Sleman (ANTARA) - Dewan Pimpinan Daerah Konferensi Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (KSPSI) Yogyakarta menolak Peraturan Pemerintah (PP) No 78/2015 tentang Pengupahan sebagai dasar penetapan besaran upah 2020 dan meminta agar penetapan upah menggunakan survei kebutuhan hidup layak (KHL).
"Jika pengupahan hanya mengacu PP 78, maka upah minimum provinsi (UMP) Yogyakarta tidak naik signifikan dan tetap terendah se-Indonesia," kata Sekretaris DPD KSPSI Yogyakarta Irsyad Ade Irawan di Sleman, Kamis.
Menurut dia, dengan PP 78, maka kenaikan UMP hanya sekitar delapan persen. Sesuai dengan sejumlah komponen yang diatur di dalam regulasi tersebut.
"Padahal dengan kenaikan hanya delapan persen itu masih jauh dari kebutuhan hidup layak (KHL) di Yogyakarta," katanya.
Baca juga: SPSI Babel berharap Ida Fauziyah lebih responsif dinamika ketenagakerjaan
Baca juga: UMP Bangka Belitung Rp3,23 juta
Dia mencontohkan upah di Sleman pada 2019 sebesar Rp1,7 juta. Padahal berdasarkan survei, KHL Sleman sebesar Rp2,6 juta.
"Ada selisih Rp900 ribu. Artinya satu orang buruh di Yogyakarta sangat mungkin dia mengalami defisit per bulan," katanya.
Irsyad mengatakan, tuntutan buruh yang paling pokok adalah agar upah minimum kabupaten/kota 2020 yang akan segera ditetapkan awal November 2019 mengacu KHL.
"Kami mendorong pemerintah agar menetapkan UMK mengacu pada KHL seperti yang dilakukan oleh pemerintah Jawa Timur dan Jawa Tengah," katanya.
Ia mengatakan, jika buruh diberi gaji sekitar Rp50 ribu sehari itu hanya cukup untuk makan.
"Padahal ada kebutuhan lain seperti pendidikan, kesehatan, rumah dan lain sebagainya," katanya.
Kepala Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) Kabupaten Sleman Sutiasih menegaskan penentuan besaran upah tahun 2020 tetap menggunakan PP No 78/2016.
"Dalam PP tersebut, KHL tidak digunakan sebagai acuan untuk menentukan besaran upah. Untuk 2020, kenaikan upahnya sebesar 8,51 persen. Jadi naik menjadi Rp1,8 juta lebih," katanya.
Ia mengatakan, pemerintah tengah melakukan revisi terhadap PP tersebut. Kemungkinan, Januari 2020 sudah bisa disahkan untuk digunakan dalam menentukan upah tahun 2021.
"Salah satu indikatornya yaitu survei KHL tidak lagi dilakukan oleh dewan pengupahan. Melainkan oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Yang jelas kami akan patuh kepada aturan yang berlaku," katanya.