Pangkalpinang (ANTARA) - Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mewakili Asosiasi Petani Bangka Belitung menyatakan keberatannya jika 20 persen luas Hak Guna Usaha (HGU) perusahaan itu diserahkan ke negara, sesuai PP 25 nomor 5 tahun 2025 yang baru diterbitkan.
"Padahal di PP 26 Pasal 11 Tahun 2024 sudah jelas mengamanatkan 20 persen luas HGU itu untuk petani yang terdampak. Kami memperjuangkan plasma ini sudah selama ini. Namun timbulnya Perpres ini membuat kami petani merasa sangat keberatan," kata Ketua APKASINDO Babel, Maladi usai mengikuti audiensi bersama DPRD Babel, di Pangkalpinang, Senin.
Ia mengatakan persoalan inilah yang membuat APKASINDO mewakili Asosiasi Petani dan puluhan petani lain dari beberapa kabupaten melakukan audiensi bersama DPRD Babel serta pihak terkait lainnya.
"Kami menghadap DPRD Babel ini berharap persoalan ini bisa ditindaklanjuti ke Kementerian LHK RI," ujarnya.
Baca juga: DPRD Babel audiensi bersama APKASINDO-APDESI bahas persoalan HTI
Selain itu, Maladi juga menyesali pemerintah daerah tidak transparan menentukan batas koordinat hutan produksi atau hutan tanaman industri (HTI) yang ada di Desa-desa khususnya kabupaten Bangka Selatan, Bangka dan Bangka tengah.
"Tolong statment tentang luas HGU atau lahan itu ada transparansi agar terlihat keberpihakan pemerintah daerah terhadap petani karena selama ini jujur petani dan masyarakat tidak tahu dimana batas koordinat hutan produksi ataupun HTI ini," ujarnya.
Tidak adanya transparansi ini seharusnya satgas PKH tidak bisa melakukan penertiban pemasangan plang, karena petani dan masyarakat juga tidak mengetahui batas koordinatnya. Hanya batas koordinat hutan lindung yang diketahui petani dan masyarakat.
"Kami tidak ada akses ke DLHK atau Kementerian untuk mengetahui koordinat masing-masing jadi timbul keresahan di masyarakat. Oleh karena itu kami datang ke DPRD Babel ini," ujarnya.
Maladi juga meyakinkan banyak petani yang terkena dampak dari permasalahan ini karena selama ini para petani itu berkebun di dalam kawasan HTI karena yang di luar kawasan sudah diambil perusahaan semua dan lahan-lahan yang diambil perusahaan itu masuk HPL.
"Kebanyakan petani berkebun di dalam kawasan karena yang di luar sudah diambil perusahaan. Tidak mungkin masyarakat jadi penonton di Desa sendiri dan sekarang mereka Satgas PKH HTI juga ikut mengambilnya memasang plang-plang sehingga sampai sekarang tidak ada aktifitas sama sekali," terangnya.
Ia berharap dengan audiensi bersama DPRD Bangka Belitung (Babel) ini harapan para petani kawasan HTI bisa diserahkan ke masyarakat agar mereka bisa tetap berkebun seperti biasa dan iIn yang tidak sesuai bisa dicabut oleh Kementerian Lingkungan Hidup RI.
"Kami harap para petani yang berkebun di dalam kawasan HTI bisa dikumpulkan datanya untuk bisa dikeluarkan dari kawasan HTI. Mereka siap membayar PNBP dan itu solusi yang kita harapkan karena memang kita ke sini mencari solusi," tutup Maladi.
