Jakarta (Antara Babel) - Mahkamah Konstitusi bersama Dewan Perwakilan Rakyat Komisi II menggelar pertemuan di Gedung MK, Jakarta, Kamis, untuk mengkonsultasikan soal revisi Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 Tentang Pilkada dan evaluasi pelaksanaan Pilkada serentak tahun 2015.
Ketua Komisi II DPR Rambe Kamarul Zaman dalam pertemuan itu menyampaikan beberapa poin yang perlu diperhatikan terkait penyelenggaran Pilkada serentak 2015 lalu.
"Mulai dari perlunya peradilan khusus perkara hasil pilkada, syarat selisih hasil pilkada untuk mengajukan perkara ke MK, hingga kewajiban penyelenggara negara untuk mundur dari jabatannya jika maju dalam pemilihan," tutur Rambe di Gedung MK.
Rambe menekankan pihaknya menyampaikan hal tersebut adalah suatu keseriusan dari DPR. Kendati demikian, dia menilai secara umum Pilkada tahun 2015 telah berhasil dilaksanakan.
"Kami sampaikan masalah ini MK, jangan dikira DPR kerja main-main. Kita serius melihat ini dan bersyukur pilkada serentak yang sudah dilakukan berjalan dengan baik walaupun dalam beberapa hal ada keluhan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua Mahkamah Konstitusi Arief Hidayat yang juga hadir dalam pertemuan itu, mengatakan pihaknya menyambut baik kedatangan DPR ke MK yang dia nilai sebagai langkah yang baik untuk menciptakan komunikasi dan sinergi antara legislatif dan yudikatif.
"Karena ini menjadi tugas kita bersama untuk menciptakan hukum yang demokratis," ucap Ketua MK Arief Hidayat.
Dari pantauan, pertemuan tersebut dihadiri Ketua MK Arief Hidayat bersama hakim konstitusi Maria Farida Indrati, Patrialis Akbar, Aswanto, Wahiduddin Adams, I Dewa Palguna, dan Sekjen MK Guntur Hamzah.
Adapun dari pihak DPR, selain Rambe hadir pula Wakil Ketua Komisi II Riza Patria, Anggota Komisi II Sareh Wiyono, Arteria Dahlan, Amirul Tamim, dan anggota lainnya.
MK-DPR Gelar Pertemuan Konsultasikan Revisi UU Pilkada
Kamis, 14 April 2016 15:01 WIB
Mulai dari perlunya peradilan khusus perkara hasil pilkada, syarat selisih hasil pilkada untuk mengajukan perkara ke MK, hingga kewajiban penyelenggara negara untuk mundur dari jabatannya jika maju dalam pemilihan.