Jakarta (Antara Babel) - Pemberian stimulasi kepada anak penyandang
autisme penting untuk menggali bakat yang dimilikinya, di samping masih
ada usaha yang lain.
"Sebetulnya anak (penyadang autisme) bisa
diketemukan bakatnya dengan psikotest. Namun dibandingkan dengan
psikotest, saya lebih memilih memberikan stimulasi," ujar Wakil ketua
Yayasan Masyarakat Peduli Autis Indonesia (MPATI), Tjut Sandy, di
Jakarta, Jumat.
Langkah ini menurut Sandy relatif lebih cepat membantu orang tua
atau pendidik menemukan bakat anak-anak mereka, terutama yang
menyandang autisme.
Dia mencontohkan, jika ada anggota keluarga yang memiliki hobi
melukis, tidak ada salahnya mengajarkan hobinya itu pada anggota
keluarga lain yang merupakan penyandang autisme. Minimal, kata Sandy,
ajarkan mereka soal warna, kuas, cat dan kanvas.
"Kalau ditunggu (bakatnya), kapan munculnya?," kata dia.
Sandy melanjutkan, saat memberikan pengajaran pada anak
penyandang autisme, orang tua perlu menanamkan konsep bina diri terlebih
dahulu, ketimbang soal akademis.
"Anak agar patuh harus diajarkan bina diri dulu, tidak terlebih
dahulu masuk ke akademis. Kalau akademis dulu, itu suatu kesalahan...,"
kata Sandy.
"Bina diri, mengajarkan anak bisa urus diri sendiri, misalnya
mandi sendiri, buang air besar, memakai baju, bagaimana menyiapkan
sarapan, hingga fase mengajarkan soal uang, belanja.. Ini untuk
persiapakan dia agar mandiri," pungkas dia.