Bangka Barat (Antara Babel) - Tari Campak khas Suku Ketapik di Kabupaten Bangka Barat, Provinsi Kepulauan Bangka Belitung yang dimainkan pemuda-pemudi dari Desa Kacung ikut memeriahkan pesta adat sedekah kampung yang digelar di daerah itu.
"Tari Campak Suku Ketapik memiliki kekhasan sendiri dan berbeda dengan tari sejenis dari desa dan daerah lain karena menceritakan adat istiadat warga setempat," ujar tokoh masyarakat Desa Kacung, Irsadi, Minggu.
Ia menerangkan, Tari Campak Suku Ketapik menceritakan kebiasaan warga setempat yang dahulu terkenal sebagai petani gambir.
"Pada zaman dahulu sebagian besar warga Suku Ketapik merupakan pekerja dan petani gambir, gerakan-gerakan kebiasaan menyadap getah hingga menjadikan gambir siap konsumsi untuk menyirih itu kemudian diubah menjadi gerak tari campak khas Suku Ketapik," kata dia.
Menurut dia, gerak tari sederhana tersebut sengaja dibuat cukup mudah untuk dimainkan agar bisa diikuti siapa saja yang ingin menikmati tarian tradisional khas desa itu.
Tari Campak yang dimainkan pemuda-pemudi di acara pesta adat sedekah kampung tersebut cukup mendapatkan perhatian dari penonton dan para tamu undangan yang hadir karena para pemainnya relatif masih cukup muda.
"Selain gerakan khas yang mengadopsi dari gerakan proses pembuatan gambir, para penari yang tampil juga cukup muda sehingga lebih lincah gerak tarinya," kata dia.
Menurut dia, sanggar seni Suku Ketapik yang dipimpin Arpai selama ini memang cukup serius dalam melakukan regenerasi, baik dari sisi penari maupun pengiringnya.
"Sebagai salah satu pengurus pemerintahan desa, kami merasa bangga regenerasi di bidang seni tradisional berjalan cukup baik, kami berharap kesenian yang selama ini didominasi generasi tua bisa terus diajarkan kepada generasi penerus sehingga budaya lokal terjaga kelestariannya," kata dia.
Pesta adat Suku Ketapik merupakan sedekah kampung yang dilaksanakan untuk memberikan semangat bagi anak-anak belajar membaca Al Quran.
Pesta tersebut digelar setelah para santri fasih membaca Al Quran, para santri diarak menggunakan kereta tradisional yang disebut sador yang sudah dihias warna-warni keliling kampung.
"Dahulu sebelum pemekaran wilayah pesta adat diikuti seratusan sador, namun setelah pemekaran Suku Ketapik yang terbagi menjadi lima desa mengakibatkan jumlah peserta menjadi turun cukup banyak, yaitu menjadi sekitar 20 sador," kata dia.
Ia menerangkan, empat desa lain yang masih memiliki hubungan dengan Suku Ketapik saat ini sudah menggelar pesta ada masing-masing, namun pesta adat Suku Ketapik tetap memiliki kekhasan sendiri, yaitu tari campak bertema proses pembuatan gambir.
