Bogota (ANTARA) - Geng bersenjata berusaha menguasai bandara internasional utama Haiti pada Senin (4/3) dalam serangkaian serangan terbaru, termasuk serangan yang menyebabkan pelarian massal narapidana dari dua penjara besar.
Geng bersenjata tersebut bentrok dengan polisi dan tentara di depan Bandara Internasional Toussaint Louverture, yang ditutup ketika serangan terjadi, tanpa ada pesawat yang beroperasi atau penumpang di lokasi.
Serangan itu terjadi hanya beberapa jam, setelah anggota geng bersenjata menyerbu dua penjara terbesar di negara itu dan membebaskan lebih dari 3.800 narapidana.
Pihak berwenang memerintahkan pemberlakuan jam malam setelah serangan itu, serta pemerintah mengatakan akan berusaha melacak narapidana yang melarikan diri, beberapa di antaranya dituduh melakukan pembunuhan dan penculikan.
Pertempuran terjadi di tengah ketidakhadiran Perdana Menteri Ariel Henry, yang berada di Kenya untuk menyelesaikan rincian pengerahan 1.000 petugas polisi Kenya untuk mengambil kembali kendali negara tersebut.
Mantan petugas polisi dikenal sebagai Barbecue, Jimmy Cherizier, yang kini menjadi pemimpin geng yang kuat, mengatakan bahwa tujuannya adalah untuk mencegah kembalinya Henry.
Tidak ada kepastian apakah Henry akan kembali ke Haiti, mengingat semakin meningkatnya risiko keamanan di negara tersebut.
Setidaknya sembilan orang telah terbunuh Kamis (29/2), termasuk empat petugas polisi, dan PBB memperkirakan sekitar 15.000 orang terpaksa meninggalkan tanah air mereka akibat gelombang kekerasan terbaru yang membuat Amerika Serikat menyarankan warganya untuk meninggalkan “sesegera mungkin,” dan Kanada akan menutup sementara kedutaannya.
Haiti telah bergulat dengan gelombang kekerasan geng dalam beberapa tahun terakhir, yang diperburuk dengan pembunuhan Presiden Jovenel Moise pada tahun 2021.
Berbagai geng kekerasan kini menguasai hingga 80 persen ibu kota Port-au-Prince, dan mereka meneror orang melalui pembunuhan, penculikan, dan pemerkosaan yang tiada akhir.
Kepolisian nasional Haiti memiliki sekitar 9.000 petugas untuk memberikan keamanan bagi lebih dari 11 juta orang, menurut PBB.
Sumber: Anadolu