Jakarta (ANTARA) - Pemerintah memperpanjang pembebasan tarif pungutan ekspor atas produk sawit hingga 31 Oktober 2022 untuk menjaga momentum peningkatan ekspor di tengah ketidakpastian global yang tinggi, terutama fluktuasi harga komoditas pangan dan energi yang masih menjadi tantangan.
Kebijakan itu dituangkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 130/PMK.05/2022 tentang Perubahan Kedua atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) pada Kementerian Keuangan (Kemenkeu).
“Sejak diberlakukan tarif pungutan ekspor nol dolar AS, beban ekspor yang ditanggung pelaku usaha berkurang sehingga mampu meningkatkan ekspor sesuai ekspektasi pemerintah," kata Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kemenkeu Febrio Kacaribu dalam keterangan resmi di Jakarta, Kamis.
Dengan demikian, ia menilai momentum ini perlu dijaga sehingga mampu mengurangi stok dalam negeri dan mengoptimalkan harga Tandan Buah Segar (TBS). Keseluruhan kebijakan terkait ekspor minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) dan turunannya diperkirakan mengurangi beban bagi eksportir dan justru akan mempercepat ekspor.
Aturan pembebasan pungutan ekspor telah dilakukan sejak 15 Juli sampai 31 Agustus 2022 melalui penerbitan PMK Nomor 115/PMK.05/2022 tentang Perubahan atas PMK Nomor 103/PMK.05/2022 tentang Tarif Layanan Badan Layanan Umum BPDPKS pada Kemenkeu.
Kebijakan ini dinilai efektif dalam mendorong percepatan ekspor dan mengerek harga TBS di level petani. Volume ekspor pada Juli 2022 tercatat sebesar 3,32 juta ton atau naik 409.479 ton (14 persen) dari periode Juni 2022 yang sebesar 2,91 juta ton.
Meningkatnya volume ekspor, sambung Febrio, diikuti dengan kenaikan harga TBS di level petani. Dalam tiga minggu terakhir, mulai terjadi peningkatan harga TBS yang disebabkan meningkatnya permintaan Pabrik Kelapa Sawit (PKS) karena mulai meningkatnya kegiatan ekspor.
Namun demikian, persediaan di dalam negeri yang masih berlebih mengakibatkan kenaikan harga TBS di level petani belum optimal.