Pangkalpinang (ANTARA) - Sejalan dengan kemajuan teknologi yang semakin berkembang, Pemerintah terus menggaungkan reformasi birokrasi melalui digitalisasi dalam sistem pembayaran. Dua instrumen yang menjadi sorotan utama adalah Cash Management System (CMS) dan Kartu Kredit Pemerintah (KKP).
CMS merupakan sistem elektronik yang disediakan oleh bank mitra pemerintah yang terhubung dengan rekening Kas Umum Negara (RKUN) dan rekening instansi pemerintah untuk memfasilitasi transaksi belanja secara non-tunai dan transparan. CMS memungkinkan integrasi dan pengawasan arus kas pemerintah secara realtime, mulai dari perencanaan kas, pelaksanaan transaksi, hingga pelaporan posisi kas negara.
CMS pertama kali berkembang pada sektor bank swasta sejak tahun 1970-an. Seiring dengan berjalannya waktu, pada tahun 2024 Bank Indonesia meluncurkan Gerakan Nasional Non Tunai (GNNT) untuk mendorong transaksi non-tunai di seluruh sektor termasuk pemerintahan. Pada tahun 2015, CMS mulai diimplementasikan secara resmi di lingkungan satuan kerja (satker) pengelola APBN lingkup Direktorat Jenderal Perbendaharaan.
Tujuan utama dari penerapan CMS dalam pengelolaan keuangan negara meliputi optimalisasi likuiditas, pengendalian arus kas secara realtime, memastikan ketersediaan dana sesuai kebutuhan (tanpa idle cash), meningkatkan efisiensi dan transparansi transaksi keuangan pemerintah, serta memberi dukungan terhadap implementasi kebijakan fiskal. CMS memberi banyak manfaat bagi instansi Pemerintah, seperti:
1. Transaksi dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja
2. Mengurangi risiko keamanan penggunaan uang tunai
3. Mengurangi peluang terjadinya moral hazard
4. Memudahkan monitoring dan pelaporan transaksi keuangan.
Fitur yang terdapat dalam CMS pada bank mitra pemerintah (seperti BRI, BNI, BTN, dan Bank Mandiri) berbeda-beda sesuai dengan kebijakan setiap bank, namun fitur yang pasti ada dalam CMS yaitu:
1. Monitoring mutasi transaksi dan saldo rekening
2. Mencetak rekening koran
3. Transfer dana/pembayaran ke rekening penerima
4. Penyetoran pajak/PNBP melalui MPN G3
5. Pembayaran tagihan langganan daya dan jasa
Secara keseluruhan, penggunaan CMS memberikan manfaat utama berupa pengendalian keuangan negara yang lebih baik, transparansi transaksi, serta peningkatan efisiensi dalam proses pengelolaan kas pemerintah.
Sementara KKP merupakan instrumen pembayaran non-tunai yang dirancang khusus bagi instansi pemerintah dalam membiayai ragam kebutuhan belanja, terutama untuk operasional rutin dan perjalanan dinas dengan sumber dana dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Penggunaan KKP secara eksklusif diberikan kepada pejabat tertentu, seperti Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) atau bendahara pengeluaran, sehingga pelaksanaannya terkontrol dan teruji akuntabilitasnya. Pengaturan terkait KKP tertuang dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) No. 196/PMK.05/2018 dan diperbarui oleh PMK No. 97/PMK.05/2021. Regulasi ini mengatur secara rinci prosedur pembayaran serta penggunaan KKP dalam lingkup belanja negara. KKP diperoleh satuan kerja (satker) dari bank setelah mengajukan Uang Persediaan KKP (UP KKP) terlebih dahulu ke Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN).
Tujuan utama dari KKP adalah untuk manajemen kas pemerintah yang lebih baik dengan mengurangi adanya idle cash di satker dengan uang persediaan tunai yang belum digunakan oleh satker. Dengan menggunakan KKP, satuan kerja (satker) melakukan pembelanjaan terlebih dahulu dengan pembayaran melalui KKP, kemudian bank menyampaikan tagihan kepada satker, setelah itu satker mengajukan tagihan kepada negara melalui KPPN untuk membayar tagihan KKP tersebut. Penggunaan KKP dapat membantu pengelolaan keuangan negara menjadi lebih akurat dan akuntabel karena pembayaran belanja/tagihan barang dan jasa dilakukan secara digital sehingga mampu meminimalisasi kesalahan pencatatan transaksi dan data tagihan tidak dapat dimanipulasi.
Manfaat penggunaan KKP lainnya meliputi:
• Efisiensi Proses Pembayaran: KKP mempercepat proses pembayaran kepada penyedia barang/jasa, sehingga mengurangi birokrasi dan waktu tunggu yang biasanya terjadi dalam proses transfer manual.
• Pengurangan Penggunaan Uang Tunai: Penggunaan KKP mendorong transaksi non-tunai, sehingga menurunkan risiko penyimpangan, pencurian, serta potensi terjadinya korupsi dan penyalahgunaan dana.
• Kemudahan Pengendalian dan Monitoring: Pemerintah dapat memantau penggunaan anggaran secara lebih terukur dan real-time, terutama melalui integrasi dengan sistem Cash Management System (CMS), SAKTI, dan Digipay.
• Dukungan untuk Belanja Darurat/Kecil: KKP sangat efektif untuk pengeluaran mendesak atau rutin berskala kecil hingga menengah tanpa perlu pengajuan Surat Perintah Membayar (SPM) kecil secara terpisah.
Secara mekanis, implementasi KKP pada satuan kerja (satker) berlangsung sebagai berikut:
1. Pengajuan Kartu: Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) mengajukan permohonan pembukaan KKP ke bank mitra pemerintah (seperti BNI, BRI, BTN, atau Mandiri). Kartu kemudian diterbitkan atas nama pejabat yang ditunjuk dengan batas penggunaan sesuai kebutuhan dan persetujuan yang berlaku.
2. Penggunaan untuk Belanja: KKP dipergunakan untuk membiayai kebutuhan operasional berskala kecil hingga menengah, seperti pengadaan alat tulis kantor (ATK), akomodasi, konsumsi, dan perjalanan dinas. Transaksi hanya dapat dilakukan pada merchant yang telah menyediakan EDC/Visa/Mastercard dan terdaftar, sebagian besar melalui platform Digipay. Penarikan tunai tidak diperbolehkan, KKP hanya dapat digunakan untuk pembayaran langsung ke penyedia barang/jasa.
3. Dokumentasi Transaksi: Setelah transaksi, pemegang kartu wajib mengumpulkan seluruh bukti pembayaran (invoice, struk, dsb). Laporan pertanggungjawaban (LPJ) harus disusun maksimal 7 hari kerja setelah transaksi, sebagai bagian dari pelaporan keuangan dan pembukuan di aplikasi SAKTI.
4. Pembayaran Tagihan: Setiap bulan, bank penerbit mengirimkan tagihan transaksi KKP ke rekening Kas Umum Negara (KUN). Satuan kerja (satker) memproses pembayaran melalui SPM-LS KKP guna melunasi seluruh tagihan tersebut.
5. Pengawasan dan Pelaporan: Direktorat Jenderal Perbendaharaan (DJPb) dan BPKP/OJK memantau penggunaan KKP secara berkala untuk mencegah penyalahgunaan. Satker diwajibkan menyusun laporan penggunaan KKP baik bulanan maupun semesteran sebagai bagian dari akuntabilitas keuangan.
Kombinasi CMS dan KKP menciptakan transformasi digital pengelolaan keuangan negara menjadi lebih transparan, efisien, dan akuntabel serta dapat mendorong cashless society khususnya di lingkup pemerintahan.
*) Elvana Cytra Rahmatul Fitri adalah Fungsional Pembina Teknis Perbendaharaan Negara KPPN Pangkalpinang