Pangkalpinang (ANTARA) - Dalam hubungan hukum perdata, perjanjian menjadi sarana utama untuk menciptakan kepastian hak dan kewajiban. Namun, kepastian ini sering menghadapi risiko ketika debitur gagal memenuhi kewajibannya. Untuk itu, sistem hukum menyediakan berbagai instrumen jaminan, salah satunya adalah jaminan perorangan atau borgtocht.
Jaminan perorangan diatur dalam Pasal 1820–1850 KUHPerdata, yaitu perjanjian di mana pihak ketiga (penanggung) mengikatkan diri kepada kreditur untuk memenuhi kewajiban debitur jika debitur wanprestasi.
Dalam praktik modern, jaminan perorangan sering berbentuk personal guarantee yang ditandatangani oleh direktur, pemegang saham, atau pihak ketiga lainnya.
Nilai strategis jaminan perorangan
Jaminan perorangan memiliki nilai strategis karena memberikan kreditur jaminan psikologis sekaligus menyediakan jalur alternatif penagihan apabila debitur gagal bayar. Instrumen ini juga bersifat fleksibel karena dapat dibuat tanpa memerlukan aset fisik sebagai objek jaminan.
Selain itu, keberadaan jaminan perorangan memperluas akses pembiayaan bagi debitur yang tidak memiliki aset cukup, terutama pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
Dengan demikian, jaminan perorangan berperan penting dalam menjaga kelancaran perputaran modal dan mendorong pertumbuhan ekonomi.
Kelemahan dan tantangan
Meski memiliki peran penting, jaminan perorangan juga tidak terlepas dari kelemahan. Pertama, efektivitasnya sangat bergantung pada kemampuan finansial penanggung. Jika penanggung tidak mampu, maka jaminan hanya bersifat formalitas.
Kedua, jaminan perorangan tidak memberikan hak preferen. Dalam hal terjadi kepailitan, kreditur hanya akan menjadi kreditur konkuren atas harta penanggung.
Selain itu, potensi sengketa juga sering muncul, misalnya penanggung beralasan tidak diberitahu jumlah utang yang dijamin atau menolak memenuhi kewajiban dengan dalih perjanjian tidak sah.
Penguatan kepastian hukum
Agar jaminan perorangan dapat berjalan efektif, sejumlah langkah dapat ditempuh. Pembuatan akta penanggungan sebaiknya dilakukan dalam bentuk akta otentik, karena memiliki kekuatan pembuktian sempurna dan dapat dieksekusi langsung melalui grosse akta.
Selain itu, pencantuman klausul tanggung renteng (joint and several liability) juga diperlukan agar kreditur dapat langsung menagih kepada penanggung tanpa harus terlebih dahulu menagih kepada debitur. Transparansi informasi utang menjadi hal penting lain, agar penanggung mengetahui jumlah pasti kewajiban yang ditanggung.
Langkah berikutnya adalah mendorong adanya regulasi yang menyederhanakan eksekusi personal guarantee, sehingga memberikan kepastian hukum lebih baik bagi kreditur.
Jadi, penulis menyimpulkan bahwa, jaminan perorangan merupakan instrumen hukum penting yang perlu terus dipertahankan dan diperkuat dalam sistem hukum Indonesia. Instrumen ini tidak hanya memberikan perlindungan bagi kreditur, tetapi juga memperluas akses pembiayaan bagi pelaku usaha yang membutuhkan modal.
Namun, karena sifatnya tidak memberikan hak preferen, jaminan perorangan sebaiknya dipadukan dengan jaminan kebendaan apabila memungkinkan. Di samping itu, penyempurnaan regulasi eksekusi jaminan perorangan menjadi kunci agar mekanisme ini benar-benar mampu memberikan perlindungan hukum dan mendukung terciptanya iklim bisnis yang sehat.
*) Penulis adalah Mahasiswa Universitas Bangka Belitung Babel
