Pangkalpinang (Antara Babel) - Masyarakat Adat Melayu Provinsi Kepulauan Bangka Belitung (Babel) meminta pemerintah provinsi setempat untuk memetakan dan mengukur kembali tanah ulayat di daerah itu.
"Kami melihat ada lahan pertambangan milik PT Timah yang tumpang tindih dengan tanah ulayat di daerah ini sehingga perlu dilakukan pengukuran dan pemetaan ulang," kata Ketua Lembaga Adat Melayu Babel Ibnu Hadjar Emha di Pangkalpinang, Jumat.
Ia mengatakan, Pemprov Babel harus segera melakukan pengukuran dan pemetaan ulang secepatnya untuk mencegah penyalahgunaan lahan dan kemungkinan terjadinya konflik antara masyarakat adat dengan perusahaan negara itu.
"Negara dan pemerintah daerah (pemda) seharusnya menjamin hak-hak masyarakat adat di daerah ini dalam mengelola tanah ulayat sehingga warga melayu di daerah ini dapat berkembang dan maju," ujarnya.
Menurut dia, keberadaan tanah ulayat di daerah itu akan digunakan untuk melestarikan kebudayaan lokal dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat adat setempat.
"Jangan sampai tanah ulayat disalahgunakan pihak tertentu untuk memperoleh keuntungan pribadi atau perusahaan sedangkan masyarakat adat di daerah ini tidak mendapat manfaat dari pengembangan lahan tersebut," ujarnya.
Sementara itu, kata dia, PT Timah yang telah memiliki hak guna usaha (HGU) atas lahan pertambangan di daerah ini seharusnya dapat memberikan dampak positif terhadap kesejahteraan warga Babel termasuk masyarakat adat.
"Kami meminta PT Timah untuk memberikan kompensasi kepada Masyarakat Adat Melayu di daerah ini karena telah menggunakan tanah ulayat sebagai lahan pertambangan," ujarnya.
Ia berharap, agar pemprov segera melakukan pengukuran dan pemetaan ulang terhadap lokasi tanah ulayat di daerah itu untuk menetapkan batas-batas lahan milik Masyarakat Adat Melayu.
"Kami berharap agar semua pihak saling menghargai dan menghormati untuk menjaga situasi tetap aman dan damai," ujarnya.