Jakarta (Antara Babel) - Sebanyak 264 pemilihan kepala daerah (pilkada) digelar secara serentak pada Rabu (9/12) dan dilaporkan berjalan aman serta lancar.
Jumlah pilkada itu sekitar 50 persen lebih jumlah daerah. Sisanya direncanakan akan dilakukan pilkada pada 2017 dan 2018.
Pada pilkada kali ini, dari 269 daerah yang direncanakan, KPU menunda lima daerah yang tengah bermasalah dengan hukum, terkait dengan gugatan para calon yang sebelumnya dianulir oleh KPU.
Kelima daerah tersebut adalah Provinsi Kalimantan Tengah, Kabupaten Fakfak, Kota Pematang Siantar, Kabupaten Simalungun, dan Kota Manado.
Dari 264 pilkada, delapan di antaranya merupakan pemilihan tingkat provinsi, sedangkan sisanya pemilihan bupati dan wali kota.
Terdapat juga tiga kabupaten yang hanya mempunyai satu pasangan calon, yakni Tasikmalaya, Blitar, dan Timor Tengah Utara.
Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hadar Nafis Gumay menyatakan Pilkada Serentak 2015 sudah berjalan cukup baik sesuai dengan yang direncanakan.
"Memang akibat ada putusan PT TUN, ada lima daerah yang kami harus tunda. Nanti ada pilkada susulan yang kami harapkan dilaksanakan sebelum tahun 2015 berakhir," kata Hadar.
Ia menargetkan proses hasil rekapitulasi pemungutan suara Pilkada Serentak 2015 di tingkat kabupaten/kota bisa selesai pada 16 Desember.
"Mudah-mudahan proses rekapitulasi dilaksanakan 10 sampai 16, bisa lebih cepat dan bisa tepat waktu. Tetapi kami perkirakan seharusnya selesai pada 16 Desember sehingga pada tanggal itu bisa direkapitulasi dan ditetapkan di tingkat kabupaten/kota," ucapnya.
Hadar menjelaskan, di daerah-daerah yang menjalankan pilkada serentak nantinya akan dilaksanakan rekapitulasi suara.
Partisipasi Masyarakat
Hadar juga menyatakan pihaknya belum bisa memastikan angka partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2015.
"Angka partisipasi yang kami catat baru ada sebagian, hanya berdasarkan TPS tertentu atau dari desa-desa tertentu jadi belum ada secara lengkap. Nanti kalau mau lihat langsung saja di pilkada2015.kpu. go.id," katanya.
Menurut dia, ada beberapa daerah yang tingkat partisipasinya sudah 100 persen, misalnya di Ngawi dan Sumenep.
"Tetapi kalau dikumpulkan secara lengkap, kami belum bisa katakan hasilnya," katanya.
Sementara itu, kata Hadar, untuk tingkat partisipasi masyarakat dalam Pilkada Serentak 2015 di tiga daerah yang hanya mempunyai satu pasangan calon (paslon) cukup lumayan.
"Untuk tiga daerah ini ada upaya dari kami agar infonya dikumpulkan lebih cepat. Blitar 58 persen, Tasikmalaya 60 persen, dan Timor Tengah Utara 77 persen. Ini angka-angka yang cukup lumayan partisipasinya," ujarnya.
Seperti daerah-daerah lainnya, kata Hadar, pelaksanaan pilkada di tiga daerah dengan satu pasangan calon tersebut juga sudah berjalan dengan lancar.
"Memang gambaran lengkapnya belum ada, namun kami berpandangan sudah berjalan dengan lancar," ucap Hadar.
Petahana
Hadar juga menyatakan pihaknya tidak akan mengurusi lebih jauh terkait banyaknya pasangan calon petahana di beberapa daerah yang menang berdasarkan hitung cepat.
"Jadi, persisnya mengapa pilkada kali ini banyak petahana yang menang kami tidak tahu, kami hanya ingin memastikan bahwa apa yang kami laksanakan sudah sesuai dengan aturan," ucap Hadar.
Namun, ia mengingatkan bahwa petahana juga merupakan target yang paling gampang untuk dikritik.
"Ini kan bisa saja terjadi di mana pun karena masyarakat sudah tahu pekerjaannya selama ini, sedangkan peserta yang baru kan belum diketahui kinerjanya sehingga tidak bisa dikritik. Jadi, ada plus minusnya," katanya.
Hadar juga menyatakan bahwa baik petahana maupun yang baru mempunyai kesempatan yang sama untuk berkampanye.
"Tetapi memang petahana ini bisa memanfaatkan jabatannya untuk berkampanye ekstra. Itu logis, namun juga sesuatu yang belum bisa diatur secara ketat," tuturnya.
Ia mempertanyakan apa betul sudah ada peraturan yang melarang kepala daerah tidak boleh lagi mengeluarkan dana bansos selama pilkada ini berlangsung.
"Kan belum ada, apa betul ada peraturan kita yang melarang mereka beriklan dengan dana APBD, bisa jadi petahana memanfaatkan itu sehingga masyarakat mengartikan bahwa calon itu 'hebat' dan membantu masyarakat," ujarnya.
Menurutnya, KPU tidak bisa melarang sampai sejauh itu karena memang di Undang-Undang (UU) belum mengaturnya.
"Ke depan, bisa jadi kami perlu mengaturnya kalau memang ini faktor-faktor dari menangnya paslon petahanan itu," ucap Hadar.
Seperti diketahui, terdapat beberapa daerah di mana perolehan suara dari petahana jauh melebihi lawan-lawannya seperti di Kota Tangerang Selatan, Kota Surabaya, Kabupaten Siak, dan Sulawesi Tengah.
Sengketa
Hadar juga menjelaskan bahwa pasangan calon bisa melakukan sengketa hasil Pilkada Serentak 2015 tiga hari setelah KPU menetapkan secara sah paslon pemenang pilkada.
"Bagi pasangan calon yang tidak puas dengan hasilnya bisa lakukan sengketa ke Mahkamah Konstitusi (MK)," katanya.
Lebih lanjut, Hadar mengatakan bahwa nanti di dalam putusan penetapan calon, pihaknya akan menyertakan jam dan menit untuk penetapan pasangan calon tersebut.
"Nah itu nanti akan langsung dihitung oleh MK waktunya bagi pasangan calon yang ingin melakukan sengketa," ucap Hadar.
Ia juga mengingatkan bahwa hitung cepat dari lembaga-lembaga survei tidak boleh menyebutkan hasil final.
"Hasil hitung cepat kan hasil prediksi berdasarkan metodologi, jadi bukan final. Jadi, yang melaksanakan hitung cepat tidak boleh mereka sebutkan hasil final. Karena itu kita harus kritis juga karena hitung cepat hanya melalui sampel yang diambil di TPS-TPS," ujarnya.
Di samping itu, Hadar juga mengingatkan salinan formulir C1 bisa dijadikan alat kontrol untuk menghindari penggelembungan suara saat rekapitulasi di tingkat kecamatan.
"Pengumuman-pengumunan tentang C1 segala macam kan salah satu tujuannya untuk mencegah itu, misalnya kenapa salinan C1 diberikan ke setiap saksi, tujuannya juga seperti itu," katanya.
Hadar menyatakan bahwa masyarakat, media atau siapa pun bisa menggunakan salinan itu dan dapat digunakan untuk mengeceknya.
"Prosesnya sendiri juga harus terbuka sehingga kalau ada yang punya salinannya bisa melihat sesuai atau tidak. Apabila tidak sesuai sangat terbuka untuk dipertanyakan," tuturnya.
Bahkan, kata Hadar, apabila tidak cocok dengan data saksi maupun data dari panitia pengawas (panwas), maka bisa diprotes.
"Bisa kok dihitung ulang di sana (tingkat kecamatan), itu tidak apa-apa. Artinya, sudah tersedia mekanisme-mekanisme agar manipulasi-manipulasi itu semakin sulit terjadi," ucap Hadar.
Beberapa Catatan
Koordinator Komite Pemilih Indonesia (TEPI) Jeirry Sumampow memberikan lima catatan yang perlu dikemukakan terhadap pelaksanaan Pilkada Serentak 2015.
"Pilkada Serentak 2015 secara umum berjalan baik, lancar, dan aman. Tak ada persoalan dan gangguan yang cukup menonjol yang menghalangi pelaksanaan pilkada serentak ini," katanya.
Menurutnya, rakyat di 264 daerah telah memberikan hak pilihnya dengan baik, gembira, dan suka cita.
"Tentunya ada juga persoalan tetapi tak mengganggu jalan pemungutan suara di TPS," katanya.
Namun demikian, kata dia, ada beberapa catatan yang perlu dikemukakan terhadap pelaksanaan pilkada serentak tahun ini.
Pertama, kata Jeirry, Pilkada Serentak 2015 ternodai oleh ditundanya lima daerah karena persoalan yang bersumber pada pencalonan, khususnya masalah hukum yang dialami oleh pasangan calon dimana berbuntut panjang sampai gugatan pengadilan dan putusan PT TUN.
"Akibatnya Pilkada Serentak 2015 ini menjadi tak serentak. Kita masih menunggu kapan pilkada di lima daerah tersebut akan dilaksanakan," tuturnya.
Kedua, menurut dia, partisipasi pemilih diprediksi tak terlalu menggembirakan, bahkan cenderung rendah. Dalam pantauan secara umum, kelihatannya angkanya tak lebih dari 60 persen padahal target KPU dan pemerintah ada di angka 70 persen.
"Contohnya, seperti di Kota Surabaya saja yang memiliki pasangan calon favorit seperti Risma-Wisnu, angka partisipasinya tak lebih dari 50 persen. Namun demikian, kita masih menunggu hasil akhirnya nanti," ujarnya.
Selanjutnya yang ketiga, kata dia, petahana menang di hampir semua daerah. Hal ini sesuai dengan hasil hitung cepat yang dilakukan beberapa lembaga survei.
"Jadi, pilkada serentak ini merupakan milik para petahana. Bahkan, perolehan suaranya jauh melebihi lawan-lawannya seperti di Kota Tangerang Selatan, Surabaya, Kabupaten Siak Sulawesi Tengah, dan lain-lain," ucap Jeirry.
Kemudian keempat, menurut Jeirry, masih marak terjadinya politik uang.
"Di sana-sini masih ditemukan praktik politik uang yang dilakukan oleh tim sukses di beberapa daerah. Ini tentu membuat kualitas hasil Pilkada Serentak 2015 mengalami penurunan," katanya.
Terakhir, kata dia, sesuai info Bawaslu RI, ada beberapa daerah yang harus mengalami pemungutan suara ulang karena ada pelanggaran ketika pemungutan suara seperti pemilih mencoblos dua kali, pemilih yang bukan warga daerah tersebut memilih, dan lain sebagainya.