Jakarta (ANTARA) -
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Kejaksaan Agung Ardito Muwardi menyampaikan kegiatan itu dilakukan MB Gunawan secara sendiri maupun bersama-sama dengan Pemilik Manfaat PT SIP Suwito Gunawan alias Awi melalui PT SIP dan perusahaan afiliasinya, yaitu CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada.
"Perbuatan juga dilakukan beserta smelter swasta lainnya, di antaranya PT Refined Bangka Tin (RBT), PT Sariwiguna Binasentosa (SBS), CV Venus Inti Perkasa (VIP), dan PT Tinindo Inter Nusa (TIN)," kata JPU dalam sidang pembacaan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin.
Dengan demikian, perbuatan MB Gunawan diatur dan diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
JPU menuturkan PT SIP maupun perusahaan afiliasinya tidak sepenuhnya melakukan penambangan di wilayah IUP masing-masing, melainkan membeli bijih timah dari hasil penambangan para kolektor atau penambang ilegal berdasarkan volume kilogram per kadar timah melalui MB Gunawan.
Dalam pembelaan bijih timah itu, PT SIP diberikan modal berupa uang dari Suwito. Sementara untuk menutupi kegiatan penambangan ilegal tersebut, maka dibuat seolah-olah telah melaksanakan program kemitraan Izin Usaha Jasa Penambangan (IUJP) milik Suwito.
Adapun kedua perusahaan afiliasi PT SIP, yakni CV Bangka Jaya Abadi dan CV Rajawali Total Persada, sambung JPU, merupakan perusahaan cangkang atau boneka untuk membeli dan/atau mengumpulkan biji timah dari penambang ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Perusahaan cangkang tersebut dibentuk MB Gunawan, baik secara sendiri maupun bersama-sama dengan Suwito. MB Gunawan dan Suwito juga menunjuk dan mengatur pihak-pihak yang dijadikan pengurus kedua perusahaan cangkang.
"Perusahaan cangkang atau boneka ini seolah-olah sebagai mitra jasa pemborongan yang akan diberikan Surat Perintah Kerja (SPK) Pengangkutan di wilayah IUP PT Timah," ucap JPU.
JPU menjelaskan, pada 2018 PT Timah meminta lima smelter, yakni PT SIP, PT RBY, CV VIP, PT SBS, dan PT TIN, untuk memberikan bagian bijih timah sebesar 5 persen, yang dihitung dari kuota ekspor smelter swasta.
Permintaan itu disebabkan karena Direktur Operasi dan Produksi PT Timah periode 2017-2020 Alwin Albar dan Direktur Utama PT Timah Tbk periode 2016-2021 Mochtar Riza Pahlevi Tabrani mengetahui bahwa bijih timah kelima smelter bersumber dari penambangan ilegal di wilayah IUP PT Timah.
Terkait penjualan bijih timah sebanyak 5 persen dari PT SIP kepada PT Timah, JPU membeberkan, MB Gunawan diperintahkan oleh Suwito untuk mengurus penjualan bijih timah ke PT Timah dalam program Sisa Hasil Pengolahan (SHP) ke PT Timah.
"MB Gunawan juga diperintahkan Suwito untuk melakukan pengiriman bijih timah ke PT Timah terkait pembelian bijih timah dalam program kerja sama sewa peralatan processing (pengolahan) untuk penglogaman timah," ungkap JPU menambahkan.
Dari kegiatan borongan hasil pengangkutan sisa hasil pengolahan (SHP) dan program sewa smelter antara PT SIP dan PT Timah, JPU menyebutkan MB Gunawan dan Suwito melalui PT SIP menerima pembayaran sebesar Rp2,2 triliun. Uang itu dinikmati oleh Suwito melalui PT SIP.