Jakarta (Antara Babel) - Harga gas di dalam negeri yang masih tinggi
dinilai menekan investasi industri petrokimia nasional, demikian
disampaikan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto.
"Kapan terakhir pabrik petrokimia dibangun? Tahun 1998 oleh PT Tuban
Petrochemical Industries. Padahal demand (permintaannya) besar," kata
Airlangga di Jakarta, Kamis.
Airlangga menyampaikan hal tersebut pada Seminar Nasional bertajuk "Efek
Berganda dari Penurunan Harga Gas Industri dan Dampaknya bagi
Perekonomian Nasional" di Gedung Kemenperin.
Airlangga menyampaikan, dengan kondisi demikian, permintaan industri
petrokimia hulu dan antara hingga saat ini masih diimpor dari berbagai
negara.
Menurut Airlangga, terdapat beberapa industri petrokimia yang ingin
berinvestasi di Indonesia dalam beberapa tahun terakhir, namun masih
mengurungkan niat karena melihat harga gas di Indonesia yang masih
tinggi.
"Ada beberapa yang mau masuk, tapi mereka menahan investasinya. Harga gas kita masih tinggi," ungkap Airlangga.
Diketahui, industri petrokimia menjadi salah satu industri yang penggunaan gasnya paling tinggi, misalnya industri pupuk.
Industri pupuk dikatakan mutlak mendapat harga gas murah karena
berkontribusi 70 persen terhadap seluruh biaya produksi, karena gas
menjadi bahan baku untuk industri ini.
Airlangga berharap, dengan terwujudnya harga gas murah, maka investasi
disektor industri petrokimia dapat masuk ke Indonesia, sehingga industri
ini kembali menggeliat di dalam negeri.
Harga Gas Tekan Investasi Industri Perrokimia Nasional
Kamis, 22 September 2016 12:07 WIB