Jakarta (ANTARA) - Sub Direktorat Kejahatan dan Kekerasan (Subdit Jatanras) pada Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Metro Jaya telah merampungkan 63 adegan rekonstruksi kasus klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Jumat.
"Hasil dari rekonstruksi hari ini, 63 adegan yang telah disajikan oleh penyidik untuk penyesuaian fakta di lapangan dengan hasil pemeriksaan para tersangka dan barang bukti," kata Wakil Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya AKBP Jean Calvijn Simanjuntak di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Jumat.
Secara garis besar, Calvijn memisahkan jalannya rekonstruksi tersebut pada tiga bagian. Bagian pertama berkaitan dengan tahap perencanaan, bagian kedua adalah pelaksanaan aborsi dan bagian ketiga adalah upaya penghilangan barang bukti.
Rekonstruksi tahap perencanaan memperlihatkan bagaimana pasien klinik aborsi berinisial RS yang kini berstatus tersangka, membuka situs web klinik aborsi tersebut dan melakukan pendaftaran dan kemudian bertemu dengan tersangka lainnya yang merupakan pekerja di klinik aborsi.
Bagian kedua terkait dengan persiapan aborsi, mulai dari proses penjemputan tersangka RS dan dibawa ke klinik aborsi hingga dilakukan USG dan proses aborsi janin.
Tahapan terakhir dalam rekonstruksi tersebut adalah proses penghilangan barang bukti.
Calvijn mengatakan klinik aborsi ini menghilangkan barang bukti berupa janin hasil aborsi dengan cara dibuang ke tangki septik.
Hasil penyelidikan dan rekonstruksi menunjukkan jika klinik ini hanya membuang janin ke tangki septik, berbeda dengan klinik aborsi pada umumnya yang menggunakan bahan kimia untuk memusnahkan barang bukti.
Polda Metro Jaya menggerebek sebuah klinik aborsi ilegal yang beralamat di Jalan Percetakan Negara III, Jakarta Pusat, Rabu (9/9).
Dalam penggerebekan tersebut, polisi telah mengamankan 10 orang yang kini telah ditetapkan sebagai tersangka atas perannya masing-masing.
Pengungkapan kasus ini berawal dari laporan masyarakat yang resah dengan keberadaan klinik ilegal tersebut.
Klinik tersebut sebenarnya sudah sejak beberapa tahun lalu. Namun sempat tutup beberapa tahun, kemudian buka kembali sebelum akhirnya digerebek oleh polisi.
"Klinik ini sudah bekerja sejak 2017, ini pun sebelumnya pada tahun 2002—2004, juga pernah buka klinik tersebut dan sempat tutup, pada tahun 2017, buka lagi sampai sekarang ini," kata Yusri.
Atas perbuatannya para tersangka dikenai Pasal 346 KUHP dan atau Pasal 348 Ayat (1) KUHP dan/atau Pasal 194 juncto Pasal 75 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan dengan ancaman maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.