Bupati Bangka Barat, Provinsi Bangka Belitung, Zuhri M Syazali mengajak masyarakat melestarikan tradisi minum teh tayu yang memiliki cita rasa khas sekaligus mempromosikan teh asli daerah ini.
"Tanaman teh tayu sudah ada di Desa Ketap, Kecamatan Jebus puluhan tahun yang lalu, ini merupakan salah satu warisan yang harus dilestarikan sekaligus dalam upaya meningkatkan nilai jual teh asli daerah itu," kata dia, beberapa waktu lalu.
Menurut dia, tradisi minum teh di Kecamatan Jebus sudah ada sejak zaman dulu karena sebagian besar warganya beretnis China yang memiliki tradisi minum teh.
Pemkab setempat sedang berupaya mengundang para pakar dari badan dan dinas terkait untuk segera melakukan penelitian agar produk yang sudah dihasilkan selama puluhan tahun tersebut dapat diekspos untuk kepentingan pemasaran produk.
"Menurut informasi yang kami terima dari para penikmat teh tayu, teh ini mampu menghilangkan rasa pusing, memberikan relaksasi, menambah nafsu makan dan menurunkan tekanan darah, namun semua itu harus dapat dipertanggungjawabkan melalui penelitian ilmiah," ujarnya.
Teh tayu memiliki aroma dan cita rasa khas lain dari teh daerah lain apalagi produk teh kemasan yang selama ini banyak dijual di pasaran, teh tayu sangat istimewa tidak kental namun terasa tehnya.
"Teh tayu tergolong jenis teh mahal dengan kualitas baik (pucuk daun) harganya sudah mencapai Rp350 ribu per kilogram," ujarnya.
Ia mengatakan, selama ini penjualan produk teh tayu masih membidik pasar lokal, namun ke depan pihaknya berharap pemasaran produk tersebut dapat dilakukan lebih profesional untuk mengangkat citra teh lokal di kancah nasional bahkan diharapkan mampu bersaing di tingkat internasional.
Sementara itu, dalam upaya meningkatkan produksi teh tayu, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kabupaten Bangka Barat pada 2012 mengambangkan kebun teh di Desa Ketap seluas 10 hektare dengan menyediakan 12 ribu batang bibit siap tanam untuk membantu warga sekaligus dalam upaya mewujudkan Desa Ketap sebagai desa mandiri dengan potensi perkebunan sebagai sektor pokok penyangga perekonomian daerah itu.
Kepala Bidang Perkebunan pada Dinas Kehutanan dan Perkebunana Kabupaten Bangka Barat Edi Usman, mengungkapkan, dalam upaya melestarikan teh tayu, Pemkab juga sedang mengupayakan mematenkan hak atas teh tayu, dengan menggandeng PT Sucofindo.
"Saat ini produksinya masih terbatas dan dikelola warga setempat, namun seiring peningkatan produksi teh tayu, diharapkan akan terjadi industri yang lebih besar dan tentunya akan membuka banyak lapangan pekerjaan, ini yang kita inginkan untuk meningkatkan kesejahteraan warga di daerah itu," ujarnya.
Kesiapan petani dan warga di daerah itu untuk mengembangkan teh tayu sudah cukup bagus dan mereka sangat antusias dengan berbagai upaya yang sedang dilakukan Pemkab untuk menjadikan teh tayu sebagai andalan produk Bangka Barat.
"Kami berharap ke depan, pengembangan teh tayu bukan hanya pengembangan di sejumlah hamparan, namun bisa juga dikembangkan di pekarangan rumah, bahkan bisa dijadikan tanaman hiasan atau pagar pekarangan," ujarnya.
Teh (Camelia sinensis) dikenal sejak sekitar 2.737 tahun Sebelum Masehi pada masa kekaisaran Sheh Nong di China, dari negeri tersebut teh kemudian menyebar ke berbagai penjuru dunia dan sampai kini tradisi minum teh masih lestari di berbagai negara.
Sementara di Jebus, pengembangan teh tayu didominasi warga etnis Tionghoa yang bibitnya sengaja dibawa dari negara asalnya sekitar 100 tahun lalu, namun kurang berkembang karena perawatan tanaman dan pengolahan produksi masih dilakukan tradisional.
"Perluasan lahan tanam teh tayu yang kami lakukan, diharapkan tiga tahun ke depan sudah mulai menghasilkan, dan kami berharap adanya investasi untuk pengolahan produksi teh dengan pola pemasaran modern sehingga teh tayu bisa menjadi salah satu andalan perekonomian masyarakat di daerah itu," ujar Edi Usman.