Jakarta (Antara Babel) - KPK menetapkan Presiden Direktur PT Agung Podomoro Land (Tbk) sebagai tersangka pemberi suap terkait dengan pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) mengenai reklamasi Teluk Jakarta.
"Kami sangat mengharapkan karena yang kami tetapkan sebagai tersangka selanjutnya adalah AWJ (Ariesman Widjaja) Presiden Direktur PT APL, sampai hari ini kami belum melakukan penangkapan karena kami masih mencari tahu di mana yang bersangkutan berada," kata Ketua KPK Agus Rahardjo dalam konferensi pers di gedung KPK Jakarta, Jumat.
Ariesman diduga menyuap Ketua Fraksi Gerindra DPRD DKI Jakarta Mohamad Sanusi yang juga sudah ditetapkan sebagai tersangka.
"Kami sangat berharap yang bersangkutan kooperatif, kalau bisa menyerahkan diri agar langkah hukum berikutnya bisa dilakukan," tambah Agus.
Ariesman disangkakan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Terhadap Ariesman, KPK juga sudah mengeluarkan permintaan cegah untuk bepergian keluar negeri.
"KPK tidak hanya mengimbau, hari ini sudah dikeluarkan surat permintaan pencegahan dan KPK juga akan melakukan upaya paksa untuk dihadirkan, hanya sekarang posisinya saja yang timbul tenggelam di sana sini, mudah-mudahan waktu dekat bisa menghadirkan yang bersangkutan di KPK," ungkap Agus.
Namun KPK menegaskan mengetahui lokasi sekitar Ariesman berada.
"KPK tahu sekitar di mana dia berada, mudah-mudahan di dalam negeri," ungkap Agus.
Sedangkan Ketua Komisi D Mohamad Sanusi yang mengurus mengenai pekerjaan umum dan tata ruang DKI Jakarta juga ditetapkan sebagai tersangka bersama-sama dengan Trinanda Prihantoro selaku Personal Assistant at PT Agung Podomoro Land.
Sanusi dan Trinanda ditetapkan sebagai tersangka dengan sangkaan pasal 5 ayat 1 huruf a atau pasal 5 ayat 1 b atau pasal 13 UU No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas UU No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo pasal 55 ayat 1 ke-1 jo pasal 64 ayat 1 KUHP.
Pasal tersebut berisi tentang memberi atau menjanjikan sesuatu kepada pegawai negeri atau penyelenggara negara dengan maksud supaya pegawai negeri atau penyelenggara negara tersebut berbuat atau tidak berbuat sesuatu dalam jabatannya, yang bertentangan dengan kewajibannya dengan ancaman pidana paling singkat 1 tahun dan lama 5 tahun ditambah denda paling sedikit Rp50 juta dan paling banyak Rp250 juta.
Penetapan ketiganya sebagai tersangka berdasarkan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (31/3).
"Dalam OTT, KPK berhasil mengamankan barang bukti uang sebesar Rp1,14 miliar yang merupakan pemberian kedua kepada MSN (Mohamad Sanusi) setelah sebelumnya diberikan Rp1 miliar pada 28 maret 2016, Rp1,14 miliar adalah sisa pembayaran kepada MSN yang sudah dipergunakan yang bersangkutan," tambah Agus.
KPK juga menemukan 80 lembar pecahan 1.000 dolar AS yang merupakan milik pribadi Sanusi.