New York City (ANTARA) - Sekitar 400 juta orang di seluruh dunia menderita COVID-19 jangka panjang, ungkap sebuah penelitian terbaru.
Perkiraan biaya ekonomi, dari berbagai faktor seperti layanan perawatan kesehatan dan pasien yang tidak dapat kembali bekerja, adalah sekitar satu triliun dolar AS (1 dolar AS = Rp15.952) secara global setiap tahunnya, atau sekitar satu persen dari ekonomi global, sebut penelitian yang diterbitkan pada Jumat (9/8) di jurnal Nature Medicine.
Penelitian ini merupakan upaya untuk merangkum pengetahuan tentang dan dampak dari COVID-19 jangka panjang di seluruh dunia empat tahun setelah penyakit tersebut pertama kali muncul.
Penelitian ini juga bertujuan untuk "memetakan kebijakan dan prioritas penelitian," kata Ziyad Al-Aly, salah satu peneliti yang juga kepala penelitian dan pengembangan di V.A. St. Louis Health Care System sekaligus epidemiolog klinis di Universitas Washington di St. Louis.
Al-Aly menulis naskah penelitian (paper) tersebut bersama sejumlah peneliti COVID-19 jangka panjang terkemuka lainnya dan tiga pemimpin Patient-Led Research Collaborative, sebuah organisasi yang dibentuk oleh para pasien COVID-19 jangka panjang yang juga merupakan peneliti profesional.
Kesimpulan lainnya dari penelitian ini mencakup bahwa sekitar enam persen orang dewasa di seluruh dunia telah menderita COVID-19 jangka panjang; banyak yang belum pulih sepenuhnya; dan pengobatan tetap menjadi salah satu tantangan terbesar.