Jakarta (Antara Babel) - Mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman
Gusman mengaku tidak hati-hati saat menerima bungkusan berisi uang dari
rekannya, pemilik CV Semesta Berjaya sehingga ditetapkan sebagai
tersangka korupsi oleh KPK.
"Seharusnya saya menanyakan atau memeriksa isi dari bungkusan
tersebut, sehingga kalau saya mengetahui bahwa isinya adalah uang, tentu
akan saya tolak dan mengembalikannya kepada yang bersangkutan. Tapi di
situlah ketidakhati-hatian atau kekhilafan saya," kata Irman saat
membacakan nota pembelaan (pledoi) di pengadilan Tindak Pidana Korupsi
(Tipikor) Jakarta, Rabu.
Dalam perkara ini dituntut 7 tahun penjara ditambah denda Rp200
juta subsider 5 bulan kurungan ditambah pencabutan hak untuk dipilih
dalam jabatan publik selama 3 tahun setelah menjalani pidana pokok
karena dinilai terbukti menerima Rp100 juta dari pemilik CV Semesta
Berjaya, Xaveriandy dan Memi, sehingga mendapat alokasi pembelian gula
di Sumatera Barat.
"Kondisi kelelahan fisik dan psikis yang menyebabkan
ketidakhati-hatian itu. Belakangan saya sadari, juga disebabkan oleh
situasi dan tekanan yang harus saya hadapi secara terus-menerus sejak
lebih dari enam bulan sebelumnya, sehubungan dengan terjadinya
kekisruhan internal dalam lembaga DPD," tambah Irman.
Menurut Irman, bungkusan atau oleh-oleh yang dibawa Memi, baru ia
ketahui isinya setelah petugas KPK masuk ke rumahnya pada 16 September
2016. Setelah petugas KPK meminta bungkusan, Memi tetap mengatakan hanya
memberikan 'oleh-oleh' sehingga Irman menyurush istrinya mengambil
bungkusan tersebut.
"Setelah diambil oleh istri saya, kemudian
menyerahkannya kepada petugas KPK di ruang tamu, barulah saya tahu bahwa
isi bungkusan tersebut adalah uang. Namun demikian, saya melalui tim
Penasihat Hukum, telah melaporkan pemberian uang tersebut sebagai
gratifikasi kepada KPK, dan fakta tersebut sudah terungkap di
persidangan ini," ungkap Irman.
Selanjutnya terkait dengan tuntutan bahwa Irman telah melakukan
penyalahgunaan wewenang atau memanfaatkan pengaruh sebagai anggota atau
pimpinan DPD, menurut Irman, ia selaku pimpinan DPD tidak memiliki
kewenangan yang lebih besar dibandingkan semua anggota DPD.
"Peran
pimpinan DPD hanyalah sebagai speaker atau juru bicara DPD, sebagai
primus interpares saja, yang hanya ditinggikan seranting dan didahulukan
selangkah. Apa yang saya lakukan dengan menelepon Direktur Utama Perum
Bulog adalah dalam rangka menindaklanjuti aspirasi dan kepentingan
masyarakat daerah pemilihan Sumbar yang saya wakili, tujuannya untuk
menurunkan dan menstabilkan harga gula sebagai salah satu bahan
kebutuhan pokok rakyat," jelas Irman.
Ia mengaku menelepon Djarot tanpa ada usaha menggunakan kewenangan
ataupun pengaruh yang dapat membuat Bulog melakukan kebijakan yang
menyimpang.
Namun Irman mengakui ada pertemuan dengan Memi pada 21 Juli 2016
yang membicarakan kerja sama usaha, tapi rencana itu tidak jadi
dilaksanakan karena tidak sesuai dengan kondisi yang diinginkan Memi.
"Tidak ada niat saya untuk menyalahgunakan kewenangan yang
sesungguhnya tidak ada, memanfaatkan pengaruh, atau melalaikan kewajiban
saya selaku anggota maupun pimpinan DPD, dalam kejadian tersebut. Juga
tidak ada niat jahat saya untuk merugikan negara, masyarakat dan bangsa.
Justru yang saya lakukan adalah berusaha untuk mengurangi beban
masyarakat, menstabilkan harga gula," tambah Irman.
Irman juga mengaku terkejut, sangat terpukul dan sedih dengan tuntutan 7 tahun penjara.
"Saya merasakan Tuntutan tersebut terlalu tinggi dan sangat berat.
Tetapi apapun keadaannya, semuanya sudah terjadi. Dari lubuk hati yang
paling dalam, saya sangat menyesali kejadian tersebut, ketidak
hati-hatian saya, sehingga saat ini saya harus mengalami kenyataan
paling pahit dan berat sepanjang hidup saya, yaitu menjadi terdakwa dan
dituntut dalam persidangan ini," ungkap Irman.
Irman Akui Tidak Hati-Hati Terima Bungkusan
Rabu, 8 Februari 2017 14:34 WIB