Mentok, Babel (ANTARA) - Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat, Kepulauan Bangka Belitung, menyatakan hasil pemetaan mengungkapkan bahwa kasus kekerdilan di daerah setempat terjadi karena perilaku orang tua yang kurang paham dalam memenuhi kebutuhan gizi saat hamil dan pola asuh balita.
"Kami telah melakukan pemetaan dan menemukan masalah utama yang menjadi faktor penyebab kekerdilan di daerah ini," kata Sekretaris Dinas Kesehatan Kabupaten Bangka Barat Muhammad Putra Kusuma di Mentok, Kamis.
Ia menjelaskan, ada tiga faktor penyebab terjadinya kekerdilan di Bangka Barat, yaitu ekonomi keluarga rendah, tingkat pendidikan orang tua, dan masih terjadi perkawinan di bawah umur.
Baca juga: Belitung fokus tangani stunting di 11 desa dan satu kelurahan
Menurut dia, permasalahan kompleks ini tidak akan mampu diatasi jika hanya Dinas Kesehatan yang bergerak sehingga membutuhkan kerja sama dan dukungan banyak pihak untuk memutus kasus kekerdilan di daerah itu.
"Pada tahun ini pemerintah menunjuk BKKBN sebagai ujung tombak penggerak, ini lebih pas karena kekerdilan bukan sekadar permasalahan kesehatan tetapi lebih pada pola pikir, pola asuh anak dan kebiasaan hidup dalam keluarga," kata Putra.
Penunjukan BKKBN sebagai motor penggerak utama, diharapkan berbagai permasalahan keluarga yang berpotensi mengakibatkan terjadinya kekerdilan bisa diatasi, salah satunya dengan upaya pemberdayaan dan peningkatan ekonomi keluarga.
Dalam hal ini, Dinas Pendidikan dan Kantor Wilayah Kementerian Agama juga memegang peran penting dalam meningkatkan kesadaran masyarakat untuk mencegah terjadinya perkawinan usia muda atau di bawah 18 tahun.
Baca juga: Pemkab Bangka Tengah berdayakan 140 posyandu tekan kasus kekerdilan
Dinas Kesehatan akan berupaya meningkatkan komunikasi dan koordinasi lintas sektor untuk mengatasi kekerdilan sesuai dengan tugas, fungsi dan aturan yang berlaku.
Dinas Kesehatan bersama pemerintah desa dan puskesmas juga telah melakukan beberapa kegiatan untuk meningkatkan gizi dan memantau kesehatan pada anak dan ibu hamil.
Berdasarkan data hasil survei Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018, angka kekerdilan di Bangka Barat mencapai 33 persen, namun berkat kebijakan dan intervensi yang dilakukan selama ini angka tersebut berangsur menurun setiap tahun, bahkan pada 2022 sudah mencapai 9,56 persen.
Selama tiga tahun terakhir, yaitu pada 2020 dari sebanyak 14.134 balita yang diukur ditemukan 1.750 kasus kekerdilan (12,38 persen), pada 2021 dari 13.980 balita ditemukan 1.552 kerdil (11,1), dan pada tahun 2022 dari sebanyak 13.197 balita yang diukur ditemukan 1.262 kerdil (9,56).
Baca juga: Dinkes Bangka berhasil turunkan kasus stunting
Berita Terkait
PT Timah - AIMI gelar "Kemunting" tekan stunting di Cupak
2 Desember 2024 19:00
Pangkalpinang raih penghargaan percepatan penurunan stunting
21 November 2024 17:45
Bangka Barat ciptakan lingkungan ramah tumbuh kembang anak
20 November 2024 19:10
Staf Ahli: Kasus Stunting di Bangka mampu dituntaskan
20 November 2024 17:51
BKKBN paparkan 5 pasti & 5 standar baru Audit Kasus Stunting 2024
20 November 2024 14:10
Pemkab Bangka Tengah intervensi kasus stunting hingga ke desa
20 November 2024 09:04
PAUD Pangkalpinang dukung gerakan sekolah sehat turunkan stunting
18 November 2024 20:43
Asisten: Penanganan stunting mampu tingkatkan kualitas hidup
18 November 2024 16:57