Hamilton (ANTARA) - PBB pada Rabu melaporkan bahwa 70 persen penduduk di Jalur Gaza terdiri atas kaum muda di bawah usia 30 tahun dan hampir semua pemuda tersebut menderita tingkat trauma, kekerasan, penyakit dan kerawanan pangan yang belum pernah terjadi sebelumnya.
"Semua sekolah di seluruh Jalur Gaza ditutup, sehingga berdampak terhadap lebih dari 625 ribu siswa," kata Rosemary DiCarlo, Wakil Sekretaris Jenderal PBB untuk Urusan Politik dan Pembangunan Perdamaian, dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB tentang "Peran generasi muda dalam mengatasi tantangan keamanan di Mediterania."
Sembari menekankan pentingnya keterlibatan pemuda dalam proses pengambilan keputusan, dia mengatakan, "Di Mediterania bagian selatan dan timur, generasi muda merupakan 55 persen. Kami ingat gelombang demonstrasi yang melanda wilayah tersebut pada 2011."
Mengingat kaum muda merupakan mayoritas dari mereka yang melakukan perjalanan berbahaya melintasi Mediterania, DiCarlo mengatakan, "Diperkirakan satu dari empat kaum muda di seluruh dunia terkena dampak kekerasan atau konflik bersenjata. Kaum muda, terutama perempuan, lebih rentan terhadap penelantaran, pelecehan dan eksploitasi."
"Kaum muda lebih mungkin direkrut oleh kelompok bersenjata ketika mereka tidak memiliki peluang memperoleh mata pencaharian. Selain itu, perkiraan juga menunjukkan bahwa lebih dari 90 persen kematian akibat konflik langsung terjadi di kalangan laki-laki dewasa muda," tambahnya.
Sembari mengatakan bahwa "fakta dan angka yang suram terlihat dari bencana yang terjadi di salah satu bagian wilayah Mediterania," DiCarlo mengingatkan Dewan tentang banyaknya korban di Gaza setelah serangan Hamas pada 7 Oktober.
Kepala Persatuan untuk Negara-negara Anggota Mediterania (UfM) Nasser Kamel menekankan pentingnya Laut Mediterania dalam skala global, meski luasnya kurang dari 1 persen lautan di dunia.
Dia menyoroti peran lautan tersebut dalam seperempat perdagangan lintas laut internasional dan keanekaragaman hayatinya yang kaya, sehingga menghasilkan nilai ekonomi sebesar 450 miliar dolar AS (sekitar Rp7,28 kuadriliun) setiap tahun.
"Namun, pada saat yang sama, wilayah laut tersebut juga menjadi pusat dari banyak tantangan yang menimbulkan risiko berlapis bagi perdamaian, keamanan dan stabilitas kita," tambahnya.
Mengutip kelangkaan air dan banjir bandang yang terjadi baru-baru ini, Kamel mencatat perlunya aksi dan mendesak, "Sudah saatnya ... kita fokus pada Mediterania tidak hanya sebagai pusat tantangan global, tetapi juga sebagai laboratorium solusi."
Dia mendesak keterlibatan kaum muda yang lebih besar dalam proses pengambilan keputusan, dengan memperhatikan peran mereka yang merasakan dampak perubahan iklim dan mendorong aksi iklim di seluruh dunia.
"Kami berharap masyarakat global siap melakukan perundingan ini bersama kami untuk menjadikan Mediterania sebagai pusat praktik dan solusi terbaik," tambahnya.
Sumber: Anadolu