Jakarta (ANTARA) - Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keungan (Kemenkeu) menyebut terminologi Penyelenggara Sistem Elektronik (PSE) yang diatur oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) berbeda dengan terminologi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) yang terkait dengan Kementerian Keuangan.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu Neilmaldrin Noor dalam keterangan resmi di Jakarta, Rabu, menyampaikan PSE adalah penyelenggara yang menyediakan, mengelola, dan/atau mengoperasikan sistem elektronik kepada pengguna sistem elektronik, sedangkan PMSE adalah perdagangan yang transaksinya dilakukan melalui serangkaian perangkat dan prosedur elektronik.
Selain itu, pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas PMSE yang diatur Kemenkeu hanya terkait pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud atau Jasa Kena Pajak dari luar negeri ke Indonesia dengan batasan minimal tertentu.
Dasar hukum pengaturannya juga berbeda dimana PSE diatur dalam Peraturan Menteri Kominfo Nomor 5 Tahun 2020 tentang Penyelenggara Sistem Elektronik Lingkup Privat dan perubahannya, sementara PMSE diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 60/PMK.03/2022.
Berdasarkan definisi tersebut, kata dia, terdapat irisan istilah, yakni setiap perusahaan PMSE pasti merupakan PSE. Sebaliknya, tidak semua PSE adalah pelaku PMSE.
Contohnya adalah Zenius.net yang merupakan PSE yang tidak atau belum menjadi pemungut PPN PMSE karena tidak menjual produk luar negeri kepada konsumen di Indonesia atau transaksinya belum memenuhi batas minimal yaitu nilai transaksi melebihi Rp600 juta setahun atau traffic melebihi 12.000 setahun.
Oleh sebab itu, Kemenkeu melalui DJP selalu mendukung dan menghargai pelaksanaan tugas oleh Kementerian Kominfo terkait PSE dan meminta masyarakat dapat mendudukkan kedua hal tersebut sesuai tempatnya.
Neil juga meluruskan pemberitaan tentang pernyataan Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak terkait hal ini. Menurutnya, Dirjen Pajak tidak pernah menyatakan soal penertiban PSE oleh Kominfo akan mengganggu penerimaan pajak.
“Tidak seperti itu, Dirjen hanya mengatakan akan terus melakukan komunikasi dengan Kominfo sebagai bentuk koordinasi antar instansi. Koordinasi dan komunikasi antar instansi memang selalu dilakukan agar pelaksanaan tugas menjadi sinergis dan konvergen," kata Neil.
Selain itu, lanjut dia, mungkin memang akan
ada perlambatan penerimaan PPN jika PSE yang tidak tertib di Kominfo tersebut juga sudah ditunjuk sebagai pemungut PPN PMSE lantaran menjadi tidak bisa melakukan transaksi di Indonesia. Namun, hal itu masih akan terus didiskusikan dengan Kominfo untuk melihat dengan jelas situasi terkini.
Neil pun berharap seluruh PSE maupun pelaku usaha PMSE yang berkepentingan di Indonesia menaati regulasi dan kebijakan yang diterapkan di Indonesia. Semua itu dilakukan demi keamanan dan kenyamanan pengguna layanan yang tidak lain adalah masyarakat Indonesia.
Jika pendaftaran PSE lancar, maka juga akan berdampak positif ke pemungutan PPN PMSE karena adanya pengayaan data dan pengawasan yang kolaboratif. Hingga akhir Juli 2022, jumlah PMSE yang telah ditunjuk sebagai pemungut PPN ada 121 perusahaan dengan nilai PPN yang disetor sebanyak Rp3,02 triliun.
Dirinya mengharapkan agar masyarakat tidak menjadikan isu ini sebagai alat untuk menciptakan keriuhan.
"Mohon kepada seluruh masyarakat memahami konteks perbedaan kedua hal tersebut dan tidak menjadikan isu tersebut sebagai alat yang dapat menambah kegaduhan di masyarakat,” tutupnya.