Jakarta (ANTARA) - Gubernur Bank Indonesia Perry Warjiyo memperkirakan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat The Federal Reserve akan mencapai puncak sebesar 5 persen pada kuartal I 2023, tapi dengan risiko yang lebih tinggi, suku bunga acuan The Fed bisa mencapai 5,25 hingga 6 persen.
Peningkatan suku bunga The Fed akan bertahan sepanjang 2023. Untuk baseline dengan puncak suku bunga The Fed sebesar 5 persen, paling cepat turun menjadi 4,75 persen pada akhir 2023, kata Perry dalam webinar Proyeksi Ekonomi Indonesia yang dipantau di Jakarta, Senin.
Dengan peningkatan suku bunga acuan The Fed, ia memperkirakan penguatan mata uang dolar AS akan berlanjut pada 2023 sehingga memberi tekanan terhadap nilai mata uang hampir seluruh negara di dunia, termasuk rupiah.
Dolar pernah mencapai 114 indeksnya terhadap mata uang asing, menguat kurang lebih sebesar 25 persen (yoy), beberapa minggu ini mulai melemah indeks dolar sekitar 106, katanya.
Ke depan penguatan dolar AS akan bergantung pada inflasi, kenaikan suku bunga The Fed, dan bagaimana The Fed akan menyeimbangkan kenaikan suku bunga acuan dengan risiko resesi.
Hanya saja menurut Perry nilai tukar rupiah akan tetap kuat pada 2023 didukung oleh perekonomian nasional yang tetap tumbuh sekitar 4,7 sampai 5,3 persen.
Sepanjang 2022, Bank Indonesia juga telah melakukan berbagai upaya untuk menjaga nilai tukar rupiah untuk menahan imported inflation sehingga depresiasi nilai tukar rupiah hanya mencapai sekitar 9 persen.
Ini lebih rendah dari penguatan dolar AS yang rata-rata hampir mencapai 20 persen. Ini hasil dari sinergi fiskal dan moneter untuk mengendalikan inflasi dari gejolak harga inflasi pangan dan global, ucapnya.