Jakarta (Antara Babel) - Suasana malam mulai menyelimuti Washington DC,
saat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memberi respon pertamanya atas
kondisi politik di Jakarta yang memanas, menyusul hasil Sidang Paripurna
DPR RI terkait Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU
Pilkada), akhir September 2014.
"Saya kecewa dengan hasil proses
politik yang ada di DPR RI, meskipun saya menghormati proses itu sebagai
seorang demokrat, tapi sekali lagi saya kecewa dengan proses dan hasil
yang ada," kata Presiden Yudhoyono.
Ia menegaskan kekecewaan itu karena usulan Partai Demokrat di DPR RI
terkait RUU Pilkada yaitu opsi ketiga pemilihan langsung dengan sepuluh
syarat sehingga pelaksanaan pilkada langsung tidak lagi ada ekses
negatif ditolak oleh Fraksi lain yang ada di DPR RI.
"Karena usulan opsi Partai Demokrat yaitu pilkada langsung dengan 10
perbaikan besar, dengan 10 persyaratan utama yang menurut Partai
Demokrat yang terbaik tetap langsung dengan rakyat berdaulat selama 10
tahun banyak ekses, penyimpangan, maka pilihan langsung," katanya.
"Tetapi dengan perbaikan dan kemudian usulan itu ditolak, saya ikuti
terus dan minta diperjuangkan habis habisan tetapi dipanja tidak
tembus, lobi tidak tembus, dan dari laporan yang saya terima semua
fraksi dalam lobi dan panja menolak usulan Partai Demokrat," katanya.
Ditambahkannya,"dalam keadaan seperti saya sebetulnya berusaha tidak dilakukan voting terlebih meski saya diberitahu perkembangan situasi yang khas Fraksi Partai Demokrat walkout dan berita yang masuk pada saya mengapa walkout, tidak diwadahi usulan Demokrat, saya masih ingin ditunda votingnya".
"Seseorang saya suruh untuk berkomunikasi langsung dengan pimpinan
DPR RI yang berasal dari koalisi non parpol. Pada saat yang kritikal
itu sebenarnya saya masih berharap sekali lagi dilakukan lobi, kalau
memang opsi itu ada yang mendukung berarti formulasi berubah Pilkada
DPRD dan Pilkada Langsung dengan perbaikan."
"Dengan hasil ini, saya sampaikan ke rakyat Indonesia, Partai
Demokrat rencanakan untuk ajukan gugatan hukum, dipertimbangkan mana
yang tepat, ke Mahkamah Agung atau Mahkamah Konstitusi," katanya.
Penolakan atas keputusan sidng paripurna DPR RI itu tak hanya di
kalangan elit politik namun lebih dari itu, penolakan juga datang dari
berbagai kalangan masyarakat yang menilai pemilihan kepala daerah
melalui mekanisme di DPRD merupakan sebuah kemunduran demokrasi dan
menghilangkan hak rakyat.
Ribuan komentar di media sosial yang menolak keputusan itu menjadi topik utama.
Masih ketika berada di Washington DC sebelum bertolak menuju Kyoto,
Jepang, Presiden memberikan respons keduanya mengenai perkembangan
politik di tanah air.
"Kami juga merespons perkembangan situasi di tanah air. Saya harus
berbicara terus terang di sini, kepada masyarakat Indonesia dalam dua
hari terakhir dengan cara sendiri-sendiri menyimpulkan saya tidak
sungguh-sungguh mendukung pilkada langsung, kemarahan ditimpakan kepada
saya. Saya paham namun izinkan saya memberikan penjelasan tentang apa
yang sesungguhnya terjadi," kata SBY dalam keterangan pers di Washington
DC, Sabtu (27/9) pagi waktu setempat atau Sabtu malam waktu Jakarta.
Yudhoyono yang menjawab pertanyaan wartawan mengenai perkembangan
terkini situasi dalam negeri itu mengatakan sejak awal ia bersama Partai
Demokrat mendukung proses pemilihan langsung, namun dengan adanya
perbaikan untuk menghilangkan potensi politik uang, penyalahgunaan
kekuasaan dan juga konflik horizontal antarmasyarakat.
"Setelah 10 tahun memimpin negeri ini mengetahui pilkada langsung
yang dilaksanakan sekarang ini banyak eksesnya termasuk penyalahgunaan
uang dan kewenangan yang akan maju lagi untuk berpolitik praktis. Juga
tindakan sewenang-wenang setelah terpilih terhadap pejabat daerah yang
dianggap tidak mendukung saat dulu maju, banyak ekses penyimpangan dan
penyakit dari sistem langsung ini, satu hal yang saya pegang terus tidak
mungkin dianggap tidak ada," kata Yudhoyono.
Ia menegaskan, "Saya juga harus menjaga ini amanah reformasi, rakyat
jadi bagian, saya tidak terima kalau tiba-tiba yang memilih DPRD
seperti sekarang."
SBY menegaskan Partai Demokrat memperjuangkan perbaikan pilkada
langsung dengan 10 hal yang ditawarkan untuk mengurangi ekses negatif
pelaksanaan pilkada.
"Mengapa usulan kami sebagai salah satu opsi itu tidak diterima. Di
Panja, di forum lobi. Apa sulitnya mendengarkan seorang SBY yang
memimpin 10 tahun dan seseorang yang melahirkan juga sistem pemilihan
langsung. Ini (usulan-red) sama sekali tidak diterima," katanya
Ia menambahkan, "dalam dinamika katanya oke menerima, namun
jaminannya apa? Mengapa tidak ada opsi ketiga atau opsi langsung dengan
perbaikan. Mengapa tembok DPR begitu rapat dan tidak bisa mewadahi ruang
(masukan-red) itu."
"Bismillah, nanti saya akan berjuang bersama rakyat. Saya tidak lagi
(melihat-red) dari partai manapun. Saya akan berjuang. Saya masih ingin
pilkada langsung dengan perbaikan mendasar. Jangan dikira dari parpol
yang ada tidak semua setuju dengan pilkada melalui DPRD," katanya.
Pertemuan Maraton
Saat tiba di Osaka dan sebelum melakukan perjalanan ke Kyoto,
Presiden Yudhoyono berkomunikasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi Hamdan
Zoelva untuk mengajukan pertanyaan kemungkinan pemerintah menolak
menandatangani RUU Pilkada yang telah disetujui dalam sidang paripurna
tersebut.
"Sebelum diundangkan, saya terus berupaya apa cara yang dapat
ditempuh dalam koridor konstitusi agar demokrasi kita tidak alami
kemunduran, dan Undang-Undang Pilkada sesuai kehendak dan aspirasi
rakyat Indonesia," kata Presiden dalam keterangan pers setibanya di
Bandara Kansai, Osaka, Minggu malam.
Setibanya di Bandara Kansai, untuk kunjungan kerja di Kyoto hingga
Senin malam mendatang, Presiden Yudhoyono menelpon Ketua Mahkamah
Konstitusi Hamdan Zoelva dan meminta pertimbangan mengenai proses
penetapan RUU sebagaimana diatur pada Pasal 20 Undang-Undang dasar 1945.
"Saya baru berkomunikasi dengan Ketua Mahkamah Konstitusi, saya
mengajukan pertanyaan yang sifatnya konsultasi antara Presiden dengan
Ketua Mahkamah Konstitusi," paparnya.
Dipaparkannya,"pertanyaan saya adalah Undang-Undang Dasar 1945 Pasal
20 jelas semangatnya RUU untuk menjadi Undang-Undang harus mendapat
persetujuan bersama, jadi tidak otomatis hasil voting internal DPR
berlaku dan Presiden harus setuju."
"Dalam praktik yang kita anut, memang Presiden menugasi menteri
terkait dengan amanat Presiden untuk bahas bersama DPR RI dalam hal ini
Menteri Dalam Negeri, di situ memang secara eksplisit tidak ada
kata-kata memberikan persetujuan dan ini bisa diperdebatkan," kata
Presiden.
Ia menambahkan,"sehingga pertanyaan yang saya ajukan dalam kasus
proses penentuan Rancangan Undang-Undang Pilkada yang sama-sama kita
ikuti seperti itu ditambah dengan resistensi dan perlawanan dari
mayoritas rakyat Indonesia."
Presiden mengatakan,"saya masih ingin mendapatkan penjelasan dari
Mahkamah Konstitusi apakah sungguh pun dalam rapat paripurna Mendagri
sudah sampaikan sambutannya tetap ada ruang berdasarkan definisi dan
teks itu, manakala saya masih memiliki ruang saya akan menyampaikan
ketidaksetujuan saya terhadap apa yang ditetapkan oleh DPR dalam proses
internal."
Kepala Negara mengatakan konsultasi ini sebagai salah satu bentuk
menghormati koridor konstitusi di satu sisi dan upaya untuk juga
memperjuangkan apa yang menjadi aspirasi masyarakat dan juga pandangan
Presiden sendiri tentang ketidaksetujuannya atas pemilihan kepala daerah
melalui DPRD.
Setibanya di Jakarta Presiden kemudian melakukan serangkaian
pertemuan maraton untuk memastikan pemilihan kepala daerah bisa
dilakukan secara langsung dengan suara dari rakyat.
Akhirnya Presiden kurang dari sepekan setelah pernyataan pertamanya
di Washington DC, pada Kamis (2/10) menyampaikan langkah pemerintah yang
mengeluarkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang untuk
memastikan pemilihan kepala daerah masih menggunakan mekanisme pemilihan
langsung, namun dengan sepuluh perbaikan untuk mencegah ekses
negatifnya.
"Saya baru saja menandatangani dua perpu," kata Presiden Yudhoyono
dalam jumpa pers yang digelar di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis malam.
Presiden memaparkan dua perpu tersebut adalah Perpu Nomor 1 Tahun
2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang sekaligus
mencabut UU No. 22/2014 yang mengatur pemilihan tidak langsung oleh
DPRD.
Ia memaparkan sebagai konsekuensi dan untuk menghilangkan
ketidakpastian hukum, diterbitkan pula Perpu No. 2/2014 tentang
Pemerintahan Daerah yang menghapus tugas dan kewenangan DPRD untuk
memilih kepala daerah sebagaimana tercantum dalam UU No. 23/2014 tentang
Pemda.
Menurut SBY, penandatanganan kedua perpu tersebut dilakukan sebagai
bentuk nyata perjuangan dirinya bersama-sama dengan rakyat Indonesia
untuk memperjuangkan pelaksanaan pemilihan kepala daerah langsung dengan
perbaikan-perbaikan mendasar.
Presiden juga menyatakan, dalam Perpu tersebut telah dimasukkan
berbagai hal yang harus diperbaiki seperti adanya uji publik,
penghematan pelaksanaan pilkada secara signifikan, pengaturan kampaye
terbuka, akuntabilitas dana kampanye, larangan politik uang, serta
larangan fitnah dan kampanye hitam.
Selain itu, terdapat pula larangan penggunaan aparat birokrasi,
larangan pencopotan aparat birokarasi pascapilkada, penyelesaian pilkada
secara akuntabel, dan pencegahan kekerasan karena selama ini tidak
sedikit aksi destruktif yang terjadi karena tidak puas dengan hasil
pilkada.
Sedangkan terkait dengan kegentingan yang memaksa, SBY mengingatkan
putusan Mahkamah Konstitusi tahun 2009 yang menyatakan bahwa Perpu
adalah subyektivitas Presiden yang obyektivitasnya dinilai oleh DPR RI.
Presiden juga mengemukakan bahwa penilaian oleh DPR RI merupakan
"risiko politik" yang harus ditempuh sebagai bentuk terwujudnya
kedaulatan rakyat dan demokrasi yang dicita-citakan.
"Saya sendiri menjadi Presiden melalui pemilihan Presiden langsung
oleh rakyat pada tahun 2004 dan tahun 2009. Maka, sebagai bentuk
konsistensi dan ucapan terima kasih kepada seluruh rakyat Indonesia yang
telah memberikan kepercayaan kepada saya selaku Presiden selama dua
periode ini, kiranya wajar jika saya tetap mendukung pilkada secara
langsung," katanya.
Kisah SBY Dan RUU Pilkada, Dari Washington Hingga Jakarta
Jumat, 3 Oktober 2014 11:32 WIB