Kupang (Antara Babel) - Rakyat Indonesia yang terbentang dari Sabang sampai Merauke dan dari Sanghie Talaud sampai Pulau Rote, akan berbondong-bondong ke tempat pemungutan suara (TPS) untuk memilih pemimpin negeri yang berazaskan Pancasila ini pada 9 Juli 2014.
Mereka akan menentukan pilihan politiknya sesuai hati nurani, tanpa tekanan dan tanpa adanya paksaan dari pihak manapun untuk mendapatkan seorang pemimpin yang kredibel untuk memimpin negeri ini lima tahun ke depan.
Hanya satu di antara dua pasangan calon presiden dan calon wakil presiden yang akan dipilih untuk menentukan perjalanan bangsa yang multi etnis ini, lima tahun ke depan. Apakah itu, Prabowo Subianto-Hatta Rajasa ataukah Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Hati nurani mereka yang akan menentukan, siapa pemimpin Indonesia yang pantas untuk memimpin negeri ini. Dengan demikian, akan lahir sebuah pesta demokrasi yang aman dan damai, meski ada perbedaan ideologi dalam menentukan pilihan politik.
Demokrasi memang membutuhkan adanya perbedaan, namun perbedaan itu bukan untuk melahirkan percekcokan dan pertengkaran di antara sesama anak negeri.
Karena itulah, masing-masing pemimpin agama mengimbau umatnya untuk saling menjaga suasana agar terus tercipta rasa damai dan aman dalam kehidupan sehari-hari guna memperkokoh bangunan demokrasi serta sarana bagi semua orang untuk ambil bagian dalam pembangunan.
Gereja Katolik menyadari bahwa ke depan Indonesia akan menghadapi tantangan-tantangan berat yang harus diatasi di bawah kepemimpinan Presiden dan Wakil Presiden yang baru, seperti masalah kemiskinan dan kesenjangan sosial, pendidikan, pengangguran, tenaga kerja Indonesia di luar negeri.
Masalah dan tantangan lain yang tidak kalah penting adalah korupsi dan penyalahgunaan kekuasaan, kerusakan lingkungan hidup dan upaya untuk mengembangkan sikap toleran, inklusif dan plural demi terciptanya suasana rukun dan damai dalam masyarakat.
Atas dasar itu, gereja mendorong agar pada saat pemilihan mendatang umat memilih sosok yang mempunyai integritas moral serta sungguh-sungguh mempunyai watak pemimpin yang melayani dan yang memperjuangkan nilai-nilai sesuai dengan ajaran sosial gereja: menghormati kehidupan dan martabat manusia, memperjuangkan kebaikan bersama, mendorong dan menghayati semangat solidaritas dan subsidiaritas serta memberi perhatian lebih kepada warga negara yang kurang beruntung.
"Kita sungguh mengharapkan pemimpin yang gigih memelihara, mempertahankan dan mengamalkan Pancasila. Oleh karena itu kenalilah sungguh-sungguh para calon sebelum menjatuhkan pilihan," demikian isi surat gembala Konferensi Waligereja Indonesia (KWI) yang ditandatangani Mgr Ignatius Suharyo (Ketua Presidium KWI) dan Mgr Johanes Pujasumarta (Sekjen KWI).
KWI menekankan pentingnya bagi umat untuk sungguh-sungguh mempertimbangkan dan menentukan pilihan dengan hati dan pikiran yang jernih saat memilih di bilik suara, dengan tidak dipengaruhi oleh uang atau imbalan-imbalan lain, tetapi berdasarkan pada hati nurani.
"Ini merupakan seruan dan ajakan moral kepada umat Katolik agar tidak mengabaikan kesempatan berharga dalam menentukan pilihannya pada Pemilu Presiden 9 Juli 2014," komentar Romo Kornelis Usboko, pastor paroki gereja St Yoseph Pekerja Penfui Kupang.
Alumni pascasarjana Filsafat Universitas Gregorian Roma, Italia itu, mengatakan partisipasi umat Katolik dalam Pilpres 9 Juli 2014 itu, selain untuk pembangunan, juga untuk meningkatkan kemaslahatan umat secara universal serta ikut menentukan arah bagi calon terpilih untuk mengimplementasikan visi dan misi yang telah dipaparkan lewat kampanye terbuka dan terbatas maupun dalam debat capres-cawapres melalui layar televisi.
Majelis Ulama Indonesia (MUI) juga mengimbau agar umat Islam Indonesia tetap menjaga ukhuwah Islamiyah dan tidak berlebihan dalam membenci dan mendukung kedua pasangan capres-cawapres dalam menghadapi pelaksanaan Pemilu Presiden 9 Juli 2014.
"Yang penting adalah ukhuwah Islamiyah karena sejatinya pemilu adalah cara damai untuk menyelesaikan masalah bersama," kata Ketua Umum MUI Din Syamsuddin.
Din menambahkan MUI mengeluarkan taushiyah sehubungan dengan pelaksanaan pilpres dan menyerukan seluruh umat Islam agar mengedepankan tenggang rasa dalam menyikapi perbedaan pilihan dan tidak terjebak dalam pertentangan dan permusuhan.
"Dukunglah pasangan capres dan cawapresmu sewajarnya, sedang-sedang saja. Karena boleh jadi suatu waktu mereka jadi musuh politikmu. Permusuhan tersebut dapat menggoyahkan ukhuwah islamiyah dan ukhuwah wathaniah," katanya.
Din mengatakan siapapun yang terpilih sebagai presiden harus diterima termasuk oleh ormas Islam. Dia juga mengimbau semua untuk bebas memilih capres-cawapres yang terbaik dengan menggunakan pertimbangan rasional, bukan karena iming-iming materi dan lainnya dari kampanye hitam dan fitnah.
Ketua MUI Nusa Tenggara Timur Abdul Kadir Makarim juga meminta umat muslim di wilayah provinsi kepulauan ini untuk tidak golput dalam pemilihan presiden dan wakil presiden 9 Juli 2014.
"MUI sudah mengeluarkan himbauan kepada warga muslim untuk tidak golput karena semua warga negara memiliki tanggung jawab yang sama untuk pembangunan negara ini," katanya.
Ia menambahkan MUI NTT memilih untuk netral dalam pemilihan presiden dan wakil presiden periode 2014-2019, dan menyerahkan pilihan politik umat sesuai dengan hati nurani masing-masing.
"Sebagai umat muslim dan warga negara yang baik, setiap umat muslim harus menggunakan hak pilihnya pada Pilpres 9 Juli 2014, sebagai bentuk dukungan dalam rangka mewujudkan demokrasi yang baik di negara ini. Kita semua memiliki tanggung jawab yang sama untuk memilih pemimpin bangsa kita, karena kita merupakan bagian dari demokrasi di negara ini," katanya.
"Siapapun yang nantinya terpilih di dalam Pilpres kali ini, saya berharap semua pihak, baik yang mendukung maupun yang tidak, tetap berjiwa besar untuk menerima hasil tersebut karena sesungguhnya itulah yang terbaik yang sudah ditentukan Tuhan untuk memimpin negara Indonesia lima tahun ke depan," katanya.
Para pemimpin agama tampaknya hanya menginginkan adanya pemilu yang damai dan aman di negeri yang berazaskan Pancasila ini, agar semua elemen bangsa dapat bersama-sama membangun negeri ini dari berbagai ketertinggalan bersama pemimpin bangsa yang baru yang lahir dari sebuah proses pilihan rakyat yang bernama pemilu.
