Koba (Antaranews Babel) - Lada hitam Kabupaten Bangka Tengah, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung dalam bentuk kemasan menembus harga Rp150.000 per kilogram.
"Kami menjualnya dalam bentuk kemasan yang diproduksi para UMKM di Desa Namang, ternyata mampu mendongkrak harga dari Rp50 ribu menjadi Rp150 ribu per kilogram," kata penggerak sektor UMKM Desa Namang, Zaiwan di Namang, Rabu.
Ia menjelaskan, selama ini lada hitam sangat jarang diproduksi petani lada karena harganya rendah dan dianggap tidak laku sehingga petani lebih cenderung menjual lada putih.
"Rata-rata petani lada enggan memproduksi lada hitam karena pasarnya lemah dan harganya jauh lebih rendah dibanding lada putih," katanya.
Namun, Zaiwan mampu mendorong para pelaku UMKM di Namang untuk berpikir kreatif dan inovatif agar mampu menghasilkan produk bernilai jual tinggi.
"Satu contoh adalah lada hitam, awalnya produk lada hitam ini tidak dianggap namun setelah diproduksi dan dikemas dengan baik maka mampu meningkatkan nilai jual lada ini," katanya.
Zaiwan mengaku keinginannya untuk meningkatkan penjualan lada hitam karena permintaan dari luar daerah cukup tinggi untuk penyedap rasa menu makanan.
"Kita bisa lihat di sejumlah restoran di luar daerah ada yang sengaja menyajikan makanan dengan menu andalan lada hitam dan ini artinya pasar lada hitam masih bagus," katanya.
Ia juga mengatakan, biaya produksi lada hitam juga jauh lebih rendah dibanding lada putih yang membutuhkan proses panjang dan memerlukan waktu minimal satu minggu.
"Kalau lada hitam, setelah dipetik dari batangnya para petani bisa langsung menjemurnya di bawah terik matahari, tidak perlu dibuang kulitnya dan biarkan mengering sampai benar-benar hitam," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018
"Kami menjualnya dalam bentuk kemasan yang diproduksi para UMKM di Desa Namang, ternyata mampu mendongkrak harga dari Rp50 ribu menjadi Rp150 ribu per kilogram," kata penggerak sektor UMKM Desa Namang, Zaiwan di Namang, Rabu.
Ia menjelaskan, selama ini lada hitam sangat jarang diproduksi petani lada karena harganya rendah dan dianggap tidak laku sehingga petani lebih cenderung menjual lada putih.
"Rata-rata petani lada enggan memproduksi lada hitam karena pasarnya lemah dan harganya jauh lebih rendah dibanding lada putih," katanya.
Namun, Zaiwan mampu mendorong para pelaku UMKM di Namang untuk berpikir kreatif dan inovatif agar mampu menghasilkan produk bernilai jual tinggi.
"Satu contoh adalah lada hitam, awalnya produk lada hitam ini tidak dianggap namun setelah diproduksi dan dikemas dengan baik maka mampu meningkatkan nilai jual lada ini," katanya.
Zaiwan mengaku keinginannya untuk meningkatkan penjualan lada hitam karena permintaan dari luar daerah cukup tinggi untuk penyedap rasa menu makanan.
"Kita bisa lihat di sejumlah restoran di luar daerah ada yang sengaja menyajikan makanan dengan menu andalan lada hitam dan ini artinya pasar lada hitam masih bagus," katanya.
Ia juga mengatakan, biaya produksi lada hitam juga jauh lebih rendah dibanding lada putih yang membutuhkan proses panjang dan memerlukan waktu minimal satu minggu.
"Kalau lada hitam, setelah dipetik dari batangnya para petani bisa langsung menjemurnya di bawah terik matahari, tidak perlu dibuang kulitnya dan biarkan mengering sampai benar-benar hitam," katanya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2018