Jakarta (Antaranews Babel) - Sejak kecil, anak-anak di bangku sekolah kerap diajarkan bahwa manusia memiliki tiga kebutuhan pokok yang sangat penting untuk kehidupan mereka, yaitu sandang, pangan, dan papan atau perumahan.

Pangan, sebagai salah satu kebutuhan pokok tersebut, sayangnya kerap terabaikan di tengah hiruk-pikuk beragam isu perpolitikan nasional yang dirasa lebih "seksi".

Untuk itu, upaya sejumlah pihak yang ingin mengingatkan esensialnya kebijakan yang berpihak kepada pembangunan sektor pangan yang merata dan berkeadilan sangat perlu diapresiasi.

Salah satunya, Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia yang baru saja menggelar "Jakarta Food Security Summit" (JFSS) di Balai Sidang Jakarta, 8-9 Maret 2018.

Dalam acara tersebut, Ketua Umum Kadin Indonesia Rosan Perkasa Roeslani mengingatkan ketimpangan kondisi perekonomian masih mewarnai sektor pangan Nusantara sehingga perlu adanya solusi untuk meningkatkan perekonomian yang lebih berkeadilan.

Menurut Rosan, JFFS ini pada intinya merupakan upaya untuk menggerakkan seluruh pemangku kepentingan dalam mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional.

Untuk itu, ujar dia, pada JFFS-4 ditetapkan tema: "Pemerataan Ekonomi Sektor Pertanian, Peternakan dan Perikanan Melalui Kebijakan dan Kemitraan".

Dalam hubungan ini, Kadin melihat perlu terus dikembangkan kebijakan dan kemitraan yang berpihak kepada sektor pertanian, peternakan dan perikanan, agar dapat menciptakan swasembada dan ketahanan pangan dan sekaligus meningkatkan kesejahteraan petani, peternak dan nelayan, yang pada gilirannya akan menciptakan perekonomian yang lebih berkeadilan.

Ketum Kadin mengemukakan, persoalan pangan saat ini telah menjadi perhatian utama dunia sehingga pemerintah juga perlu berfokus dalam mengatasi beragam permasalahan pangan Nusantara.

Rosan mengingatkan bahwa pada Februari 2018 ini, jumlah penduduk dunia adalah sekitar 7,6 miliar orang dan pada tahun 2050 diproyeksikan melonjak menjadi 9,8 miliar orang.

Sementara penduduk Indonesia kini sudah berjumlah 265 juta orang, atau terletak pada urutan ke-4 negara berpenduduk terbanyak di dunia setelah China, India, dan Amerika Serikat.

Untuk itu, ujar dia, segala daya dan upaya dilakukan oleh pemerintah di dunia untuk menciptakan ketahanan pangan, baik melalui program swasembada atau bahkan mengimpor, demi menjaga adanya stabilitas ekonomi dan politik nasional.

    
Kualitas Gizi
Di tempat terpisah, Badan Pangan dan Pertanian PBB (FAO) menyebut perbaikan kualitas gizi masyarakat dapat mendukung peningkat Indonesia dari negara berpendapatan sedang menjadi negara berpendapatan tinggi.

Asisten Direktur Jenderal dan Kepala Perwakilan Regional FAO untuk Asia dan Pasifik Kundhavi Kadiresan mendorong konvergensi pemangku kepentingan di sektor publik dan swasta untuk mencari peluang dalam meningkatkan gizi sebagai tujuan utama dan sebagai upaya berkelanjutan dengan tercapainya peningkatan pendapatan.

Kadiresan menuturkan, pemerintah dan sektor swasta bisa bekerja sama dengan para petani dan kelompoknya untuk melakukan diversifikasi bidang pertanian, yakni dengan beralih ke tanaman pangan bernilai lebih tinggi, seperti buah dan sayur.

Selain itu, ujar dia, diversifikasi komoditas pertanian juga bisa dilakukan dengan melakukan kombinasi akuakultur atau peternakan karena menjanjikan nilai ekonomi yang lebih tinggi.

Senada dengan hal tersebut, Ketum Kadin menyatakan bahwa pemerintah perlu melepaskan ketergantungan konsumsi masyarakat terhadap beras untuk mengatasi permasalahan ketahanan pangan di Tanah Air.

Rosan memaparkan, program diversifikasi pangan harus lebih ditingkatkan, mengingat Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan sumber-sumber karbohidrat selain beras, seperti jagung, sorgum, kentang, sagu, dan umbi-umbian.

Menurut dia, untuk menunjang program diversifikasi tersebut perlu ditetapkan kluster komoditas terkait dimana untuk mencapai tujuan tersebut diperlukan ketersediaan lahan yang memadai.

Ia menyakini bahwa Indonesia akan mampu berswasembada dan menciptakan ketahanan pangan, bahkan mampu menjadi pemasok kebutuhan dan lumbung pangan dunia apabila tidak terkendala ketersediaan lahan.

Untuk itu, Kadin juga menyatakan perlunya ada program ekstensifikasi lahan pertanian secara intensif di berbagai wilayah Nusantara sebagai langkah pemerataan produksi pangan, terutama di luar Pulau Jawa.

Menurut Rosan, ketimpangan sangat menyolok apabila diperbandingkan antara luas lahan pertanian dan jumlah penduduk di Jawa dan luar Jawa.

Ketum Kadin memaparkan bahwa hampir 40 persen dari luas persawahan yang ada (8,1 juta hektare) terkonsentrasi di Pulau Jawa.

Padahal, lanjutnya, luas Jawa hanya 7 persen dari luas daratan Indonesia. Ironisnya 60 persen penduduk Indonesia yang berjumlah 265 juta jiwa bermukim di Pulau Jawa sehingga lahan sawah di Pulau Jawa semakin tergerus dan hilang sekitar 100 ribu hektare per tahun karena alih fungsi.

Hal itu, ujar dia, mengakibatkan upaya untuk mewujudkan swasembada dan ketahanan pangan nasional menjadi semakin sulit diwujudkan, sehingga sangat diperlukan upaya sungguh-sungguh untuk ekstensifikasi lahan.

    
Struktur Pekerja
Kadin juga menyoroti struktur tenaga kerja sektor pangan dalam kaitannya dengan produk domestik bruto (PDB) sehingga diharapkan dapat ditemukan solusi untuk meningkatkan kesejahteraan pekerja sektor pangan.

        Rosan menuturkan, sektor pertanian, peternakan dan perikanan juga terbebani oleh banyaknya tenaga kerja di sektor tersebut dan sedikitnya sumbangan pertanian kepada PDB.

Data BPS per Agustus 2017, menunjukkan bahwa dari total tenaga kerjadi Indonesia yang berjumlah 121,02 juta. Dari jumlah tersebut, tenaga kerja disektor pertanian (di perdesaan) meliputi 35.93 juta orang atau sebesar 29.69 persen, yang merupakan jumlah tenaga kerja terbesar dibanding di sektor-sektor lainnya.

        Sedangkan kalau dilihat dari struktur PDB dan pertumbuhan ekonomi menurut lapangan usaha, jelas terlihat adanya ketimpangan, dimana pertumbuhan sektor pertanian adalah 3,81 persen dan sumbangan pertanian pada PDB hanya 13,14 persen, sedang pertumbuhaan sektor industri 4,27 persen dan sumbangan sektor industri pada PDB adalah 20.16 persen.

Dengan demikian, lanjutnya sumbangan sektor pertanian kepada PDB relatif kecil, sedang jumlah tenaga kerjanya sangat besar, sehingga hal itu juga berdampak kepada tingkat kemiskinan di sektor pertanian relatif tinggi dibanding dengan sektor lainnya.

        Untuk itu, ujar dia, terdapat sejumlah permasalahan utama yang harus mendapatkan perhatian antara lain keterbatasan akses pada lahan, keterbatasan akses pada modal dan pasar, keterbatasan SDM, kelembagaan dan teknologi tepat guna.

Salah satu inovasi yang sedang digalakkan pemerintah, antara lain dari Kementerian Kelautan dan Perikanan yang sedang menggalakkan minapadi atau budidaya tambak ikan di tengah-tengah lahan persawahan.

        Sekretaris Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya KKP Tri Hariyanto mengatakan, penerapan sistem minapadi di berbagai daerah secara langsung turut memberikan kontribusi terhadap pasokan beras berkualitas dan suplai ikan di kalangan masyarakat.

Menurut dia, minapadi merupakan pilihan paling tepat dalam mengatasi tantangan masyarakat global ke depan tentang bagaimana mencukupi kebutuhan pangan di tengah ledakan jumlah penduduk dan perubahan iklim dan lingkungan.

Hal tersebut, lanjutnya, perlu diantisipasi salah satunya dengan mendorong inovasi intensifikasi budi daya tepat guna yang berwawasan lingkungan.

Apalagi, ia mengingatkan bahwa Indonesia memiliki potensi lahan minapadi seluas 4,9 juta hektare, sedangkan yang termanfaatkan baru 129.000 hektare.

KKP telah mengingatkan para pembudi daya perikanan agar dapat terus memahami dan melaksanakan sepenuhnya berbagai praktik yang terdapat dalam Cara Budidaya Ikan yang Baik (CBIB).

    
Pengembangan Inovasi
Sementara itu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman bersama-sama dengan Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi M Nasir menegaskan pentingnya pengembangan inovasi sektor pertanian nasional.

Saat mengunjungi Badan Penelitian dan Pengembanggan Pertanian Mekanisasi Pertanian di Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Kamis (1/3), Mentan menegaskan, kalau ingin pertanian maju harus dengan mekanisasi, harus dengan teknologi.

Menurut Amran, sejumlah inovasi dalam alat mesin pertanian terbukti dapat mempercepat produksi dan meningkatkan produktivitas hingga sebanyak 40-50 persen.

Untuk itu, ujar dia, paradigma pengembangan sektor pertanian harus diubah dari metode tradisional menjadi mekanisme yang lebih moderen dengan pendekatan untuk meningkatkan kesejahteraan bagi para petani.

Sementara itu, Menristekdikti mengemukakan, kawasan sains dan enjiniring pertanian moderen di Serpong merupakan kawasan yang ditunjuk Kementan untuk mengembangkan inovasi sektor pertanian.

M Nasir menambahkan, sinergi ini diharapkan bisa menciptakan swasembada yang lebih baik, meningkatkan efisiensi, dan mendapatkan nilai tambah bagi masyarakat.

Untuk itu, ujar dia, diharapkan koordinasi ke depannya dapat benar-benar ditingkatkan sehingga dapat betul-betul memberikan nilai tambah, serta agar warga dapat seluas-luasnya dapat menggunakan inovasi sektor pertanian tersebut.

Saat ini, Kawasan Sains dan Enjiniring Pertanian Moderen Serpong sudah membangun sejumlah infrastruktur penunjang seperti gedung galeri, rumah tanam terkendali berbasis teknologi informasi, penataan sistem irigasi mikro dan embung, serta penataan lahan dan jalan usaha tani guna mendukung komoditas padi, jagung, kedelai, bawang merah, cabe, dan tebu.

Dengan inovasi yang lebih baik, maka ke depannya sektor pangan Nusantara juga bakal lebih produktif sehingga juga membantu terwujudnya ketahanan dan kedaulatan pangan Indonesia.

Pewarta: Muhammad Razi Rahman

Editor : Riza Mulyadi


COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018