Koba, (Antara Babel) - Royalti hasil penjualan timah ekspor untuk daerah penghasil masih dinilai rendah atau belum sebanding dengan dampak yang dihasilkan bagi daerah tersebut.
"Daerah penghasil hanya mendapat royalti sebesar 32 persen dari dana bagi hasil penjualan timah ekspor, saya pikir ini masih rendah untuk daerah penghasil bahan baku," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Tengah Ari Yanuar P di Koba, Kamis.
Ia menjelaskan, berdasarkan ketentuan bahwa pemerintah pusat memperoleh sebesar 16 persen dari dana bagi hasil penjualan timah ekspor, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung sebesar 16 persen, daerah penghasil 32 persen dan daerah sekitar yang bukan penghasil sebesar 32 persen.
"Kalau dilihat dari persentasenya saya pikir masih rendah untuk daerah penghasil karena dampak lingkungan tentu daerah dan masyarakat yang menanggungnya," ujarnya.
Namun demikian, pemerintah pusat yang mendapat 16 persen tetap kembali dibagikan kepada daerah dalam bentuk pemerataan pembangunan, namun dibutuhkan komitmen yang kuat dari pusat.
"Untung saja daerah penghasil timah lainnya juga bagi hasil untuk daerah sekitarnya dengan sistem silang, misalnya Bangka Tengah sebagai daerah penghasil akan berbagi dengan Kabupaten Bangka Barat yang juga daerah penghasil, demikian juga sebaliknya," jelasnya.
Menurut dia, masalah royalti untuk daerah penghasil yang dinilai kecil ini sudah menjadi pembicaraan sejak lama namun sampai sekarang kondisinya tidak berubah.
"Dampak dari aktivitas penambangan timahnya cukup parah terhadap kerusakan lingkungan dan berpengaruh juga terhadap kehidupan masyarakat," ujarnya.
Ia juga mengatakan, royalti timah pada 2014 belum diketahui nilainya karena masih dihitung dan demikian juga royalti pada 2013 masih ada yang belum direkap.
"Belum bisa kami sampaikan nilainya untuk royalti timah pada 2014 karena baru berjalan, bahkan royalti pada 2013 kalau tidak salah November dan Desember belum diketahui angkanya, itu akan dimasukan ke dalam penerimaan royalti catur wulan 1 pada 2014," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014
"Daerah penghasil hanya mendapat royalti sebesar 32 persen dari dana bagi hasil penjualan timah ekspor, saya pikir ini masih rendah untuk daerah penghasil bahan baku," kata Kepala Dinas Pertambangan dan Energi Bangka Tengah Ari Yanuar P di Koba, Kamis.
Ia menjelaskan, berdasarkan ketentuan bahwa pemerintah pusat memperoleh sebesar 16 persen dari dana bagi hasil penjualan timah ekspor, Pemerintah Provinsi Bangka Belitung sebesar 16 persen, daerah penghasil 32 persen dan daerah sekitar yang bukan penghasil sebesar 32 persen.
"Kalau dilihat dari persentasenya saya pikir masih rendah untuk daerah penghasil karena dampak lingkungan tentu daerah dan masyarakat yang menanggungnya," ujarnya.
Namun demikian, pemerintah pusat yang mendapat 16 persen tetap kembali dibagikan kepada daerah dalam bentuk pemerataan pembangunan, namun dibutuhkan komitmen yang kuat dari pusat.
"Untung saja daerah penghasil timah lainnya juga bagi hasil untuk daerah sekitarnya dengan sistem silang, misalnya Bangka Tengah sebagai daerah penghasil akan berbagi dengan Kabupaten Bangka Barat yang juga daerah penghasil, demikian juga sebaliknya," jelasnya.
Menurut dia, masalah royalti untuk daerah penghasil yang dinilai kecil ini sudah menjadi pembicaraan sejak lama namun sampai sekarang kondisinya tidak berubah.
"Dampak dari aktivitas penambangan timahnya cukup parah terhadap kerusakan lingkungan dan berpengaruh juga terhadap kehidupan masyarakat," ujarnya.
Ia juga mengatakan, royalti timah pada 2014 belum diketahui nilainya karena masih dihitung dan demikian juga royalti pada 2013 masih ada yang belum direkap.
"Belum bisa kami sampaikan nilainya untuk royalti timah pada 2014 karena baru berjalan, bahkan royalti pada 2013 kalau tidak salah November dan Desember belum diketahui angkanya, itu akan dimasukan ke dalam penerimaan royalti catur wulan 1 pada 2014," jelasnya.
COPYRIGHT © ANTARA News Bangka Belitung 2014