Pangkalpinang (ANTARA) - Saya berpendapat bahwa berlebihan kritik terhadap pengaturan peran TNI dalam RUU TNI. Kritik itu sudah tidak rasional. Padahal pengaturan peran TNI dalam RUU itu proporsional terbatas pada bidang-bidang yang membutuhkan ketrampilan dan pemikiran dari seorang perwira aktif TNI seperti untuk bidang penanggulangan bencana, intelijen, keamanan laut, dan penanggulangan masalah terorisme dan narkotika.
Demikian juga penempatan perwira aktif berlatar belakang ahli hukum pidana militer di Kejaksaan Agung dan di Mahkamah Agung, yang telah lama hadir di lembaga peradilan tertinggi itu.
Para pengkritik RUU TNI ini seperti belum memahami materi Revisi UU, atau mengkritik karena ketakutan berlebihan atau paranoid atas kembalinya praktik "Dwi-Fungsi ABRI" yang telah dikubur sejak era Reformasi 1998.
Saya juga mengkritik "tindakan nyelonong masuk bikin gaduh oleh para aktivis anti-RUU TNI ke dalam ruang rapat pembahasan RUU TNI beberapa waktu di sebuah hotel".
Tindakan aktivis itu tidak sopan dan tidak beretika serta dapat dikategorikan "contempt of parliament, atau menghina parlemen".
Bila tidak sepakat dengan mekanisme pembahasan suatu RUU, dapat saja mengajukan protes ke Pimpinan DPR RI, bukan melakukan tindakan "contemp of parliamen".
Oleh karena itu, para pelaku pendobrak ruang rapat pembahasan RUU TNI bisa diproses hukum.
Saya ingin merinci lagi 14 posisi bagi perwira aktif dalam instansi di luar kemiliteran (TNI), yaitu:
1, Kementerian Koordinator POLKAM;
2, Kementerian Pertahanan, termasuk Dewan Pertahanan Nasional;
3, Kesekretariatan Negara untuk urusan sekretariat militer presiden;
4, Badan Intelijen Negara;
5, Badan Siber/Sandi Negara;
6, Lembaga Ketahanan Nasional;
7, Badan SAR Nasional;
8, Badan Narkotika Nasional;
9, Mahkamah Agung (Ketua Muda Peradilan Militer).
Serta tambahan 5 posisi di instansi yang memerlukan keahlian dan pemikiran perwira militer aktif, yaitu:
10, Badan Nasional Pengelola Perbatasan;
11, Badan Penanggulangan Bencana;
12, Badan Penanggulangan Terorisme;
13, Badan Keamanan Laut;
14, Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer).
Segenap bidang kegiatan pemerintahan dan hukum tersebut secara proporsional membutuhkan pemikiran dan keahlian dari perwira aktif TNI.
DPR RI bisa melakukan pengawasan terhadap kinerja perwira-perwira aktif pada 14 lembaga pemerintahan dan lembaga negara tersebut. Kinerja pengawasan DPR RI telah terbukti berjalan baik di era Pemerintahan Presiden Prabowo.
Saya juga mendukung pengaturan dalam RUU TNI untuk usia pensiun 62 tahu bagi Jenderal Bintang Empat, karena terbukti seseorang masih kuat fisik dan masih prima kemampuan berpikirnya. Sangat disayangkan bila tidak dipakai, sehingga negara akan rugi.
*) Prof. Dr. Andi Asrun, SH MH adalah Guru Besar Hukum Konstitusi Universitas Pakuan