasi berikutnya," kata Ketua KPAI Susanto di Jakarta, Senin.
Menilik kalangan anak kerap menjadi sasaran promosi rokok, dia berharap undang-undang yang mengatur tentang penyiaran nantinya pro terhadap perlindungan anak sehingga terhindar dari paparan iklan rokok.
Menurut dia, prevalensi anak sebagai perokok meningkat dari massa ke massa. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi anak 16-19 tahun yang merokok meningkat tiga kali lipat dalam kurun 1995 ke 2014, yaitu dari 7,1 persen menjadi 20,5 persen.
Sementara perokok dini usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100 persen dalam kurun 20 tahun yaitu 8,9 persen pada 1995 menjadi 18 persen di 2013.
Selanjutnya, penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada 2013 menunjukkan tingkat kecanduan pada anak SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8 persen. Artinya 1 dari 5 remaja yang merokok telah mengalami kecanduan.
Susanto mengatakan peningkatan itu menunjukkan anak menjadi sasaran promosi rokok untuk menggaet konsumen baru. Hal itu bertolak belakang dengan upaya-upaya perlindungan anak terutama dari aspek kesehatan yang terkait dengan hak tumbuh kembang anak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya perokok pada usia anak, kata dia, adalah karena lemahnya pengaturan iklan rokok serta masifnya iklan rokok.
"Saat ini, ada 144 negara di dunia yang melarang iklan rokok. Di ASEAN, hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok di televisi," kata dia.
Padahal, kata Susanto, pemerintah seharusnya melindungi anak dari paparan zat pemicu kecanduan (adiktif) seperti narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya termasuk zat-zat yang terkandung di dalam rokok.
Dia mengatakan terdapat landasan hukum agar pemerintah menghindarkan anak dari paparan zat adiktif yaitu UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 59.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017
"Iklan, promosi dan sponsor rokok adalah strategi marketing industri rokok untuk menjadikan anak dan remaja sebagai target pasar dan perokok pengganti generasi berikutnya," kata Ketua KPAI Susanto di Jakarta, Senin.
Menilik kalangan anak kerap menjadi sasaran promosi rokok, dia berharap undang-undang yang mengatur tentang penyiaran nantinya pro terhadap perlindungan anak sehingga terhindar dari paparan iklan rokok.
Menurut dia, prevalensi anak sebagai perokok meningkat dari massa ke massa. Data Kementerian Kesehatan menunjukkan prevalensi anak 16-19 tahun yang merokok meningkat tiga kali lipat dalam kurun 1995 ke 2014, yaitu dari 7,1 persen menjadi 20,5 persen.
Sementara perokok dini usia 10-14 tahun meningkat lebih dari 100 persen dalam kurun 20 tahun yaitu 8,9 persen pada 1995 menjadi 18 persen di 2013.
Selanjutnya, penelitian di Rumah Sakit Persahabatan pada 2013 menunjukkan tingkat kecanduan pada anak SMA yang merokok cukup tinggi, yaitu 16,8 persen. Artinya 1 dari 5 remaja yang merokok telah mengalami kecanduan.
Susanto mengatakan peningkatan itu menunjukkan anak menjadi sasaran promosi rokok untuk menggaet konsumen baru. Hal itu bertolak belakang dengan upaya-upaya perlindungan anak terutama dari aspek kesehatan yang terkait dengan hak tumbuh kembang anak.
Salah satu faktor yang mempengaruhi meningkatnya perokok pada usia anak, kata dia, adalah karena lemahnya pengaturan iklan rokok serta masifnya iklan rokok.
"Saat ini, ada 144 negara di dunia yang melarang iklan rokok. Di ASEAN, hanya Indonesia yang belum melarang iklan rokok di televisi," kata dia.
Padahal, kata Susanto, pemerintah seharusnya melindungi anak dari paparan zat pemicu kecanduan (adiktif) seperti narkoba, alkohol, psikotropika dan zat adiktif lainnya termasuk zat-zat yang terkandung di dalam rokok.
Dia mengatakan terdapat landasan hukum agar pemerintah menghindarkan anak dari paparan zat adiktif yaitu UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak pasal 59.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2017